A. Abstrak
Sosiologi Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi di antara individu dan kelompok, kelompok dengan kelompok, atau dengan perkataan lain secara khusus sosiologi pendidikan itu membicarakan, melukiskan dan menerangkan institusi, kelompok, sosial, dan proses sosial, hubungan antara relasi sosial di mana di dalam dan dengannya manusia memperoleh dan mengorganisir pengalamannya. Jadi sosiologi pendidikan tidak hanya terbatas pada studi di sekolah saja, tetapi lebih luas lagi ialah mencakup institusi sosial dengan batasan sepanjang pengaruh daripada totalitas milieukurtural terhadap perkembangan kepribadian anak.
Untuk dapat menganalisis sosiologi pendidikan dalam masyarakat berkembang dapat dilihat melalui tiga kelompok teori. Pertama, Teori Modernisasi yang terutama menekankan faktor manusia dan nilai-nilai budayanya sebagai pokok persoalan dalam pembangunan. Kedua, Teori Ketergantungan yang merupakan reaksi teori modernisasi yang dianggap tidak mencukupi, bahkan menyesatkan. Ketiga, Teori Sistem Dunia yang pada dasarnya menolak teori ketergantungan yang dianggap terlalu menyederhanakan persoalan, padahal dalam kenyataannya gejala pembangunan di negara dunia ketiga jauh lebih kompleks. Akibatnya teori ketergantungan gagal menjelaskan beberapa gejala pembangunan di Dunia Ketiga, terutama negara-negara yang berhasil memperkuat dirinya meski menggabungkan dirinya dalam kapitalisme global.
B. Pendahuluan
Pada awal abad ke-20, sosiologi mempunyai peranan penting dalam pemikiran pendidikan, sehingga lahirlah sosiologi pendidikan. Sebagaimana akhir abad ke-19, psikologi mempunyai pengaruh besar dalam dunia pendidikan, sehingga lahirlah suatu disiplin baru yang disebut psikologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan dan psikologi pendidikan mempunyai peranan yang komplementer bagi pemikiran pendidikan. Apabila sosiologi pendidikan memandang gejala pendidikan dari sudut struktur social masyarakat, psikologi pendidikan memandang gejala pendidikan dari sudut perkembangan pribadi. Tugas pendidikan menurut sosiologi ialah memelihara kehidupan dan mendorong kemajuan masyarakat. Pada umumnya kaum pendidik dewasa ini memandang tujuan akhir pendidikan lebih bersifat sosiolistis daripada individualistis.
Menurut H.P. Fairchild (1957:547) dalam bukunya ‘’Dictionary of Sociology’’ dikatakan bahwa: Sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi sosiologi pendidikan tergolong applied sociology.
Sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki daerah yang saling dilingkupi antara sosiologi dengan ilmu pendidikan. Apakah soiologi itu? Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan memiliki lapangan penyelidikan, sudut pandang, metode, dan susunan pengetahuan. Objek penelitian sosiologi adalah tingkah laku manusia dalam kelompok. Sudut pandangnya ialah memandang hakikat masyarakat kebudayaan, dan individu secara ilmiah. Sedangkan susunan pengetahuan dalam sosiologi terdiri atas konsep dan prinsip mengenai kehidupan kelompok sosial, kebudayaannya, dan perkembangan pribadi.
Apakah lapangan penelitian sosiologi itu? Pusat penelitian sosiologi ialah tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku manusia dalam istitusi sosial. Tingkah laku itu hanya dapat dimengerti dan tujuan, cita-cita, nilai-nilai yang dikejar. Tingkah laku sosial itu membangun kepribadian manusia, yaitu melalui peranan yang dilakukannya dalam kehidupan kelompoknya. Peranan itu menghasilkan kebudayaan, yang seringkali disebut juga warisan sosial manusia.
Sosiologi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yakni sosiologi umum, tugasnya menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum; dan sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum tugasnya menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya sosiologi perdesaan, sosiologi perkotaan, sosiologi agama, sosiologi hukum, sosiologi ekonomi, sosiologi pendidikan dan sebagainya.
Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus. Menurut F.G. Robbins (Ahmadi, 1991:3), sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Yang termasuk dalam pengertian struktur ini ialah teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya itu dengan tata sosial masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan dinamika, ialah proses sosial dan kultur, proses perkembangan kepribadian, dan hubungan semuanya itu dengan proses pendidikan.
Dalam cabang studi ilmu ekonomi pembangunan dan ekonomi politik, jelas bahwa studi ekonomi tidak bisa lagi membatasi diri pada pembahasan di bidang ekonomi saja, yakni bagaimana mengefisienkan dan mengembangkan sumber produktif yang langka. Dalam ekonomi pembangunan, masalah politik dan kebudayaan serta keterkaitannya dengan sistem perekonomian internasional masuk dalam pembahasan. Juga pengertian pengefisiensian dan pengembangan sumber-sumber produktif yang langka ditegaskan sasarannya, yakni untuk kepentingan rakyat miskin. Dengan demikian, dalam ekonomi pembangunan, bukan saja peningkatan produktivitas menjadi penting, tetapi juga, bahkan terutama, distribusi yang merata dari hasil produksi menjadi sangat penting.
Untuk memperjelas masalah tersebut di atas maka Todaro (1987:12) mengemukakan beberapa persoalan sebagai berikut:
1. Dari mana sumber dana pembangunan nasional dan internasional? Siapa yang paling diuntungkan oleh pembangunan ini dan mengapa? Mengapa negara tertentu atau kelompok tertentu terus menjadi semakin kaya sedang yang lainnya tidak?
2. Bagaimana prosesnya sampai negara-negara di Dunia Ketiga terlilit utang dan apa dampaknya terhadap pembangunan nasionalnya?
3. Apakah masuknya modal perusahaan multinasional merupakan sesuatu yang baik bagi negara miskin, dan kalau memang baik, apa syarat-syaratnya?
4. Apakah utang dari negara kaya berdampak positif bagi negara miskin? Kalau ya, apa syaratnya dan untuk apa sebaiknya utang tersebut digunakan? Lalu apakah negara-negara kaya sebaiknya terus memberi utang kepada Negara-negara miskin, apa syarat dan tujuannya?
5. Apakah ekspor dan komoditi primer seperti misalnya hasil-hasil pertanian terus dikembangkan di negara-negara miskin, atau sebaiknya negara-negara ini memusatkan diri pada pembangunan industri, terutama industri barang modal, secepat mungkin?
6. Apakah perdagangan internasional berdampak positif bagi pembangunan di negara-negara miskin? Kalau ya, siapa sebenarnya yang diuntungkan oleh perdagangan semacam ini, dan bagaimana keuntungan perdagangan ini menyebar di antara negara-negara yang ada? Kalau tidak, apa alternatifnya.
7. Karena 70% atau 80% penduduk di negara miskin hidup di perdesaan, bagaimana cara yang paling baik untuk melakukan pembangunan pertanian?
8. Apakah sistem pendidikan di negara Dunia Ketiga memang membantu pembangunan ekonomi, atau sistem ekonomi yang ada hanya merupakan mekanisme untuk memungkinkan kelompok atau kelas tertentu mempertahankan kekayaan, kekuasaan dan pengaruhnya?
9. Bagaimana asalnya dan apa dasarnya sehingga negara Dunia Ketiga menuntut dibentuknya Tata Ekonomi Dunia Baru? Apakah Tata Ekonomi semacam ini mungkin, apa yang menjadi unsur utamanya dan bagaimana dampaknya bagi kehidupan ekonomi negara miskin?
C. Pembahasan
1. Sosiologi Pendidikan
Ditinjau dari segi etimologinya istilah sosiologi pendidikan terdiri atas dua perkataan yaitu sosiologi dan pendidikan. Maka jelas bahwa di dalam sosiologi pendidikan itu yang menjadi masalah sentralnya ialah aspek-aspek sosiologi di dalam pendidikan. Mengapa di dalam pendidikan terdapat aspek-aspek sosiologis, karena dalam situasi pendidikan melibatkan hubungan dan pergaulan sosial, yaitu hubungan dan pergaulan social antara pendidikan dengan anak didik, pendidik dengan pendidik, anak-anak dengan anak-anak pegawai dengan pendidik, pegawai-pegawai dan anak-anak. Hubungan dan pergaulan sosial ini secara totalitas, merupakan suatu unit keluarga, yakni keluarga sekolah mana terdapat tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Jadi di dalam keluarga sekolah itu terdapat hubungan dan pergaulan sosial yang timbal balik satu sama lain, saling mempengaruhi dan terjadi interaksi sosial. Maka jelaslah di dalam sosiologi pendidikan itu akan berlaku dan bekerja sama antara prinsip sosiologis dan prinsip paedagogis serta ilmu-ilmu bantuannya, seperti psikologika (ilmu psikologi pendidikan). Atau secara konkrit, bahwa di dalam sosiologi pendidikan itu bukan saja terdapat sosiologi ataupun pendidikan, terdapat sosiologi ataupun pendidikan, yang merupakan suatu ilmu yang baru ialah kerjasama antara keduanya, dengan mempergunakan prinsip-prinsip sosiologi di dalam seluruh proses pendidikan meliputi metode, organisasi sekolah, evaluasi pelajaran dan kegiatan-kegiatannya.
Menurut E. George Payne (1928:20) menjelaskan pengertian sosiologi pendidikan antara lain: ‘’By educational sociology we mean the science which describes and explains the institutions, social groups, and social processes, that is the social relationships in which or through whics the individual gains and organizes experiences’’. Di sini Payne menekankan bahwa di dalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok sosial, proses sosial, terdapat apa yang dinamakan sosial relationship, di mana di dalam dan dengan interaksi sosial itu individu memperoleh dan mengorganisir pengalaman-pengalamannya. Inilah yang merupakan aspek-aspek atau prinsip-prinsip sosiologisnya. Selanjutnya Payne (1928:20) menjelaskan bahwa: ‘’The social interdepences include not nurely those in which the individual gains and organizes his experiences as a child, but also those social groups and processes in which the must function in adult life. These social relationships are for theremore regarded particulary inrelation to the educational system in its evolution and changing finction’’.
Jadi bukan saja pada anak-anak tetapi juga pada orang-orang dewasa, kelompok-kelompok sosial, bahkan pada proses sosial pun, bahwa interaksi sosial itu yang membentuk tingkah laku manusia, secara tertentu dianggap sebagai sistem pendidikan yang berkembang terus. Artinya setiap kali didapati kondisi dan situasi baru, haruslah ada interaksi sosial yang baru dan seolah-olah individu-individu itu belajar berinteraksi sosial. Inilah yang merupakan prinsip paedagogisnya.
Menurut Charles A. Ellwood bahwa: ‘’ Educational Sociology is the science which aims to reveal the connections at all points between the educative process and the social process’’. Artinya: Sosiologi Pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari/menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial).
Menurut Dr. Ellwood bahwa: ‘’Educational sociology should be centered about the process of inter-learning-learning from ane another’’. Artinya Sosiologi Pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Menurut E.B. Reuter bahwa: Sosiologi Pendidikan mempunyai kewajiban untuk menganalisa evolusi dari lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan perkembangan manusia, dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian sosial dari tiap-tiap individu. Jadi prinsipnya antara individu dengan lembaga-lembaga sosial itu selalu saling pengaruh-mempengaruhi (process of social interaction)
Menurut W. Dodson menegaskan, bahwa ‘’Educational Sociology is interested in the impact of the total cultural milieu in which and thought which experience in the acquired and organized. It is interested in the school but recognizes it a small part of the total. Educational sociology is particularly interested in finding out how to manipulate the educational process (social control) to achieve better personality development’’. Artinya Sosiologi Pendidikan itu mempersoalkan pertemuan dan percampuran daripada lingkungan sekitar kebudayaan secara totalitas, di mana dalam dan dengan begitu maka terbentuklah tingkah laku, dan sekolah dianggap sebagian daripada total cultural milieu, sedang sosiologi pendidikan memperbincangkan dan berusaha menemukan bagaimana memanipulasikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian.
Studi Sosiologi Pendidikan yang memadai harus mencakup pengertian tentang individu dan lingkungan sosialnya, di mana individu dan lingkungan sosial tadi tidaklah berdiri sendiri, tetapi terjalinlah hubungan timbal balik antara keduanya.
Sosiologi Pendidikan adalah suatu cabang ilmu pengetahuan (dari ilmu jiwa pendidikan) yang membahas proses interaksi sosial anak-anak mulai dari keluarga, masa sekolah sampai dewasa serta dengan kondisi sosio-kultural yang terdapat di dalam masyarakat dan negaranya.
Jadi tegasnya, proses interaksi sosial yang diselidiki itu mulai dari bayi di dalam keluarga, masa kanak-kanak dan prasekolah lengkap dengan kelompok permainannya, masa sekolah di sini meliputi masa lengkap dengan factor sosio-kultural yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan keribadian anak didik, secara prinsipil ialah kebudayaan dan kepribadian nasionalnya. Bagi kita bangsa Indonesia, tidak lain daripada system pendidikan nasionalnya dan kebudayaan serta kepribadian nasional Indonesia yang semuanya adalah dijiwai dan untuk merealisasikan cita-cita negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Atau secara singkat sosiologi pendidikan ialah tinjauan sosiologisnya terhadap proses pendidikan dan pengajaran.
Adapun tujuan sosiologi pendidikan di Indonesia menurut Ahmadi (1991:10-11) antara lain:
a. Berusaha memahami peranan sosiologi daripada kegiatan sekolah terhadap masyarakat, terutama apabila sekolah ditinjau dari segi kegiatan intelektual. Dengan demikian sekolah harus bisa menjadi suri tauladan di dalam masyarakat sekitarnya dan lebih luas lagi, atau dengan singkat mengadakan sosialisasi intelektual untuk memajukan kehidupan di dalam masyarakat.
b. Untuk memahami seberapa jauhkah guru dapat membina kegiatan sosial anak didiknya untuk mengembangkan kepribadian.
c. Untuk mengetahui pembinaan ideologi Pancasila dan kebudayaan nasional Indonesia di lingkungan pendidikan dan pengajaran.
d. Untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan dengan masyarakat sekitarnya agar pendidikan mempunyai kegunaan praktis di dalam masyarakat, dan negara seluruhnya.
e. Untuk menyelidiki fakor-faktor kekuatan masyarakat, yang bisa menstimulir pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak.
f. Memberi sumbangan yang positif terhadap perkembangan ilmu pendidikan.
g. Memberi pegangan terhadap penggunaan prinsip-prinsip sosiologi untuk mengadakan sosiologi sikap dan kepribadian anak didik.
Sosiologi pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang interaksi di antara individu-individu dan kelompok, kelompok dengan kelompok, atau dengan perkataan lain secara khusus sosiologi pendidikan membicarakan, melukiskan dan menerangkan institusi, kelompok, social dan proses sosial hubungan atau relasi sosial dimana di dalam dan dengannya manusia memperoleh dan mengorganisir pengalamannya. Jadi sosiologi pendidikan tidak hanya terbatas pada studi di sekolah saja, tetapi lebih luas lagi ialah mencakup institusi social dengan batasan sepanjang pengaruh daripada totalitas milieukulturan terhadap perkembangan kepribadian anak.
Adapun kajian sosiologi of education menurut Ahmadi (1991:25) antara lain: (1) hubungan antara system pendidikan dengan proses social dan perubahan kebudayaan atau dengan pemeliharaan status quo; (2) fungsi system pendidikan formal di dalam proses pembaharuan social, misalnya di dalam hubungan antara manusia yang berkenaan dengan ras, budaya dan kelompok lainnya; (3) fungsi system pendidikan di dalam proses pengendalian social; (4) hubungan antara system pendidikan dengan pendapat umum (public opinion); (5) hubungan antara pendidikan dengan kelas social atau system status, dan (6) keberartian pendidikan sebagai suatu symbol terpercaya di dalam kebudayaan demokratis.
2. Masyarakat Berkembang
Menurut Rostow (Alfian, 1986:34) secara generalisasi tahap-tahap pertumbuhan atau pembangunan suatu masyarakat atau bangsa ke dalam lima tingkatan atau tahap, yaitu:
Tahap Tradisional
Ilmu pengetahuan pada masyarakat ini masih belum banyak dikuasai. Karena itu, masyarakat semacam ini masih dikuasai oleh kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan di luar kekuasaan manusia. Manusia dengan demikian tunduk kepada alam, belum bisa menguasai alam.
Keadaan ini, akibatnya produksi masih sangat terbatas. Masyarakat ini cenderung bersifat statis, dalam arti kemajuan berjalan dengan sangat lambat. Produksi dipakai untuk konsumsi dan tidak ada investasi. Pola dan tingkat kehidupan generasi kedua pada umumnya hampir sama dengan kehidupan generasi sebelumnya.
Tahap Pra-Kondisi untuk Tinggal landas
Masyarakat tradisional, meskipun sangat lambat, terus bergerak.
Pada suatu titik, masyarakat tersebut akan mencapai posisi prakondisi untuk lepas landas. Keadaan ini terjadi karena adanya campur tangan dari luar, dari masyarakat yang sudah lebih maju. Perubahan ini tidak datang karena faktor-faktor internal masyarakat tersebut, karena pada dasarnya masyarakat tradisional tidak mampu untuk mengubah dirinya sendiri. Campur tangan dari luar ini menggoncangkan masyarakat tradisional itu. Dan pada akhirnya mulai berkembang ide pembaharuan seperti yang diungkapakan oleh Rostow (dalam Budiman, 1995: 26-27) bahwa:
“Ide-ide berkembang ini bukan sekedar pendapat yang menyatakan bahwa kemajuan ekonomi dapat dicapai, tetapi bahwa kemajuan ekonomi merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan lain yang dianggap baik, kebebasan bangsa, keuntungan pribadi, kemakmuran umum, atau kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak mereka nantinya”.
Sebagai contoh, seperti yang terjadi di Jepang, dengan dibukanya masyarakat ini oleh armada angkatan laut Amerika Serikat. Pada periode ini, usaha untuk tabungan masyarakat terjadi. Tabungan ini kemudian dipakai untuk melakukan investasi pada sektor-sektor produktif yang menguntungkan, termasuk pendidikan. Investasi ini dilakukan baik oleh perorangan maupun oleh negara. Sebuah negara nasional yang sentralistis juga terbentuk. Dan pada akhirnya, segala usaha untuk meningkatkan produksi mulai bergerak dalam periode tersebut.
Tahap Tinggal landas
Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan merupakan sesuatu yang berjalan wajar, tanpa adanya hambatan yang berarti seperti ketika pada periode prakondisi untuk lepas landas.
Pada periode ini, tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5% menjadi 10% dari pendapatan nasional, atau lebih. Industri-industri baru mulai berkembang dengan sangat pesat. Keuntungannya sebagian besar ditanamkan kembali ke pabrik yang baru. Sektor modern dari perekonomian dengan demikian jadi berkembang.
Dalam pertanian, teknik-teknik baru juga tumbuh. Pertanian menjadi usaha komersial untuk mencari keuntungan, dan bukan sekedar untuk konsumsi. Peningkatan dalam produktivitas pertanian merupakan sesuatu yang penting dalam proses lepas landas, karena proses modernisasi masyarakat membutuhkan hasil pertanian yang banyak, supaya ongkos perubahan ini tidak terlalu mahal.
Tahap Kedewasaan (maturity)
Setelah lepas landas, akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Antara 10% sampai 20% dari pendapatan nasional selalu diinvestasikan kembali, supaya bisa mengatasi persoalan pertambahan penduduk.
Industri berkembang dengan pesat. Negara ini memantapkan posisinya dalam perekonomian global, barang-barang yang tadinya diimpor sekarang diproduksikan di dalam negeri, impor baru menjadi kebutuhan, sementara ekspor barang-barang baru mengimbangi impor.
Sesudah 60 tahun sejak sebuah negara lepas landas (atau 40 tahun setelah periode lepas landas berakhir), tingkat kedewasaan biasanya tercapai. Perkembangan industri terjadi tidak saja meliputi teknik-teknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi. Yang diproduksikan bukan saja terbatas pada barang konsumsi, tetapi juga barang modal.
Tahap Konsumsi Massa yang Tinggi
Tingginya kenaikan pendapatan masyarakat, konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri juga berubah, dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama.
Pada periode ini, investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan yang paling utama. Sesudah taraf kedewasaan dicapai, surplus ekonomi akibat proses politik yang terjadi dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan dana sosial. Pada titik ini, pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, yang bisa menopang kemajuan terus menerus.
Adapun ciri-ciri umum dari Teori Modernisasi antara lain: (1) Didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut modern dan yang disebut tradisional. Yang modern merupakan symbol dari kemajuan, pemikiran yang rasional, cara kerja yang efisien, dan seterusnya. Sebaliknya masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang belum maju, ditandai oleh cara`berpikir yang irasional serta cara kerja yang tidak efisien; (2) Didasarkan pada fator non material sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide atau alam pikiran. Pendidikan merupakan salah satu cara yang sangat penting untuk mengubah psikologi seseorang atau nilai-nilai budaya sebuah masyarakat; (3) Teori Modernisasi biasanya bersifat a-historis. Hukum-hukumnya sering dianggap berlaku secara universal. Dia dapat diberlakukan tanpa memperhatikan factor waktu ataupun tempat. Misalnya tentang prinsip rasionalitas atau efisiensi; (4) Faktor yang mendorong atau menghambat pembangunan harus dicari di dalam Negara-negera yang bersangkutan. Misalnya kurangnya pendidikan pada sebagian besar penduduknya, adanya nilai-nilai budaya local yang kurang menghargai kekayaan material, dan sebagainya.
Teori structural menurut Dr. Arief Budiman (1996:41) bahwa kemiskinan yang terdapat di Negara-negara Dunia Ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, di mana yang kuat melakukan eksploitasi terhadap yang lemah. Maka, surplus dari Negara-negara Dunia Ketiga beralih ke negara-negara industri maju.
Apa hubungan antara Teori Sistem Dunia dengan Teori Ketergantungan. Pertama, terjadi persamaan yang dekat antara teori ini dengan Teori Ketergantungan Andre Gunder Frank. Keduanya melihat Negara tidak bisa dianalisis secara mandiri, terpisah dan totalitas system dunia.
Tetapi berbeda dengan Frank yang melihat hubungan antara Negara pinggiran dan Negara pusat sebagai hubungan yang selalu merugikan Negara yang pertama, Wallerstein tidak sepesimis itu. Bagi Wallerstein, dinamika system dunia, yakni kapitalisme global, selalu memberikan peluang bagi Negara-negara yang ada untuk naik atau turun kelas. Sistem dua yang dulu memberi keunggulan pada Negara-negara yang bisa menghasilkan komoditi primer, pada saat lain keunggulan ini beralih kepada Negara-negara yang mengembangkan industrinya. Sistem dunia ini juga yang kemudian memberi kesempatan kepada Negara-negara pinggiran yang sudah relative siap untuk mengambil alih kesempatan untuk melakukan produksi barang-barang industri yang sederhana, pada saat produksi barang-barang ini sudah tidak mengutungkan lagi di Negara-negara pusat, karena upah buruh yang meningkat.
D. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:
1. Ruang lingkup sosiologi pendidikan terdapat tiga kecenderungan yang berbeda. Pertama, golongan yang terlalu menitik beratkan pandangan pendidikan daripada pandangan sosiologinya, misalnya David Snedden, C.C. Peters, F.E. Bolton dan J.E. Corbally. Kedua, golongan ‘applied’ educational sociology, terutama terdiri atas ahli-ahli sosiologi yang memberi dasar pengertian sosio-kultural untuk pendidikan. Golongan kedua ini menekankan pada shool community orientation dan peranan factor-faktor dalam masyarakat, seperti film, buku komik, dan lain-lain. Yang termasuk golongan ini, misalnya E.G. Payne, H. Zorbaugh, L.A. Cook, J.S. Roucek, dan L.D. Zeleny. Ketiga, golongan yang terutama menitik beratkan pandangan teoritik, yaitu yang ingin mengembangkan teori sosiologik tentang proses pendidikan, misalnya W. Waller.
2. Untuk menganalisis sosiologi pendidikan dalam masyarakat yang sedang berkembang dapat dilihat dari tiga aliran pemikiran, yakni pertama teori modernisasi mengajukan gagasan agar dunia Ketiga melakukan transformasi nilai-nilai tradisionalnya mengikuti dan meniru nilai-nilai budaya Amerika serta menggantungkan bantuan dan hutang dari Amerika. Kedua Teori Ketergantungan merumuskan hubungan antara Negara Barat dengan Negara Dunia Ketiga sebagai hubungan yang dipaksakan, eksploitatif, ketergantungan. Hubungan ekonomi yang terjadi bukan merupakan jenis keterkaitan yang menyebabkan terjadinya pembangunan Negara Dunia Ketiga. Oleh karena itu, teori dependensi mengajukan sarannya kepada Negara Dunia Ketiga untuk melepaskan hubungan dan keterakitan dengan Negara Barat, jika Negara Dunia Ketiga hendak mencapai pembangunan yang independent dan otonom. Ketiga, Teori Sistem Dunia yang menawarkan orientasi penafsiran baru terhadap berbagai peristiwa penting, seperti industrialisasi Asia Timur, krisis Negara sosialis, dan hadirnya gelombang baru kolonialisme. Dipengaruhi teori dependensi dan ajaran Annales Perancis, teori system dunia ini menekankan bakan pentingnya analisa totalitas dan berjangka panjang. Oleh karena itu, unit analisa yang tepat menurut perspektif ini, adalah keseluruhan dunia, yang merupakan salah satu system yang menyejarah yang terdiri dari tiga strata, yaitu sentral, semi pinggiran, dan pinggiran.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Alfian. 1986. Transformasi Sosial Budaya dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: UI Press.
Alvin Y. SO dan Suwarsono. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Andrew Webster. 1990. Introduction to The Sosciology of Development. Second Edition. Hongkong: Macmillan Education Ltd.
Budiman, Arief. 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
E. George Payne. 1928. Principle of Educational Sociology An Outline. New York: New York University Book Store.
Garna, Judistira K. 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
H.P. Fairchild (ed). 1962. Dictionary of Sociology. New Jersey: Littlefield, Adams & Co.
Komara, Endang. 2003. Transformasi Sosial Budaya Masyarakat Agraris Ke Masyarakat Industri: Studi Kasus di Wilayah Industri Campaka Purwakarta. Disertasi S3. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Bandung: Bumi Aksara.
Todaro, Michael P. 1987. Economic Development in the Third World. New York: Longman Inc.
Vembriarto, ST. 1990. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Saya adalah mahasiswa program S2 Sosiologi Pembangunan Univ Brawijaya, sebelumnya saya berlatar belakang teknologi pertanian, sehingga ilmu sosiologi merupalkan sesuatu yang baru bagi saya.
BalasHapusSejauh ini saya tertarik untuk mulai mendalami teori Gunder Frank tentang hubungan antara negara "underdeveloped" dengan "developed". Sejauh ini, menurut Prof, apakah Indonesia termasuk contoh kasus nyata dari terlaksananya teori ini? Meskipun Frank "meralat" teorinya menjadi lebih optimistik, saya belum melihat bahwa Indonesia memiliki "bargaining position" yang baik di dunia.
Astrida
facebook: Astrida Fitri Nuryani
email: astridafn@gmail.com