Rabu, 18 Februari 2009

PERAN SERTIFIKASI DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU

Abstract
Republic of Indonesia constituent No.14, 2005 about Teacher and Lecturer presented the basis for them to get their rights as profession developer, it’s a guaranteed protection for them to covered by in humanity action by students and its sponsor, and society.
Teacher profession as a function to increase teacher prestige as a agent to increase the national education quality. While, the lecturer existence to be a profession that would be increasing the prestige of lecturer to develop science, technology and art for increasing the national education quality.
Thereby, the existence of teacher and lecturer profession will be as the implementer for system and realize the target of national education, it will be expected to get the students that religious human being to God, healthy, intellectual, capable, creative, self-supporting, and also become democratic citizen and responsible.
Certification is a process for giving the certificate to teacher and lecturer, and its as formal confession for teacher and professional education.

Key words: Guarantee of law, educator certificated, increasing the education and profession quality.

I. Pendahuluan
Agar para guru Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas memperoleh sertifikat pendidik, pemerintah akan mewajibkan para guru mengikuti uji kompetensi. Karena dengan diperolehnya sertifikat pendidik para guru yang sudah memiliki kualifikasi akademik, yaitu berijazah S-1 atau memiliki Akta IV itu dinyatakan sebagai guru profesional.
Menurut Undang-Undang Republik Imdonesia Nomor 20 Tahun 2003 Bab XVI Pasal 61 ayat (3) sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Sebagai penghargaannya pemerintah akan memberikan tunjangan profesi setara gaji pokok (Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen). Dengan demikian, uji kompetensi ini memiliki peran yang sangat penting karena akan menjadi pintu masuk yang menentukan seseorang guru itu profesional atau tidak dengan segala implikasinya.
Menurut McAshan (1981:45) mengemukakan bahwa kompetensi itu adalah:
‘’… A knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which became part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, effective, and psychomotor behaviors’’
Menurut McAshan, kompetensi itu adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Dari pendapat tersebut di atas, maka jelas suatu kompetensi harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan apresiasi. Artinya, tanpa pengetahuan dan sikap tidak mungkin muncul suatu kompetensi tertentu.
Selama ini ada yang beranggapan bahwa mengajar bukanlah pekerjaan profesional. Hal ini disebabkan setiap orang bisa mengajar. Siapa pun bisa menjadi guru, asal saja ia menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada orang lain. Ada seseorang, walaupun ia tidak memahami ilmu keguruan, mereka dianggap sebagai guru. Apakah benar demikian? Apabila mengajar dianggap hanya sekadar proses penyampaian informasi, tentu saja pendapat tersebut ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tuntutannya sangat sederhana, asal paham informasi yang harus diberikan pada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tapi mengajar tidak sesederhana itu. Tugas mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan informasi, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, dalama proses mengajar, terdapat kegiatan membimbing siswa agar berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, malatih keterampilan baik keterampilan intelekstual maupun keterampilan motorik sehingga siswa dapat hidup dalam masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar tetap semangat menghadapi berbagai tantangan dan rintangan, kemampuan merancang dan menggunakan berbagai media dan sumber belajar untuk menambah efektivitas mengajarnya, dan lain sebagainya. Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. Menurut James M. Cooper (1990:2) mengemukakan bahwa: ‘’A teacher is aperson charged with the responsibility of helping others to learn and to behave in new and different ways’’. Oleh karena guru perlu memiliki kemampuan-kemampuan itulah, maka guru merupakan jabatan profesional, yakni jabatan yang hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu.

II. Kajian Teoritis
A. Peran Sertifikasi Guru
Landasan yuridis diberilakukan sertifikasi guru dan dosen antara lain: (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; (2) peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; (3) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (4) Draff Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang rencananya Oktober 2006 akan segera diberlakukan bahkan menurut Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Dr. Fasla Djalal, Ph. D. (Pikiran Rakyat, 6 Oktober 2006 hal. 12) mengatakan bahwa: ‘’Awal Januari 2007 take home pay guru Minimal 3 juta”.
Tujuan sertifikasi dijelaskan oleh Samani (2006:10) adalah untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji sertifikasi. Dengan kata lain tujuan sertifikasi untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Menurut Fajar (2006: 3-4) manfaat uji sertifikasi guru dalam kerangka makro upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan sebagai berikut: (1) melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri; (2) melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini; (3) menjadi wahana penjaminan mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan; (4) menjaga lembaga penyelenggaran pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku; (5) memperoleh tunjangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.
Prinsip-prinsip profesionalitas menurut UU No. 14/2005 Pasal 7 (1) antara lain: (a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia; (3) memiliki kualitas akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas profesionalitas; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru/dosen menurut UU No. 14/2005 pasal 7 (2) diselenggarkan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Peranan sertifikasi menurut fajar (2006:8-10) yakni guru/dosen lebih memahami hak dan kewajibannya dalam (UU No. 14/2005 pasal 14 ayat 1 antara lain: (1) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; (2) mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; (3) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; (4) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; (5) memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan; (6) memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan; (7) memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; (8) memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; (9) memiliki kesempatan untuk berperan dalam menentukan kebijakan pendidikan; (10) memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau (11) memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Draff RPP membahas mengenai penghargaan, perlindungan, dan cuti guru; sistem remunerasi guru; pengangkatan, pembinaan dan pengembangan guru; kompetensi, pendidikan profesi, dan sertifikasi guru; pengelolaan guru daerah khusus.
Draff RPP tentang penghargaan, perlindungan dan cuti guru menurut pasal 2 bahwa guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghargaan. Pasal 3 (1) guru yang mendapatkan penghargaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 adalah guru berprestasi, prestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan atau bertugas di daerah khusus. Pasal 4 (1) guru yang gugur dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran di daerah khusus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pengargaaan. Pasal 8 guru berhak atas perlindungan hukum yang meliputi: tindak kekerasan, ancaman, perlakukan diskriminatif, intimidasi, perlakuan tidak adil dari serdik-ortu serdik-masyarakat-birokrasi-atau pihak lain. Pasal 10 guru berhak atas perlindungan profesi yang meliputi: pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang menghambat pelaksanaan tugas. Pasal 14 mengenai cuti antara lain: setiap guru berhak untuk memperoleh cuti; waktu 12 hari kerja (selama tidak mengganggu proses pembelajaran secara keseluruhan); cuti studi.
Draff RPP tentang sistem remunerasi guru yang meliputi bagian kesatu penghasilan guru; bagian kedua gaji pokok; bagian ketiga tunjangan profesi; bagian keempat tunjangan fungsional dan tunjangan khusus; bagian kelima maslahat tambahan. Penghasilan menurut UU No. 14/2005 pasal 15 meliputi: gaji pokok; tunjangan yang melekat pada gaji; penghasilan lain berupa: tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru berdasarkan prestasi. Tunjangan profesi RPP tentang sistem remunerasi guru pasal 7, 8, 9 antara lain: (1) Diberikan kepada guru yang diangkat pemerintah, pemda, atau masyarakat (satuan pendidikan) yang memiliki sertifikat pendidik; (2) setara dengan 1 x gaji pokok dengan ketentuan sebagai berikut: 0-4 tahun setara golongan III/a; 5-8 tahun setara golongan III/b; 9-12 tahun setara golongan III/c; 13-16 tahun setara golongan III/d; 17 tahun lebih setara golongan IV/a.
Tunjangan fungsional menurut RPP tentang Remunerasi Guru pasal 10 antara lain diberikan kepada guru yang diangkat pemerintah dan pemda sebesar 50% dari gaji pokok; dan diberikan kepada guru yang diangkat masyarakat (satuan pendidikan) sebesar 25%. Tunjangan khusus menurut pasal 11 dan 12 antara lain diberikan kepada guru yang bertugas di daerah khusus dan berhak atas rumah dinas yang disediakan pemda selama bertugas. Maslahat tambahan menurut pasal 13 antara lain: tunjangan pendidikan; asuransi pendidikan; bea siswa; penghargaan; kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putrinya; pelayanan kesehatan-asuransi kesehatan; dan bentuk kesejahteraan lainnya.
Darff RPP tentang pengangkatan, pembinaan, dan pengembangan guru antara lain: pembinaan dan pengembangan profesi dan karier; pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional; melalui pelatihan, pendidikan lanjutan, program magang, penugasan dalam jabatan, rotasi kerja, penelitian, kelompok belajar, belajar berprogram, belajar mandiri, dan metode lain yang sesuai.
Pengangkatan dilakukan oleh pemerintah atau pemda berdasarkan peraturan perundang-undangan, kebutuhan baik nasional maupun daerah; dilakukan secara demokratis, transparan dan akuntabel; guru yang diangkat pemerintah atau pemda dapat ditempatkan pada jabatan struktural berdasarkan prestasi kerja, kebutuhan, keahlian dan formasi.
Pemindahan antara lain guru yang diangkat pemerintah atau pemda dapat dilakukan atau provinsi/kabupaten/kota/kecamatan/satuan pendidikan; berdasarkan kebutuhan baik nasional maupun daerah; guru yang diangkat masyarakat (satuan pendidikan) berdasarkan kesepakatan kerja.
Draf RPP tentang kompetensi, pendidikan profesi dan sertifikasi guru. Cakupan kompetensi meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik antara lain memahami peserta didik, merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian: (1) mantap dan stabil, bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, bangga sebagai pendidik, konsisten dalam bertindak; (2) dewasa, menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja; (3) arif, menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak; (4) berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan disegani; (5) berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik.
Kompetensi profesional yakni menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi; menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi. Kompetensi sosial antara lain mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik; mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan; mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

B. Profesionalisme Guru
Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk multidimensional. Guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi kriteria administratif, akademis dan kepribadian. Menurut Muhamad Nurdin (2004:20) persyaratan guru yang profesional adalah sehat jasmani dan rohani, bertakwa, berilmu pengetahuan, berlaku adil, berwibawa, ikhlas, mempunyai tujuan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan serta menguasai bidang yang ditekuninya.
Kesembilan syarat penting bagi guru profesional ini secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu persyaratan administratif, akademis dan kepribadian. Persyaratan administratif adalah persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang guru yang ingin menjadi profesional dalam kaitannya dengan persyaratan legal formal. Di Indonesia, persyaratan yang demikian ini (khususnya bagi lembaga pendidikan formal) menjadi sangat menentukan. Bahkan kualitas seseorang dapat dilihat dari ijazah serta sertifikat keilmuan yang dimilikinya. Dalam konteks keindonesiaan, persyaratan administratif merupakan alah satu persyaratan yang sangat penting. Persyaratan akademis adalah persyaratan yang harus dimiliki seorang guru yang ingin menjadi profesional dalam kaitannya dengan kapabilitas dan kualitas intelektual. Persyaratan akademis juga merupakan syarat yang sangat penting bagi seorang guru profesional. Persyaratan ini sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan yang dilaksanakannya. Kesuksesan pendidikan bukan hanya menjadi beban dan tanggung jawab murid sebagai pencari ilmu, akan tetapi justru gurulah yang memegang peran dominan. Karena jika guru secara akademis sudah tidak memadai, maka dengan sendirinya keterampilan untuk mengajar, kemampuan penguasaan materi pengajaran, dan bagaimana mengevaluasi keberhasilan murid tidak dimiliki secara akurat dan benar. Hal ini jelas sangat merugikan proses pendidikan yang bukan hanya berakibat fatal bagi seorang murid, melainkan bagi seluruh murid atau bahkan seluruh stakeholder pendidikan.
Persyaratan kepribadian adalah persyaratan yang harus dimiliki guru yang ingin menjadi profesional dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Guru adalah seseorang yang harus digugu dan ditiru, khususnya oleh murid. Sebagai seseorang yang harus digugu dan ditiru, dengan sendirinya mensyaratkan secara internal bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian dan perilaku yang baik. Dalam hal ini bukan hanya dalam kaitannya dengan tradisi, kesopanan, dan unggah-unggah di masyarakat setempat, akan tetapi juga nilai-nilai keagamaan. Sebagai seorang guru yang profesional tidak ada alasan lain kecuali berakhlak yang mulia, baik dalam kaitannya dengan orang lain (murid dan masyarakat), diri sendiri, lingkungan (alam sekitar), dan tentunya dengan Allah swt. Berakhlak baik dengan Allah belum menjadi jaminan bahwa seoran guru telah berakhlak mulia dengan masyarakat, dengan dirinya atau dengan lingkungan. Demikian juga sebaliknya, berakhlak baik dengan dirinya belum tentu menjadi jaminan berakhlak mulia dengan lingkungan, masyarakat dan Allah swt.
Menurut Tatty S.B. Amran (1994:139) untuk mengembangkan profesional diperlukan KASAH adalah akronim dari Knowledge (pengetahuan), Ability (kemampuan), Skill (keterampilan), Attitude (sikap diri), dan Habit (kebiasaan diri). Menurut Muhammad Hatta (1954:5), yang dimaksud pengetahuan adalah sesuatu yang didapat dari membaca dan pengalaman. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan (analisis).
Pengetahuan menurut Saefudin Ansari (1991:45) dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu (1) pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan tentang hal-hal biasa, kejadian sehari-hari, yang selanjutnya disebut pengetahuan; (2) pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang selanjutnya disebut ilmu pengetahuan; (3) pengetahuan filosofis, yaitu semacam ‘’ilmu’’ istimewa yang mencoba menjawab istilah-istilah yang tidak terjawab oleh ilmu-ilmu biasa, yang sering disebut sebagai filsafat; (4) pengetahuan teologis, yaitu pengetahuan tentang keagamaan, pengetahuan tentang pemberitahuan dari Tuhan.
Dalam pengembangan profesionalisme guru, menambah ilmu pengetahuan adalah hal yang mutlak. Kita harus mempelajari segala macam pengetahuan, akan tetapi kita juga harus mengadakan skala prioritas. Kenapa demikian? Karena dalam menunjang keprofesionalan kita sebagai guru, menambah ilmu pengetahuan tentang keguruan sangat perlu. Namun bukan berarti kita hanya mempelajari satu disiplin ilmu saja. Semakin banyak ilmu pengetahuan yang kita pelajari, semakin banyak pula wawasan kita tentang berbagai ilmu.
Ability (kemampuan) terdiri dari dua unsur, yaitu yang biasa dipelajari dan yang amaliah. Pengetahuan dan keterampilan adalah unsur kemampuan yang biasa dipelajari, sedangkan yang alamiah orang menyebutnya dengan bakat. Jika orang hanya mengandalkan bakat saja tanpa mempelajari dan membiasakan kemampuannya, maka dia tidak akan berkembang. Karena bakat hanya sekian persen saja menuju keberhasilan. Sedangkan orang yang berhasil dalam mengembangkan profesionalisme itu ditunjang oleh ketekunan dalam mempelajari dan mengasah kemampuannya. Oleh karena itu, potensi yang ada pada kita harus terus diasah.
Kemampuan paling dasar yang diperlukan adalah kemampuan dalam mengantisipasi setiap perubahan terjadi. Oleh karena itu, seorang guru yang profesional tentunya tidak ingin ketinggalan dalam percaturan global. Dengan demikian, ia harus mengantisipasi perubahan itu dengan banyak membaca supaya bertambah ilmu pengetahuannya. Menurut Jeannette Vos (2003:87), jika seoran guru ingin bertambah luas pengetahuannya, maka ia harus menggunakan dunia ini sebagai ruang kelasnya. Untuk mengembangkan profesionalisme guru supaya berpengetahuan luas tentunya dibutuhkan kemauan. Seperti sebuah ungkapan, ‘’kalau ada kemauan, pasti ada jalan’’, maka segala sesuatu harus ditunjang terlebih dahulu oleh kemauan keras supaya berhasil.
Keterampilan (skill) merupakan salah satu unsur kemampuan yang dapat dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian yang bermanfaat untuk jangka panjang. Keterampilan merupakan the requisite knowledge and abilityi. Sebetulnya banyak sekali keterampilan yang dibutuhkan dalam pengembangan profesionalisme, tergantung pada jenis pekerjaan masing-masing. Keterampilan mengajar merupakan pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (ability) yang diperlukan untuk melaksanakan tugas guru dalam pengajaran. Menurut Nurdin (2004:144-146) bagi seorang guru yang tugasnya mengajar dan peranannya di dalam kelas, keterampilan yang harus dimiliki anatar lain: pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditur, perencana, supervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor. Sedangkan menurut Bafadal (1992:37) keterampilan yang harus dimiliki oelh seorang guru adalah: (1) keterampilan merencanakan pengajaran, (2) keterampilan mengimplementasikan pengajaran, (3) keterampilan menilai pengajaran.
Attitude (sikap diri) seseorang terbentuk oleh suasana lingkungan yang mengitarinya. Seorang anak pasti mulai belajar tentang dirinya melalui lingkungan yang terdekat, yaitu orang tua. Oleh karena itu, masa kecil adalah masa peniruan, di mana setiap gerak gerik yang dilihatnya akan dia tiru. Oleh karena itu, sikap diri perlu dikembangkan (tentunya yang baik). Salah satu contoh bila kita di rumah sangat ramah terhadap keluarga, besar kemungkinan di sekolah pun kita akan bersikap ramah terhadap anak didik dan teman sejawat. Dengan demikian, kita biasa melihat bahwa sikap diri merupakan kepribadian seseorang. Menurut Zuhairini (1991:186) kepribadian adalah hasil dari sebuah proses sepanjang hidup. Kepribadian bukan terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi terbentuk melalui perjuangan hidup yang sangat panjang. Apakah dia berkepribadian muslim, apakah seseorang itu berkepribadian baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab, semua itu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan demikian, faktor pendidikan sangat mempengaruhi kualitas kepribadian seseorang, yang di dalamnya ada guru yang juga mempunyai kepribadian yang baik.
Habit (kebiasaan diri) adalah suatu kegiatan yang terus menerus dilakukan yang tumbuh dari dalam pikiran. Pengembangan kebiasaan diri harus dilandasi dengan kesadaran bahwa usaha tersebut membutuhkan proses yang cukup panjang. Kebiasaan positif di antaranya adalah menyapa dengan ramah, memberi pujian kepada anak didik dengan tulus, menyampaikan rasa simpati, menyampaikan rasa penghargaan kepada kerabat, teman sejawat atau anak didik yang berprestasi dan lain-lain. Menurut AA Gym (2003:156) kebiasaan diri yang harus terus dilakukan di antaranya: beribadah dengan benar dan istiqamah, berakhlak baik, belajar dan berlatih tiada henti, bekerja keras dengan cerdas, bersahaja dalam hidup, bantu sesama dan bersihkan hati selalu.
Itulah beberapa kebiasaan diri yang harus dilakukan. Apabila seorang guru yang menjadi fublic figure di tengah-tengah anak didiknya, sudah barang tentu harus mempunyai kebiasaan yang baik, supaya anak didiknya memberikan penilaian terbaik kepada kita.
Guru sebagai social worker (pekerja sosial) sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, kebutuhan masyarakat akan guru belum seimbang dengan sikap sosial masyarakat terhadap profesi guru. Berbeda bila dibandingkan dengan penghargaan mereka terhadap profesi lain, seperti dokter, pengacara, insinyur, dan sebagainya. Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap guru, menurut Tabrani Rusyan (Nurdin, 2004:192), disebabkan beberapa faktor yaitu:
1. Adanya pandangan sebagian masyarakat bahwa siapa pun dapat menjadi guru dapat menjadi guru, asalkan ia berpengetahuan, walaupun tidak mengerti didaktik metodik.
2. Kekurangan tenaga guru di daerah terpencil memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai kewenangan profesional untuk menjadi guru.
3. Banyak tenaga guru sendiri yang belum menghargai profesinya sendiri, apalagi berusaha mengembangkan profesi tersebut. Perasaan rendah diri karena menjadi guru masih menggelayut di hati mereka sehingga mereka melakukan penyalah-gunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadi, yang hanya akan menambah pudar wibawa guru di mata masyarakat.

Berdasarkan pendapat di atas nampak jelas bahwa guru merupakan suatu jabatan atau profesi yang menuntut suatu keahlian khusus. Memang tidak setiap orang bisa menjadi guru, karena harus didukung dengan komponen-komponen yang menunjang profesi tersebut, seperti kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Juga untuk menjadi guru dibutuhkan keahlian khusus, maka ia harus lulus pendidikan keguruan atau pendidikan profesi dan harus lulus ujian sertifikasi, baik ujian tertulis, kinerja maupun portfolio.
Peran guru dalam pembelajaran seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2005:13) sebagai perencana, peran sebagai pengelola, dan peran guru sebagai evaluator. Peran guru sebagai perencana pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 memberikan peluang kepada guru untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa serta kondisi daerah masing-masing. Oleh karena itu dalam proses penyusunan perencanaan, guru dituntut agar memahami kebutuhan dan kondisi daerah setempat, di samping memahami karakteristik siswa. Melalui pemahaman itu selanjutnya guru mendesain pembelajaran yang sesuai dengan kondisi lapangan dan kebutuhan.
Guru sebagai pengelola pembelajaran tujuannya agar terciptanya kondisi lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa, sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak merasa terpaksa apalagi tertekan. Oleh karena itulah, peran dan tanggung jawab guru sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning) menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, baik iklim sosial maupun iklim psikologis. Iklim sosial yang baik ditunjukkan oleh terciptanya hubungan yang harmonis baik antara guru dan siswa, guru-guru atau antar guru dan pimpinan sekolah; sedang hubungan psikologis ditunjukkan oleh adanya saling kepercayaan dan saling menghormati antarsemua unsur di sekolah. Melalui iklim yang demikian, memungkinkan siswa untuk berkembang secara optimal, terbuka dan demokratis.
Guru sebagai fasilitator, tugas guru adalah membantu untuk mempermudah siswa belajar. Dengan demikian guru perlu memahami karakteristik siswa termasuk gaya belajar, kebutuhan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Melalui pemahaman itu guru dapat melayanidan memfasilitasi setiap siswa. Sebagai seorang fasilitator guru harus menempatkan diri sebagai orang yang memberi pengarahan dan petunjuk agar siswa dapat belajar secara optimal. Dengan demikian yang menjadi sentral kegiatan pembelajaran adalah siswa bukan guru. Guru tidak berperan sebagai sumber belajar yang dianggap serba bisa dan serba tahu segala macam hal.
Guru sebagai seorang evaluator tidak kalah pentingnya dengan peran yang lain. Dilihat dari fungsinya evaluasi bisa berfungsi sebagai formatif dan sumatif. Evaluasi formatif berfungsi untuk melihat berbagai kelemahan guru dalam mengajar. Artinya hasil dari evaluasi ini digunakan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki kinerja guru. Evaluasi sumatif digunakan sebagai bahan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian peran guru sebagai seorang evaluator, menunjukkan ke dalam dua hal, yaitu peran untuk melihat keberhasilannya dalam mengajar dan peran untuk menentukan ketercapaian siswa dalam menguasai kompetensi sesuai dengan kurikulum.

III. Pembahasan
A. Peran Sertifikasi Guru
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XVI Pasal 61 ayat (3) sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
Lebih lanjut menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8 pasal 13 bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sejalan dengan pasal di atas, Gordon (1988) menjelaskan beberapa aspek yang harus terkandung dalam kompetensi sebagai berikut:
a. Pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan seseorang untuk melakukan sesuatu, misalnya akan dapat melakukan proses berpikir ilmiah untuk memecahkan suatu persoalan manakala ia memiliki pengetahuan yang memadai tentang langkah-langkah berpikir ilmiah.
b. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu.
c. Keterampilan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dibebankan.
d. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya.
e. Sikap (attitude), yaitu perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
f. Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan.

Dari uraian di atas, maka kompetensi bukan hanya ada dalam tatanan pengetahuan akan tetapi sebuah kompetensi harus tergambarkan dalam pola perilaku. Artinya seseorang dikatakan memiliki kompetensi tertentu, akan tetapi bagaimana implikasi dan implementasi pengetahuan itu dalam pola perilaku atau tindakan yang ia lakukan. Dengan demikian, maka kompetensi pada dasarnya merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Pemerintah hendaknya serius dalam melaksanakan Uji Kompetensi terhadap para guru TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK. Karena tanpa keseriusan, mereka yang tak berkompeten, tak berkualitas, dan tak berhak tidak bakal memperolehnya sertifkat itu. Hal itu dengan mempertimbangkan dua alasan menurut Y. Yuparsa A (dalam Kompas Senin, 10 Juli 2006 hal. 13): ‘’Pertama, sekalipun wajib diikuti setiap guru, sertifikasi ini juga merupakan bagian dari upaya mencapai tujuan pendidikan nasional. Kedua, implikasi uji kompetensi dalam proses sertifikasi ini adalah meningkatnya pendapatan guru dalam rangka meningkatkan kesejahteraan guru.
Oleh karena itu, uji kompetensi yang baik harus dilaksanakan berlandaskan nilai dan semangat kecermatan atau validitas, bijak serta adil. Cermat atau valid maksudnya instrument uji kompetensi mampu menentukan guru yang memang benar-benar layak untuk memperoleh sertifikat pendidik sebagai guru profesional. Dikatakan demikian karena memang yang bersangkutan cakap atau kompeten sebagai pendidik.
Dengan mempertimbangkan sasaran seperti itu, instrument tes berupa pilihan ganda tak akan mampu menggali potensi guru sesungguhnya. Instrumen pilihan ganda hanya menggali sisi permukaan kognitif dangkal yaitu ingatan, pemahaman dan penerapan. Sisi-sisi psikomotorik dan afeksinya? Padahal kompeten dan profesional esensinya jelas terkutat dalam duo dan satu itu: kognitif dan afektif.
Secara konseptual, untuk menguji kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional, tidak cukup hanya dengan instrument uji tulis semata. Pemerintah perlu pula mengembangkan alat uji lain yang mampu menembus pengetahuan dan potensi guru dari sisi kepribadian, sosial, dan psikologisnya. Misalnya bentuk psikotes, angket, wawancara, pengamatan bahkan dengan simulasi.
Prinsip bijak maksudnya, sekalipun para guru wajib mengikuti uji kompetensi, selayaknya pemerintah juga mempertimbangkan bahwa pemenuhan kesejahteraan hidup para guru merupakan sebuah keniscayaan yang wajib dilakukan. Sebab, kelayakan untuk menjadi seorang guru profesional sebenarnya sudah dimiliki yakni dengan mengantongi sertifikat kelulusan dari LPTK. Dengan demikian, model uji kompetensi yang dikembangkan bukan hanya untuk menguji, melainkan sebagai bagian dari upaya pembinaan dan pengembangan sehingga para guru layak menyandang sertifikat guru profesional versi sertifikasi.
Prinsip berkeadilan terkait dengan siapa yang diprioritaskan untuk diikutsertakan dalam proses sertifikasi ini, mengingat pemerintah merencanakan menentukan para guru yang dapat mengikuti proses sertifikasi ini. Agar prosesnya berkeadilan, sebaiknya pemerintah merancang sistem yang transparan untuk mengatur orang yang diberi kesempatan ikut proses sertifikasi. Mungkin sebaiknya, guru-guru yang terlebih dahulu diprioritaskan mengikuti proses sertifikasi ialah mereka yang masa kerjanya lama, kemudian diurut rancang sehingga mencapai batas satu masa uji.
Prinsip berkeadilan juga berlaku dengan tidak membedakan status guru. Apakah guru PNS, guru swasta, guru honor, atau guru bantu. Maka sudah selayaknya pemerintah memberikan pelayanan yang sama dalam proses sertifikasi ini. Termasuk memberi kesempatan kepada para guru honorer, guru bantu, guru swasta yang kompeten untuk memiliki sertifikasi pendidik itu. Akan menjadi tidak adil jika sertifikasi hanya memberi kesempatan kepada guru-guru yang berstatus pegawai negeri sipil atau PNS saja. Padahal, boleh jadi peran guru swasta, guru honorer, dan guru bantu jauh lebih besar dibandingkan dengan para PNS itu.

B. Profesionalisme Guru
Pembangunan dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Guru adalah pendidik profesional dengan utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional maka syarat dan ciri pokok pekerjaan profesional menurut Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2005:142-143) sebagai berikut:
a. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
b. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas.
c. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya.
d. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya itu.

Apakah pekerjaan guru telah memenuhi kriteria sebagai pekerjaan profesional maka ciri dan karakteristik dari proses mengajar sebagai tugas profesional guru menurut Sanjaya (2005:143-144) sebagai berikut:
1) Mengajar bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran saja, akan tetapi merupakan pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks. Oleh karena itu dalam melaksanakannya, diperlukan sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu pengetahuan yang spesifik. Artinya, setiap keputusan dalam melaksanakan aktivitas mengajar bukanlah didasarkan kepada pertimbangan subjektif atau tugas yang dapat dilakukan sekehendak hati, akan tetapi didasarkan kepada suatu pertimbangan berdasarkan keilmuan tertentu, sehingga apa yang dilakukan guru dalam mengajar dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang guru profesional diperlukan latar belakang pendidikan yang sesuai, yaitu latar belakang pendidikan keguruan.
2) Sebagaimana halnya tugas seorang dokter yang berprofesi menyembuhkan penyakit pasiennya, maka tugas seorang guru pun memiliki bidang keahlian yang jelas, yaitu mengantarkan siswa ke arah tujuan yang diinginkan. Memang hasil pekerjaan seorang dokter atau profesi lainnya berbeda dengan hasil pekerjaan seorang guru. Kinerja profesi non keguruan seperti seorang dokter biasanya dapat dilihat dalam waktu yang singkat. Namun tidak demikian dengan guru. Hasil pekerjaan seorang guru seperti mengembangkan minat dan bakat serta potensi yang dimiliki seseorang, termasuk mengembangkan sikap tertentu memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga hasilnya baru dapat dilihat setelah beberapa lama, mungkin satu generasi. Oleh karena itu kegagalan guru dalam membelajarkan siswa berarti kegagalan membentuk satu generasi manusia.
3) Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya, diperlukan tingkat pendidikan yang memadai. Menjadi guru bukan hanya cukup memahami materi yang harus disampaikan, akan tetapi juga diperlukan kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan yang lain, misalnya pemahaman tentang psikologi perkembangan manusia, pemahaman tentang teori perubahan tingkah laku, kemampuan mengimplementasikan berbagai teori belajar, kemampuan merancang, dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, kemampuan mendesain strategi pembelajaran yang tepat dan lain sebagainya, termasuk kemampuan mengevaluasi proses dan hasil kerja. Oleh karena itulah seorang guru bukan hanya tahu tentang what to teach, akan tetapi juga paham tentang how to teach. Kemampuan semacam itu tidak mungkin datang dengan sendirinya, akan tetapi hanya mungkin didapatkan dari satu proses pendidikan yang memadai dari satu lembaga pendidikan yang khusus yaitu lembaga pendidikan keguruan.
4) Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan berperan aktif di masyarakat. Oleh sebab itu tidak mungkin pekerjaan seorang guru dapat melepaskan dari kehidupan sosial. Hal ini berarti, apa yang dilakukan guru akan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat. Sebaliknya semakin tinggi derajat keprofesionalan seseorang, misalnya tingkat pendidikan keguruan seseorang, maka semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan masyarakat.
5) Pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang statis, akan tetapi pekerjaan yang dinamis, yang selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itulah guru dituntut peka terhadap dinamika perkembangan masyarakat, baik perkembangan kebutuhan yang selamanya berubah, perkembangan sosial, budaya, politik termasuk perkembangan teknologi.

Menurut Charles E. Johnson (dalam Sanjaya, 2005:145-146) bahwa kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian suatu kompetensi ditunjukkan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggung jawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
a. Kompetensi Pribadi
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
b. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
c. Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok.

IV. Penutup
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal berikut:
A. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
B. Kompetensi guru meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
C. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi juga sertifkasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel.
D. Pengembangan profesional diperlukan knowledge (pengetahuan), ability (kemampuan), skill (keterampilan), attitude (sikap diri), dan habit (kebiasaan).
E. Kompetensi profesional guru meliputi: kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.


DAFTAR PUSTAKA

Amran, Tatty S.B. 1994. Kiat Wanita Meniti Karier. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.

Fajar, Arnie. 2006. Peranan Sertifikasi Guru dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru. Dalam Makalah Seminar Nasional Sosialisasi Sertifikasi Guru dalam memaknai UU No. 14 Tahun 2005. Bandung: Disdik Jawa Barat.

Jalal, Fasli. 2006. Gaji Guru Naik Mulai Januari 2007: Take Home Pay Minimal Rp. 3 Juta. Dalam Pikiran Rakyat 6 Oktober 2006 hal. 12.

Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat menjadi Guru Profesional. Jogjakarta: Prisma Sophie.

Samani, Muclas dkk. 2006. Mengenai Sertifikasi Guru di Indonesia. Surabaya: SIC.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Impelementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media.

Sardiman, A.M. 2001. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Surayin. 2004. Tanya Jawab Undang-Undang Republik Inodneia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Bandung: Yrama Widya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen. 2006. Jakarta: Eka Jaya.

Zuhaiirini, dkk. 1992. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar