Jumat, 16 Oktober 2015

PRO & KONTRA BELA NEGARA

ENDANG KOMARA Guru Besar Kopertis Wilayah IV Dpk Pada STKIP Pasundan, Ketua STKIP Pasundan, Ketua Korpri Kopertis Wilayah IV Program bela negara yang diinisiasi oleh Kementerian Pertahanan dikhawatirkan sebagai upaya untuk mencegah kritik masyarakat terhadap pemerintah. Program ini dinilai memiliki konsep yang sangat luas, tak hanya berkaitan dengan militerisme namun materi dasar berhubungan dengan Pancasila sebagai dasar negara, cinta tanah air, nilai kegotong royongan, hingga kerelaan berkorban demi kepentingan negara. Yang tidak kalah penting adalah penanaman nilai-nilai moral, karakter, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun landasan yuridis bela negara adalah UUD 1945 Pasal 27 ayat 3 yaitu: ‘’Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara’’. Kementerian Pertahanan akan mencetak kader bela negara yang akan dimulai bulan ini. Juga disamping itu pemerintah sedang menyiapkan konsep Undang-Undang Bela Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Konsep tersebut dinilai akan mampu meningkatkan disiplin dan etos kerja masyarakat. Menurut Mufti Makarin (2015) bela negara memiliki konsep sangat luas. Kritik korupsi terhadap penyalahgunaan wewenang juga disebut bela negara. Jangan-jangan orang yang kritik pemerintah nantinya malah dianggap melawan negara. Lebih lanjut Mufti (2015) mengatakan, bela negara seharusnya lebih ditekankan untuk meningkatkan kedisiplinan, etos dan pembentukan karakter. Adapun salah satu cara terbaik melakukan program tersebut ialah melalui jalur pendidikan. Tujuannya sebagai sarana untuk menumbuhkan rasa nasionalisme.. Menhankam Ryamizard Ryacudu (2015) berencana merekrut 100 juta kader bela negara dari seluruh wilayah di Indonesia. Menurutnya keberadaan kader bela negara sangat penting dan mendesak mengingat adanya kecenderungan lunturnya wawasan kebangsaan belakangan ini. Karena sistem bela negara yang kuat akan menjadikan suatu negara lebih kuat. Sasarannya dari semua kalangan yang berusia 18-50 tahun, termasuk pelajar. Pembentukan kader bela negara akan dilakukan melalui program ketahanan negara di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada tahun ini akan dimulai di 45 kabupaten/kota yang berada di 11 Kodam, yang berjumlah 4.500 kader bela negara yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 19 Oktober 2015. Setelah tahap awal selama sebulan ini, secara bertahap pendadaran bela negara ini disebarluaskan di semua kalangan, profesi dan tingkatan usia, hingga angka 100 juta kader bela negara ini terbentuk. Bela negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan bangsa dan negara. Pembelaan negara bukan semata-mata tugas TNI, tetapi segenap warga negara sesuai kemampuan dan profesinya dalam kehidupan bermasysrakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian bela negara merupakan sikap dan tindakan warga negara yang didasari oleh kecintaan pada negaranya, untuk melindungi dan mempertahankan negaranya dari berbagai macam ancaman, baik ancaman dari dalam negeri maupun ancaman dari luar negeri. Era reformasi telah banyak perubahan di hampir semua bidang kehidupan IPOLEKSOSBUDHANKAMAG. Ada perubahan positif yang bermanfaat bagi masyarakat, namun ada juga yang bersifat negatif dan pada gilirannya akan merugikan bagi keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim kanan, menarik perhatian bangsa kita, khususnya generasi muda untuk dipelajari, dipahami dan diterapkan dalam upaya mencari jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu oleh sistem pemerintahan otoriter. Salah satu dampak buruk dari reformasi adalah memudarnya semangat nasionalisme dan kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan atau ketidaksetujuan dengan kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang wajar dalam suatu sistem politik yang demokratis, namun berbagai tindakan anarkis, konflik sara dan separatisme yang sering terjadi dengan mengatasnamakan demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan sebagai suatu bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi, telah menjadi tujuan utama semangat untuk membela negara seolah telah memudar. Menurut Anwar (2011) bahwa bela negara dapat terlihat dari sebuah kesadaran. Kesadaran bela negara pada hakikatnya merupakan kesediaan berbakti pada negara dan berkorban demi membela negara. Kesadaran bela negara dabangun sebagai bagian dari sistem pertahanan negara. Oleh sebab itu pertahanan negara dilaksanakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya. Upaya bela negara selain sebagai kewajiban dasar juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Pertahanan semesta tidak akan dapat dimobilisasi jika warga negara yang menjadi sentral bergeraknya sistem tidak memiliki sifat dan perilaku yang dijiwai oleh kesadaran bela negara. Menurut Wardana (2009) bahwa, indikator perilaku bela negara antara lain: mencintai tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara serta memiliki kemampuan awal bela negara. Secara fisik, bela negara diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik atau agresi dari pihak yang mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara non fifik diartikan sebagai upaya untuk serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, baik melalui pendidikan, moral, sosial maupun peningkatan kesejahteraan sesuai dengan tujuan negara kita. *** Semoga ***.

Senin, 05 Oktober 2015

PERGURUAN TINGGI & PENINGKATAN MUTU

ENDANG KOMARA Guru Besar Kopertis Wilayah IV Dpk Pada STKIP Pasundan, Ketua STKIP Pasundan, Ketua Korpri Kopertis Wilayah IV Berdasarkan Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Kemenristek Dikti terdapat 243 PTS yang statusnya dinyatakan nonaktif. Sebanyak 47 diantaranya ada di Jawa Barat. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Prof. Dr. Ainun Naim bahwa, kampus berstatus nonaktif tidak berarti penyelenggaraan kegiatan perkuliahan dihentikan. Akan tetapi untuk sementara kampus tersebut tidak diperkenankan menerima mahasiswa semester baru, hingga status kampus tersebut dinyatakan aktif kembali. Jika kampus nonaktif ini tidak bisa menyelenggarakan perkuliahan agar mahasiswa dipindahkan ke perguruan tinggi lain. Seluruh PTS yang berstatus nonaktif tersebut terindikasi melakukan pelanggaran mulai dari masalah laporan akademik, rasio jumlah dosen dan mahasiswa yang tidak ideal (rasio ideal untuk perguruan tinggi adalah1:30 untuk ilmu eksakta dan 1:45 untuk ilmu sosial), pelanggaran peraturan perundang-undangan, hingga masalah sengketa yayasan. Tuntutan masyarakat terhadap terhadap mutu pendidikan tinggi (PT) semakin meningkat. Perguruan tinggi dituntut untuk dapat melahirkan ilmuwan yang mandiri dan inovatif untuk membangun masyarakat. Inovasi yang dikembangkan perguruan tinggi perlu sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat yang cenderung berubah. Perguruan tinggi merupakan wadah pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, yaitu manusia yang memiliki kompetensi akademik, profesional dan intelektual. Sumber daya manusia yang menguasai sains dan teknologi, perguruan tinggi juga harus mengembangkan sains dan teknologi sehingga bisa berkembang dan bersaing, terutama dalam menghadapi MEA 2015, yang akan diberlakukan akhir tahun ini. Banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan tinggi. Faktor yang dominan yang mempengaruhi mutu pendidikaan tinggi adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), terutama tenaga akademik, minimal enam orang dosen tetap untuk Strata 1 berijazah S2, enam orang doktor dosen tetap untuk Strata 2, serta enam orang doktor dan dua orang guru besar dosen tetap untuk Strata 3. Tenaga akademik merupakan faktor kunci dalam internal perguruan tinggi yang dapat menjadi penentu keberhasilan organisasi perguruan tinggi. Faktor internal ini sifatnya dapat dikendalikan oleh pelaku organisasi perguruaan tinggi yang terlibat dengan pencapaian tujuan. Menurut Soeparna dan Ridwan Saidi (2004) bahwa, sumber daya manusia merupakan asset paling berharga bagi suatu perguruan tinggi, dan sering dianggap sebagai keunggulan kompetitif dibandingkan industri, bisnis dan sektor pemerintahan. Salah satu kekuatan internal perguruan tinggi adalah adanya tenaga akademik yang berkualitas tinggi, yang ditandai dengan banyaknya jumlah dosen yang menguasai bidang dan disiplin ilmu yang memiliki kualifikasi S2, S3 dan guru besar. Oleh karena itu pengembangan terhadap sumber daya manusia menjadi kebutuhan penting dalam setiap perguruan tinggi. Salah satu cara untuk memperbaiki lembaga pendidikan adalah dengan melakukan pembinaan sumber daya manusia tenaga kependidikan agar mampu menjadi agent of change. Ini artinya, tingkat kualitas tenaga kependidikan yang mendapat pengembangan dan pembinaan profesi akan berimplikasi terhadap peningkatan mutu dan keberhasilan pendidikan tinggi. Pengembangan dan peningkatan kualitas dosen sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui perguruan tinggi. Pentingnya pengembangan dan peningkatan kualitas dosen dilatar belakangi oleh dua hal. Pertama, tuntutan terhadap pencapaian target akhir pendidikan tinggi yaitu menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kedua, adanya sorotan negataif terhadaap perguruan tinggi tentang rendahnya kualitas dalam belajar mengajar yang hanya mementingkan hafalan, rendahnya motivasi dosen menjalankan tugasnya, rendahnya kualitas publikasi ilmiah serta sedikitnya buku berkualitas tinggi yang ditulis oleh seorang dosen. Peningkatan kualitas tenaga akademik ini dilakukan sebagai upaya peningkatan profesionalisme tenaga akademik, baik dalam bidang pembelajaran , penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat sebagaimana yang diamanatkan oleh tridharma perguruan tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan profesi dan mendidik bagi para dosen. Pasalnya, kedua unsur ini sangat perlu dalam pengembangan peserta didik dan dosen. Tanpa dididik dengan baik, perguruan tinggi akan menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian tertentu tetapi tidak dibarengi oleh perkembangan moral dan mental yang memadai. Lulusan seperti ini sangat berbahaya bagi masyarakat dan bangsa. Sementara itu, profesi dosen mutlak perlu dikembangkan agar dapat melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan zaman. Setiap perguruan tinggi seyogyanya terlibat dalam program pengembangan mengingat ia hidup dalam lingkungan yang selalu berubah dan berkembang yang terkadang mengandung ketidakpastian yang tinggi. Penelitian dan pengembangan diharapkan memunculkan inovasi pendidikan yang bermanfaat bagi lembaga pendidikaan tinggi dan masyarakat. Dengan demikian, pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia sangat diperlukan sebagai fasilitas pendidikan secara bersama untuk memperoleh efek sinergik dalam meningkatkan mutu lulusan sehingga mereka mampu bersaing secara kompetitif pada era globalisasi. Inilah salah satu peranan penting perguruan tinggi yang dituntut untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang handal. Langkah penting yang dapat dilakukan lembaga pendidikan tinggi adalah dengan mengembangkan program pembinaan profesi dosen yang meliputi bidang pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi berkualitas harus mampu mengembangkan potensi mahasiswa agar bisa menjadi sarjana yang bertaqwa, cakap, bermartabat, bermanfaat bagi pembangunan dan masyarakat, dan bisa berkompetisi dalam pasar global; serta memberi solusi bagi pembangunan sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, mengembangkan dan menciptakan pengetahuan dana teknologi yang meningkatkan daya saing (lulusan, perguruan tinggi, daerah, bangsa) membangun knowledge capital melalui riset dan pemberdayaan masyarakat. *** Semoga ***.

KEPEMIMPINAN MAHASISWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Prof. Dr. Endang Komara, M.Si

I. Latar Belakang Mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of social change) dalam masyarakat begitu besar. Hal ini membawa konsekuensi serius dalam kehidupan masyarakat. Mahasiswa dalam perspektif masyarakat adalah kaum terdidik yang mampu menjadi motorik (pengagas sekaligus penggerak) perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Jumlah mahasiswa Indonesia saat ini baru 4,8 juta orang. Bila dihitung terhadap populasi penduduk berusia 19-24 tahun, maka angka partisipasi kasarnya baru 18,4 persen. Apabila dihitung terhadap populasi usia 19-30 tahun, angka partisipasi kasarnya baru 23 persen. Jumlah ini masih tertinggal dibandingkan negara-negara maju. Menurut Mendiknas (2014), APK 30 persen artinya, 30 persen dari penduduk berusia 19-23 tahun bisa menikmati bangku perguruan tinggi. Ia mengatakan, dengan APK 30 persen itu kualitas bangsa akan meningkat dan pertumbuhan ekponomi Indonesia bisa lebih baik dari angka sekarang yang mencapai 6 persen. Bahkan, pada tahun 2045 mendatang Indonesia bisa meraih pendapatan perkapita 46.900 dollar AS. Pendidikan merupakan mesin mobilitas vertikal sosial ekonomi dan budaya. Kepemimpinan dalam konsep Al-Qur’an disebutkan dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengaitkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman, baik kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan maupun kezaliman dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin harus mengetahui keadaan umatnya, merasakan langsung penderitaan mereka. Seorang pemimpin harus melebihi umatnya dalam segala hal: keilmuan dan perbuatan, pengabian dan ibadah, keberanian dan keutamaan, sifat, perilaku dan lainnya. II. Pembahasan Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan seseorang sehingga ia memperoleh rasa hormat (respect), pengakuan (recognition), kepercayaan (trust), ketaatan (obedience), dan kesetiaan (loyality) untuk memimpin kelompoknya dalam kehidupan bersama menuju tujuan yang diharapkan. Secara sederhana, apabila berkumpul 3 (tiga) orang atau lebih kemudian salah seorang diantara mereka ‘’mengajak’’ teman-temannya untuk melakukan sesuatu seperti: nonton film, bermain sepak bola, dan lain-lain, orang tersebut telah melakukan ‘’kegiatan memimpin’’, karena ada unsur ‘’mengajak’’ dan mengkoordinasi, ada teman dan ada kegiatan dan sasarannya. Tetapi, dalam merumuskan batasan atau definisi kepemimpinan ternyata bukan merupakan hal yang mudah dan banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang kepemimpinan yang tentu saja menurut pandangannya masing-masing. Beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut: 1. Koontz & O’donnel, kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya. 2. Wexley & Yurki (1977), kepemimpinan mengandung arti mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengarahkan tenaga, dalam tugasnya atau merubah tingkah laku mereka. 3. Georger R. Terry, kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk bersedia berusaha mencapai tujuan bersama. Arti keepemimpinan Imamah atau kepemimpinan Islam adalah konsep yang tercantum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, yang meliputi kehidupan manusia dari pribadi, berdua, keluarga bahkan sampai umat manusia atau kelompok. Konsep ini mencakup baik cara-cara memimpin maupun dipimpin demi terlaksananya ajaran islam untuk menjamin kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat sebagai tujuannya. Kepemimpinan Islam sudah merupakan fitrah bagiann setiap manusia yang sekaligus memotivasi kepemimpinan yang Islami. Manusia diamanahi Allah untuk menjadi khalifah Allah (wakil Allah) di muka bumu. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘’Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’’ Mereka berkata: ‘’Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’’ Tuhan berfirman: ‘’Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’’ (Q.S. al-Baqarah:30). Kholifah bertugas merealisasikan misi sucinya sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta. Sekaligus sebagai abdullah (hamba Allah) yang senantiasa patuh dan terpanggil untuk mengabdikan segenap dedikasinya di jalan Allah. Sabda Rasulullah: ‘’Setia kamu adalah pemimpin dan tiap-tiap pemimpin dimintai pertanggungjawabannya (responsibilitinya)’’. Manusia yang diberi amanah dapat memelihara amanah teresebut dan Allah telah melengkapi manusia dengan kemampuan konseptual atau potensi (fitrah): dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: ‘’Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar-benar orang-orang yang benar!’’ (Q.S. al-Baqarah:31) serta hendak bebas untuk menggunakan dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Konsep amanah yang diberikan kepada manusia sebagai khalifah fil ardli menempati posisi sentral dalam kepemimpinan Islam. Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia menuntut terjalinnya hubungan atau interaksi yang sebaik-baiknya antara manusia dengan pemberi amanah (Allah), yaitu: Pertama, mengerjakan semua perintah Allah. Kedua, menjauhi semua larangan-Nya. Ketiga, ridha (ikhlas) menerima semua hukum-hukum atau ketentuannya. Selain hubungan dengan pemberi amanah (Allah), juga membangun hubungan baik dengan sesama manusia serta lingkuingan yang diamanahkan kepadanya (Q.S. Ali Imran:112). Tuntutannya, diperlukan kemampuan memimpin atau mengatur hubungan vertikal manusia dengan Sang pemberi (Allah) amanah dan interaksi horizontal dengan sesamanya. Jika kita memperhatikan teori-teori tentang funhsi dan peran seorang pemimpin yang digagas dan dilontarkan oleh pemikir-pemikir dari dunia barat, maka kita akan menemukan bahwa aspek kepemimpinan itu sebagai sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas maupun kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan memgkoordinasi secara horizontal semata. Konsep Islam, kepemimpinan sebagai sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas, kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasi baik secara horizontal maupun vertikal. Kemudian, dalam teori manajemen, fungsi pemimpin sebagai perencana dan pengambil keputusan (planning and decision maker), pengorganisasian (organization), kepemimpinan dan motivasi (leading and mpotivation), pengawasan (controling) dan lain-lain. Konsep kepemimpinan Rasulullah dalam konteks modern tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang pemimpin yang sangat berhasil dan sukses secara gemilang. Dalam menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam kepemimpinan maka ada beberapa metode yang dapat dijadikamn pedoman dari kepemimpinan Rasulullah Saw yaitu: a. Selalu Dibimbing Wahyu. Dalam kepemimpinan Rasulullah selalu dibimbing oleh wahyu ini adalah kunci dari kepemimpinan Rasulullah. Dalam memimpin umat menuju jalan allah nabi selalu dibimbing oleh wahyu. b. Menghidupkan Syura. Rahasia selanjutnya adalah syura atau musyawarah. Rasulullah yang memiliki kedudukan sangat mulia itu banyak melakukan musyawarah dengan para sahabat dalam urusan yang tidak diatur oleh wahyu. c. Keteladanan. Selain itu kunci keteladanan Rasulullah adalah keteladanan dimana beliau selalu satu kata satu perbuatan. Keteladanan adalah cara paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai positif. d. Egaliter. Nabi adalah seorang yang egaliter. Egaliternya nabi dapat dilihat dari panggilan yang digunakan oleh nabi kepada umatnya dengan sebutan sahabat yang menunjukkan kesetaraan. e. Mementingkan kaderisasi. Dalam memimpin Rasulullah selalu memikirkan kaderisasi, yang dikader dengan tempaan yang luar biasa untuk menjadikan regenerasi ketika pada akhirnya wafat. Seorang pemimpin tidak boleh mematikan kader yang akan tumbuh. f. Integritas pribadi. Selanjutnya adalah Rasulullah memiliki akhlaqul karimah, nabi adalah pemimpin yang peduli, penuh empati, penyantun, lemah lembut, pemaaf, disiplin, kerja keras, menghormati waktu dan sifat terpuji lainnya. Sifat itulah yang menjadi referensi dan rujukan bagi para sahabat dalam berperilaku. Urusan kepemimpinan dalam islam merupakan salah satu kewajiban agama diantara kewajiban lainnya, sebab agama tidak mungkin tegak tanpa pemimpin. Hal ini erat kaitannya dengan fitrah manusia, dimana setiap manusia dilahirkan untuk menjadoi seorang pemimpin. Seperti sabda Rasulullah, ‘’setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya’’ (HR. Bukhari dan Muslim). Hanya tingkatan pemimpin itu yang berbeda, ada yang memimpin dal;am l;ingkup kecil sepertyi lingkup keluarga, sampai lingkup yang paling besar seperti menjadi pemimpin suatu negara. Namun di level manapun seorang pemimpin pasti ingin menjadi pemimpin yangh sukses dan ditaati. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu membawa perubahan yang lebih baik pada yang dipimpinnya. Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkau maupun jabatan seseorang. Kemimpinan adalah sesuatu yang muincul dari dalam damn merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitarnya, maupun lingkungan masyarakat luas atau negara. Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil proses dari perubahan karakter atau transformasi imnternal dalam diri seseorang. Kepemimpinan nukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi perdamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karaketr yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindkannya mulai memberikan pengaruh pada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, maka pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Pemimpin sejati bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Nabi Muhammad Saw adalah pemimpin yang sangat berhasil. Belaiu berhasil merubah masyarakat Arab yang awalnya berperilaku jahiliyah menjadi masysrakat madani yang berperadaban tinggi dan mulia. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kepemimpinan Rasulullah sangat berhasil diantaranya: 1) Sejak kecil; beliau telah memili,ki kepribadian yang mulia. 2) Dalam hal memimpin selalu berpedoman pada aturan, dalam hal ini adalah wahyu Allah. 3) Dalam hal yang bersifat ijtihadiyah belaiu selalu bermusyawarah dengan para sahabat. 4) Sebagai seorang pemimpin, belaiu selalu bersama umatnya dan merasakan apa yang dirasakan oleh umatnya. 5) Dalam memimpin, beliau tidak hanya membimbing dan mengarahkan dari balik meja, tetapi beliau terjun langsungh ke lapangan. 6) Belaiu sangat konsisten dengan apa yang disampaikan. 7) Belaiu sangat baik hati, lemah lembut, sederhana, jujr, amanah dan bersahaja. Mahasiswa sebagai puncak generasi muda merupakan ladang utama orang-orang yang mempunyai kreatif tinggi. Mahasiswa yang berilmu pengetahuan luas, menyukai hal-hal yang baru, bersemangat yang tinggi, berpikir kritis, dan berkepedulian sosial tinggi, merupakan agen yang mampu mengembangkan perekonomian Indonesia dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Mahasiswa yang telah berani berwirausaha membutkikan bahwa usaha yang dilakukan mereka dapat membuahkan hasil yang manis karena selain menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain, menambah pengalaman diri sendiri, juga dapat memotivasi mahasiswa lain untuk melakukan hal yang serupa (Astuti, 2011). Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sikdiknas Bab VI bagian keempat pasal 19, mahasiswa adalah sebuah akademis untuk siswa/murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya. Kata ‘’maha’’ berarti tinggi, paling, sementara ‘’siswa’’ berarti pelajar, subjek (bukan objek) pembelajaran. Begitu singkatnya bila diartikan secara harfiah. Sehingga dalam pengertian dari segi bahasa. Mahasiswa lebih kurang berarti pelajar yang tinggi (dalam hal ilmu) atau pelajar yang telah mencapai jenjang pendidikan tinggi 9Universitas). Mahasiswa sebagai agent of change (pelaku perubahan) dituntut untuk dapat memberikan perubahan yang positif bagi lingkungannya. (Arshad, 2010). Gelar yang disandang mahasiswa ini membawa konsekuensi serius dalam kehidupan bermasyarakat. Mahasiswa dalam perspektif masyarakat adalah kaum terdidik yang mampu menjadi motorik (penggagas sekaligus penggerak) perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Maka dengan demikian, pengharapan masyarakat akan kontribusi nyata mahasiswa begitu besar. Menyoal kontribusi mahasiswa dalam masyarakat yang melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yang terdiri dari pembelajaran, penelitian dan pengabdian masysarakat. Pembelajaran memang menjadi konsekuensi logis dari seorang pelajar. Sementara penelitian dilakukan untuk melengkapi proses pembelajaran itu sendiri. Sesdangkan pengabdian masyarakat adalah akumulasi dari proses pembelajaran dan penelitian yang bersifat aplikatif. Sebagai salah satu kelompok sosial yang merupakan bagian dari masyarakat, mahasiswa berperan sebagai kontrol sosial dan menjadi golongan masyarakat yang memberikan perubahan. Di dalam civil society mahasiswa harus memberikan peranan yang adil, egaliter, beretika, aspiratif, partisipatif, dan nonhegemonik. Intinya kekuatan mahasiswa terletak pada ide, pemikiran dan gagasannya. III. Kesimpulan 1. Kepemimpinan mahasiswa harus dilandasi dengan prinsip kepemimpinan: Pertama, bertaqwa kepada allah. Kepemimpinan yang dilandasi dengan taqwa akan melahirkan suatu sistem masyarakat yang tidak mengenal diskriminasi di antara mereka sebab pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya lebih merupakan pengabdian kepada masyarakat sekaligus dalam rangka beribadah kepada Allah Swt. Kedua, menjadikan pemimpin sebagai amanah. Sesungguhnya pemimpin itu adalah amanah dari allah Swt, sehingga tidak saja harus dipertanggungjawabkan di dunia akan tetapi juga harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Banyak di antara kita yang tidak menyadari, bahwa seorang pemimpin sejati seringkali tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpin. Bahkan ketika misi dan tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukan sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator dan maximizer . konsep pemikiran seperti itu adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpin. 2. Kepemimpinan Rasulullah sangat berhasil diantaranya: sejak kecil beliau telah memiliki kepribadian yang mulia, dalam hal memimpin selalu berpedoman pada aturan, dalam hal ini adalah wahyu Allah. Dalam hal yang bersifat ijtihadiyah beliau selalu bermusyawarah dengan para sahabat. Sebagai seorang pemimpin beliau selalu bersama umatnya dan merasakan apa yang dirasakan oleh umatnya. Dalam memimpin, beliau tidak hanya membimbing dan mengarahkan dari balik meja, tetapi beliau terjun langsung ke lapangan. Beliau sangat konsisten dengan apa yang disampaikan. Beliau sangat baik hati, lemah lembut, sederhana, amanah dan bersahaja. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Yaman. 2010. Peranan Mahasiswa dalam Pengembangan Ekonomi Islam: Studi Kasus pada Fakultas Syari’ah dan Hukum. Makassar: Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin. Astuti, Riani Dwi. 2011. Kontribusi Mahasiswa dalam Mengembangkan Perekonomian Indonesia Melalui Wirausaha. http://sayabermainkata.wordpress.com/2011/02/07. George, R. Terry. 2000. Prinsip-Prinsip Manajemen. Bandung: Bumi Aksara. Harold, Koontz dan C. O’donnel. 1964. Principles of Management. New York: MC Graw-Hill Book Company. Wexley, K.N., dan Yukl, G. 1977. Organizational Behavior and Personnel Psychology. Richard D. Irwin: Home Wood, Illionis.