ABSTRAK
Kompetensi Pegawai ASN dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skil), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Kompetensi dapat dibedakan menjadi dua tipe. Pertama, soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency bagi para Pegawai ASN adalah leadership, communication, interpersonal relation, dan lain-lain. Kedua, hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi Pegawai ASN disini berkaitan dengan seluk-beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah electrical engineering, marketing research, finansial analysis, manpower planning, dan lain-lain.
Kata kunci: Kompetensi, Profesional, Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN).
ABSTRACT
ASN Employee Competencies can be understood as a combination of skills (skills), personal attributes, and knowledge that is reflected through performance behavior (job behavior) that can be observed, measured and evaluated. Competencies can be divided into two types. First, soft competencies or types of competencies that are closely related to the ability to manage work processes, human relations and build interactions with others. Examples of soft competencies for ASN employees are leadership, communication, interpersonal relations, and others. Second, hard competency or type of competency related to functional or technical abilities of a job. In other words, the competence of ASN Employees here relates to the technical intricacies related to the work being undertaken. Examples of hard competency are electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, and others.
Keywords: Competence, Professional, State Civil Service Staff (ASN)
PENDAHULUAN
Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah (Tenaga Kontrak). Pegawai ASN terdiri dari pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik; pelayanan publik; dan perekat dan pemersatu bangsa. Sedangkan Pegawai ASN bertugas: melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Berkenaan dengan hal tersebut dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance) serta mewujudkan pelayanan publik yang baik, efisien, efektif dan berkualitas tentunya perlu didukung adanya Pegawai ASN yang profesional, bertanggung jawab, adil, jujur dan kompeten dalam bidangnya. Dengan kata lain, Pegawai ASN dalam menjalankan tugas tentunya harus berdasarkan pada profesionalisme dan kompetensi sesuai kualifikasi bidang ilmu yang dimilikinya. Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) menunjukkan saat ini terdapat hampir empat juta lebih Pegawai ASN di Indonesia. Kritik tentang rendahnya mutu pelayanan Pegawai ASN selalu dikaitkan dengan profesionalisme semata. Padahal, tidak memadainya kualitas kerja Pegawai ASN, juga merupakan akibat tidak berimbangnya rasio antara jumlah Pegawai ASN dengan para stakeholders-nya, di samping rendahnya kompetensi para Pegawai ASN yang bersangkutan. Menurut Palan (2014) mengungkapkan competency(kompetensi) merupakan deskripsi mengenai perilaku, sementara competence (kecakapan) sebagai deskripsi tugas atau hasil pekerjaan. Dengan demikian kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (supperior performer). Kompetensi terdiri dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini terbukti dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenai orang seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan, bukan apa yang mungkin mereka lakukan. Selanjutnya ditegaskan bahwa inti manajemen kepegawaian lebih berorientasi pada profesionalisme Pegawai ASN, yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, berkompetensi, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.
Dengan demikian, maka Pegawai ASN dituntut tidak partisipan dan netral, keluar dari semua pengaruh golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk bisa melaksanakan tugas pelayanan dengan persyaratan yang demikian, maka Pegawai ASN dituntut memiliki profesionalisme yang ditunjang dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan wawasan global serta memiliki kompetensi yang tinggi. Permasalahananya adalah pegawai ASN yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi seperti seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan dinginkan oleh semua pihak, hingga saat ini masih merupakan impian daripada kenyataan. Sebenarnya, jumlah Pegawai ASN di Indonesia tersebut masih relatif kecil bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 265 juta. Ditegaskan bahwa Pegawai ASN di Indonesia hanya 1,7% dari total jumlah penduduk Indonesia.
Secara spesifik dijelaskan bahwa kualifikasi Pegawai ASN dapat ditinjau dari tiga unsur, yaitu Pertama, keahlian, yang dimaksud bahwa setiap Pegawai ASN harus memiliki pengalaman yang sesuai dengan tugas dan fungsinya; memiliki pengetahuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya; memiliki wawasan yang luas; dan beretika. Kedua, kemampuan teknis, yaitu Pegawai ASN harus memahami tugas-tugas di bidangnya. Ketiga, sifat-sifat personal yang baik yakni harus memiliki disiplin yang tinggi, jujur, menaruh minat, terbuka, objektif, pandai berkomunikasi, selalu siap dan berlatih.
Peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan publik yang profesional, maka kepada Pegawai ASN perlu dilakukan optimalisasi antara lain: pertama, peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan melalui promosi untuk mengikuti beasiswa kedinasan, melaksanakan bimbingan teknis yang dapat menunjang kinerja profesi serta mengikutsertakan berbagai diklat atau lokakarya. Kedua, penyelenggaraan pelayanan prima sebagai salah satu instansi yang berfungsi sebagai pelayanan publik, sudah seharusnya terjadi peningkatan kepuasan masyarakat selaku pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan, menetapkan standarisasi yang tinggi serta komitmen di dalam diri Pegawai ASN untuk memberikan pelayanan terbaik menjadi faktor kunci dalam pelayanan prima. Ketiga, peningkatan kultur budaya kerja organisasi publik. Salah satu faktor penunjang peningkatan kinerja dan profesionalisme Pegawai ASN dalam pelayanan publik adalah iklim kerja yang sehat dan dinamis. Hal ini perlu didorong agar budaya organisasi yang terbangun adalah budaya kerja yang positif, membangun komunikasi yang perspektif, meningkatkan kedisiplinan pegawai, menegakkan aturan organisasi serta menerapkan reward and punishment sebagai bentuk peningkatan motivasi kerja.
PEMBAHASAN
A. Kompetensi Pegawai ASN
Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Bab I butir 8 disebutkan secara jelas bahwa manajemen Pegawai Negeri Sipil (sekarang Pegawai ASN) adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Hasil penelitian Political Risk Consultancy (PERC, 1999) menyimpulkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara terburuk dalam bidang birokrasi di Indonesia memperoleh skor 8,0 dari kisaran skor untuk yang terbaik dan 10 untuk yang terburuk.
Rendahnya kinerja birokrasi (Pegawai ASN) mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan punlik, bahkan mengakibatkan pengguna jasa harus membayar biaya yang mahal (high cost economny). Gambaran buruknya birokrasi (kinerja Pegawai ASN yang rendah) disebabkan kurangnya atau bahkan tidak kompetensinya sebagian pejabat struktural dan staf di lingkungan aparatur negara tersebut. Untuk mewujudkan SDM aparatur (Pegawai ASN) yang profesional dan berkompetensi tinggi ini, din antaranya ditunjukkan dengan pentingnya pembinaana karier Pagawai ASN yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi kerja dan karier. Untuk itu maka pengembangan Pegawai ASN berbasis kompetensi merupakan suatu keharusan, agar organisasi (birokrasi) dapat mewujudkan kinerja lebih baik dan memberikan pelayanan publik yang prima.
Menurut Kamus Kompetensi (LOMA, 1998), kompetensi didefinisikan sebagai aspek pribadi dan seorang karyawan yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifaat, motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja (Lasmahadi, 2008). Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua aspek pribadi dari seseorang Pegawai ASN itu merupakan kompetensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang mendorong diri Pegawai ASN untuk mencapai kinerja tinggi, yang merupakan pencerminan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja, sehingga kompetensi Pegawai ASN tersebut adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai ASN berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Suprapto, 2002).
Selanjutnya, menurut Spencer and Spencer (1993) kompetensi dapat dibagi atas dua kategori yaitu threshold competencies dan “differentiating competencies’’. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata. Sedangkan differentiating competencies adalah faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Milsanya, itu berarti pada tataran threshold competencies. Milsanya, apabila dosen dapat mengajar dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisisnya tajam sehingag dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk differentiating competencies.
Makna kompetensi sebagai an underlying characteristic’s merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud, bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompetensi individu yang berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan motif kompetensi dapat diperoleh pada saat proses seleksi. Causally related artinya kompetensi adalah sesuatu yang menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Kata criterion-referenced mengandung makna bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, diukur dari kriteria atau standar yang digunakan.
Secara general kompetensi Pegawai ASN sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge)yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi.
Selain itu, Dharma (2002) juga merangkum pendapat beberapa ahli, tentang komponen kompetensi. Menurutnya terdapat lima karakteristik komponen kompetensi, yaitu: 1) motives, adalah sesuatu dimana, seseorang secara konsisten berpikir sehingga, ia melakukan tindakan; 2) traits,adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespons sesuatu dengan cara-cara tertentu; 3) self concept, adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang; 4) knowledge, adalah informasi yang dimiliki seseorang, untuk bidang tertentu; 5) skill, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental.
Sedangkan menurut Prayitno (2004) komponen kompetensi profesional dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1) kemampuan spesialis, melimputi kemampuan keterampilan dan pengetahuan, menggunakan perkakas dan peralatan dengan sempurna, serta mengorganisasikan dan menangani masalah; 2) kemampuan metodik, meliputi kemampuan mengumpulkan dan menganalisis informasi, mengevaluasi, orientasi tujuan kerja, bekerja secara sistematik; 3) kemampuan sosial, meliputi kemampuan untuk berkomunikasi, bekerja kelompok dan bekerja sama; 4) kemampuan individu, meliputi kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi dan kreatif.
B. Profesionalisme Pegawai ASN
Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan unsur utama sumber daya aparatur yang mempunyai peranan menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerinatahn dan pembangunan. Pegawai ASN di sini adalah setiap warga negara Indonesia yang telah memiliki syarat yang ditentukan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan disetujui untuk suatu jabatan pegawai negeri dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan profesionalisme Pegawai ASN di sini dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dan keterampilan ASN dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing.
Profesionalisme menyangkut kecocokan (fitness) antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic competence) dengan kebutuhan tugas (task requirement). Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas di bidang pemerintahan ini merupakan syarat terbentuknya aparatur profesional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Dalam kaitan ini, Sianipar (2001) (dalam Sudarso, dkk., 2006) mengemukakan bahwa untuk menjadi seorang profesional dalam memberikan pelayanan, aparatur negara harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang bidang tugas masing-masing. Jadi, profesionalisme Pegawai ASN tersebut adalah terkait dengan pelayanan publik.
Pelayanan Pegawai ASN yang profesional adalah kemampuan seseorang Pegawai ASN yang miliki profesi melayani kebutuhan orang lain atau profesional menanggapi kebutuhan orang lain atau profesional menanggapi kebutuhan khas orang lain. Sedangkan pengertian profesionalisme menurut Departemen Dalam Negeri (2004) adalah kehandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa profesionalisme adalah mutu, kualitas, daan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi, atau orang yang profesional. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk melayani kepentingan masyarakat/publik dibutuhkan atau diperlukan konsentrasi yang maksimal dari para Pegawai ASN, sehingga diharapkan pelaksanaan pekerjaan yang sepenuh hati dan penuh rasa tanggung jawab tersebut, maka masyarakat yang dilayani merasa terpuaskan kebutuhannya.
Apabila kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan para Pegawai ASN tinggi, maka hal tersebut dapat menjadi indikator bahwa kualitas organisasi pemerintahan tersebut tinggi atau pelayanan kepada masyarakat tersebut efektif dan efisien. Widodo (2007) memberikan penekanan kepada pentingnya kualitas pelayanan pegawai oleh organisasi publik yang lebih profesional efektif, efisien, sederhana, transparan/terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi profesionalisme Pegawai ASN dalam pelayanan publik, di antaranya adalah budaya organisasi publik yang timbul dan mengkristal dalam rutinitas birokrasi, tujuan organisasi, struktur organisasi, prosedur kerja dalam birokrasi, sistem insentif dan lain-lain.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme Pegawai ASN dalam pelayanan publik di antaranya adalah:
a. Budaya organisasi. Budaya organisasi yang terbangun di lingkup birokrasi pada umumnya bersifat formalistik, yaitu Pegawai ASN cenderung bekerja sesuai aturan formal yang telah ditentukan sebelumnya, kebiasaan yang turun temurun selalu dilakukan oleh aparatur sebelumnya, dan juga pegawai ASN selalu berpedoman prosedural yang berlaku. Ketidakberanian mendobrak kebiasaan tersebut menjadikan Pegawai ASN cenderung kurang kreatif, responsif dan inovatif yang pada akhirnya menghambat profesionalisme Pegawai ASN dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.
b. Hierarki struktural organisasi. Batasan antara atasan dan bawahan kerap menjadi permasalahan dalam membentuk profesionalisme Pegawai ASN, karena umumnya komunikasi internal dalam organisasi publik tersebut relatif tidak berjalan dengan lancar, namun kondisi demikian tentu tidak pada semua instansi pemerintahan. Di banyak tempat ditemukan keadaan yang berbeda, yaitu kondisi hierarkis struktural yang justru tidak ada masalah berarti dalam menjalin komunikasi internal. Hal ini karena gaya kepemimpinan dalam mengelola administrasi dan mengatur jalannya organisasi dapat dikatakan telah berjalan cukup baik. Selain menggunakan pendekatan secara formal kedinasan, pimpinan juga menggunakan pendekatan informal sehingga terjalin kedekatan emosional dengan bawahannya.
c. Sistem balas jasa, misalnya sistem insentif yang ada. Sistem insentif bagi Pegawai ASN berupa reward and punishment dianggap masih belum diterapkan dengan optimal, hal ini pada gilirannya dapat melemahkan fokus aparatur dalam menjalankan pelayanan publik secara profesional. Kebijakan ASN berdasarkan prestasi kerja, merupakan domain kebijakan pemerintah pusat. Jadi, sistem insentif yang memungkinakan dapat dilakukan di lingkungan instansi pemerintah adalah dengan mengatur honor-honor yang bersumber dari pelaksanaan berbagai kegiatan secara lebih adil dan merata kepada setiap aparaturnya.
PENUTUP
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan ke dalam hal-hal sebagai berikut:
A. Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah. Upaya peningkatan kapasitas Pegawai ASN dilakukan melalui promosi untuk mengikuti beasiswa kedinasan, melaksanakan bimbingan teknis yang dapat menunjang kinerja profesi, serta mengikutsertakan dalam diklat atau lokakarya yang sekiranya memberikan dampak pada sikap profesionalisme pegawai sehingga dapat mengoptimalisasi pelayanan kepada masyarakat.
B. Penyelenggaraan pelayanan prima sebagai salah satu instansi yang berfungsi sebagai pelayan publik, sudah seharusnya terjadi peningkatan kepuasan masyarakat selaku pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan, menetapkan standarisasi yang tinggi serta komitmen di dalam diri Pegawai ASN untuk memberikan pelayanan terbaik menjadi faktor kunci dalam pelayanan prima.
C. Peningkatan kultur budaya kerja organisasi publik. Salah satu faktor penunjang peningkatan kinerja dan profesionalisme Pegawai ASN dalam pelayanan publik adalah iklim kerja yang sehat dan dinamis. Hal ini perlu didiorong agar budaya organisasi yang terbangun adalah budaya kerja yang positif, membangun komunikasi yang respektif, meningkatkan kedisiplinan pegawai, menegakkan aturan oragnisasi serta menerapkan reawrd and punishment sebagai bentuk motivasi kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Dharma. 2002. Manajemen Prestasi Kerja. Jakarta: Rajawali.
Kadarisman, Muh. 2018. Manajemen Aparatur Sipil Negara. Depok: Rajagrafindo Persada.
Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Grasindo.
Spencer & Spencer. 1993. Competency at Work, Models For Superior, Performance. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Suprapto. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran. Yogyakarta: Buku Seru
Widodo, Joko. 2007. Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.