Selasa, 10 Maret 2009

SURAT WAL’ ASHR Oleh: H. Endang Komara

Ustadz Muhammad Abduh dalam tafsirnya menjelaskan latar belakang turunnya ayat ini. Katanya, orang-orang Arab punya kebiasaan berkumpul dan berbincang-bincang menyangkut berbagai hal. Tidak jarang dalam pembicaraan itu mereka menyalahkan waktu kalau menghadapi kegagalan, ‘’Dasar waktu sial’’. Kadang pula memujinya kalau mendapat keberuntungan, ‘’Wah, ini waktu keberuntungan!’’
Dalam surat ini, Allah swt. Bersumpah dengan ungkapan ‘’Demi waktu!’’ Tujuannya memberikan pelajaran bahwa waktu itu bersifat netral, tidak ada waktu khusus yang menyebabkan keburukan ataupun keberuntungan. Nilai waktu ditentukan oleh bagaimana kita mengisinya. Kalau diisi dengan berbagai kebaikan, waktu akan menjadi kebaikan. Namun, kalau diisi dengan hal-hal yang tidak bermakna, waktu akan mendatangkan kerugian.
Saat keberuntungan kita dapatkan, kita mesti bersyukur dengan mengucapkan alhamdulillahi robbil a’alamin. Pun ketika mendapatkan kegagalan, tidak perlu mengutuk waktu. Yang mesti dilakukan adalah melakukan instrospeksi, sehingga dapat memperbaiki kesalahan. Rasulullah saw. Bersabda, ‘’janganlah mencerca waktu, karena Allah adalah pemilik waktu!’’ (H.R. Ahmad).
Allah swt. Meluruskan pemahaman tentang waktu melalui surat ini. Firmannya . Wal’ashr, Demi waktu. Al’Ashr adalah waktu yang di dalamnya berlangsung segala kejadian dan aktivitas. Di antara para mufasir ada juga yang mengartikan Al’Ashr itu dengan waktu shalat Asar. Pada ayat ini Allah swt. Bersumpah dengan waktu. Tujuannya agar kita memperhaikannya dengan seksama. Ingat, sesungguhnya kita sangat terikat waktu. Sifat waktu itu dinamis, berjalan terus. Keadaan kita pun berubah sesuai dengan perjalanan waktu. Contoh sederhana, tahun lalu kita masih mahasiswa, sekarang sudah bergelar sarjana, atau bias juga malah drop out. Tahun lalu bergelar ayah, sekarang menjadi kakek, atau sepuluh tahun lalu kulit kita masih mulus, sekarang mulai keriput. Jadi sadar atau tidak, perjalanan waktu akan mengubah kita.
Persoalannya, ke arah mana perubahan itu terjadi? Menurut Imam Ali r.a., ada tiga kemungkinan. ‘’Siapa yang kualitas dan kuantitas amal saleh hari ini sama dengan kemarin, itulah orang yang tertipu waktu. Siapa yang kualitas dan kuantitas amal saleh hari ini lebih buruk dibandingkan hari kemarin. Itulah orang yang merugi. Siapa yang kualitas dan kuantitas amal saleh hari ini lebih baik dari hari kemarin itulah orang yang mendapat rahmat.’’
Allah swt. Menyebutkan, manusia akan sadar betapa mahalnya waktu saat malaikat maut menjemput. Firman-Nya, ‘’Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum dating kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, Ya’ Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.’’ (Q.S. Al Munaafiquun 63:10). Ayat ini menegaskan bahwa orang baru teradar kalau dirinya belum punya perbekalan akhirat saat dijemput malakul maut. Ia lantas memohon, ‘’Ya Allah tangguhkan kematianku sesaat saja agar aku punya kesempatan untuk beramal saleh.’’ Penyesalan ini tak berarti, sebab kalau jatah umur sudah habis, sedetik pun tidak bias diperpanjang.
Kematian ini misterius tapi pasti. Tidak percaya? Silakan, tapi cepat atau lambat kita akan merasakannya. Tidak ada yang tahu kecuali Allah, berapa jam, hari, bulan, atau tahun lagi sisa umur kita, semuanya misterius. Nah selagi malakul maut belum menjemput, marilah kita isi waktu yang ada saat ini dengan ucapan dan perbuatan yang dicintai dan diridoi-Nya. Tiada detik yang dilalui kecuali diisi dengan amal saleh. Kalau semester ini tidak lulus, kita masih punya kesempatan pada semester berikutnya. Namun kalau tidak lulus dalam menggunakan waktu, tidak ada her (mengulang) kehidupan, yang ada hanya penyesalan abadi. Di akhirat, ada yang berteriak saat selesai penghisaban, ‘’Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan…’’ (Q.S. Faathiir 35:37). Terlambat. Kehidupan sudah usai, tidak ada pengulangan. Na’udzubillah.
Karena itu, dalam surat Al’Ashr ini Allah swt. Mengingatkan, Innal insaana la fii khusr, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian’’. Dikatakan berada dalam kerugian apabila kita tidak mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat. Ayat ini senada dengan peringatan Rasulullah saw. Yang tercatat dalam riwayat Bukhari, ‘’Ada dua macam nikmat yang sering dilalaikan manusia, yaitu kesehatan dan kesempatan (waktu luang).’’ Imam Ali r.a. pernah menyabutkan, rizki yang tidak dapat diperoleh hari ini masih bisa diharapkan diperoleh esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin dapat diharapkan kembali esok.
Ada empat cara agar kita tidak menjadi orang-orang yang melalaikan waktu, istilah waktu dengan: (1) beriman, (2) beramal saleh, (3) saling berwasiat dalam kebenaran, (4) saling berwasiat dalam kesabaran.
Inilah yang dijelaskan dalam ayat terakhir surat Al-Ashr. ‘’Illal ladziina aamanu wa’amilushshaalihaati watawaahau bish shabr, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan menasihat-menasihati supaya menaati kebenaran serta menasihat-menasihati supaya tetap dalam kesabaran.’’
1. Beriman
Iman, secara bahasa bermakna “membenarkan”. Maksudnya membenarkan segala hal yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., yang pokok-pokoknya tersistematisasikan dalam rukun iman. Iman sifatnya abstrak, dimensinya batiniah alias tidak terlihat. Karenanya, yang paling tahu apakah iman seseorang itu kuat atau lemah hanyalah Allah swt. Zat yang Maha Mengetahui masalah gaib. Walaupun iman itu abstrak, namun Allah swt. Menyebutkan sejumlah cirri orang-orang yang imannya benar. Firman-Nya, ‘’Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepad mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. Orang-orang yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan pada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya serta ampunan dan nikmat yang mulia.’’ (Q.S. Al Alfal 8:2-4). Iman itu bersifat fluktuatif, artinya kadang-kadang meningkat dan kadang-kadang menurun. Dalam suatu riwayat, disebutkan bahwa Al immanu yaziidu wa yanqushu (iman itu dapat bertambah dan bisa juga berkurang). Oleh sebab itu kita wajib merawat iman agar tetap prima supaya tidak terjerumus menjadi orang-orang yang merugi.
2. Beramal Saleh
Kedua yang bias menyelematkan manusia dari kerugian adalah beramal saleh. Kata amiluu berasal dari kata amalun artinya pekerjaan yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Kata shalihaat berasal dari kata shaluha artinya bermanfaat atau sesuai. Jadi, amal saleh adalah aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa pekerjaan itu memberi manfaat untuk dirinya ataupun untuk orang lain. Selain itu, pekerjaan tersebut sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan. Syekh Muhammad abduh mendefinisikan amal saleh sebagai perbuatan yang berguna bagi diri pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan. Jadi, karya atau kreativitas apapun yang kita lakukan dengan penuh kesadaran demi kemaslahatan diri sendiri, keluarga ataupun masyarakat, dapat disebut amal saleh. Harus diingat, amal saleh itu harus dibarengi dengan iman, karena amal saleh tanpa dilandasi iman kepada Allah swt. akan menjadi sia-sia, ‘’Dan Kami hadapi segala amal baik yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu yang beterbangan”. (Q.S. Al Furqan 25:23)
3. Saling Berwasiat dalam Kebenaran
Watawaashau bil haq, Orang yang saling berwasiat dalam kebenaran. Berarti saling menasihati untuk berpegang teguh pada kebenaran. Kata Al haq di sini berarti kebenaran yang pasti, yaitu Ajaran Islam. Maka syarat agar manusia terhindar dari kerugian adalah mengetahui hakikat kebenaran Islam, mengamalkannya, dan menyampaikannya kepada orang lain. Siapa saja yang tidak mau mengajak manusia lain untuk berpegang pada kebenaran Islam setelah ia mengetahuinya, ia termasuk dalam golongan yang merugi.
Mengajak orang lain berada di jalan kebenaran bukan sekadar tugas para kiai, ulama, ustadz ataupun lembaga dakwah, namun merupakan kewajiban setiap individu. Rasulullah bersabda, ‘’Siapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan kekuasaan. Apabila tidak mampu, maka ubahlah dengan lisan, dan kalau tidak mampu juga, maka ubahlah dengan hati, dan itulah iman yang paling lemah.’’
Kewajiban ini ditujukan kepda setiap individu muslim, kapan dan di mana pun melihat kemunkaran, kita wajib mengubahnya sesuai kadar kemampuan kita. Saling menasihati untuk berpegang teguh pada kebenaran harus dilakukan dengan ilmu, penuh kearifan, dan menggunakan kata-kata yang santun, sebagaimana Firman-Nya, “Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S An-Nahl 16:125)
4. Saling Berwasiat dalam Kesabaran
Wa tawaashau bishshabr, saling menasihati supaya tetap dalam kesabaran. Kesabaran adalah suatu kekuatan jiwa yang membuat orang menjadi tabah menghadapi berbagai ujian. Sabar begitu penting untuk kita miliki. Allah swt. menyebut sabar sebanyak 103 kali dalam Al-Qur’an dengan berbagai konteks. Jiwa sabar harus kita miliki karena ujian akan selalu mewarnai kehidupan kita, ‘’Dan sungguh Kami akan berikan ujian padamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira orang-orang yang bersabar…” (Q.S. Al-Baqarah 2:155).
Paling tidak, kita harus mampu sabar dalam menghadapi lima macam ujian. Pertama, sabar menghadapi ujian kehidupan seperti ketakutan, kemelaratan, kelaparan, penyakit, kekecewaan, atau ditinggal wafat oleh orang-orang yang kita sayangi. Kedua, sabar menghadapi ujian nafsu. Setiap saat kita harus berjuang menundukkan dorongan negatif yang ada pada diri kita. Dalam diri kita ada dua macam nafsu. Pertama, nafsu amarah yaitu dorongan untuk melakukan berbagai pelanggaran. Kedua nafsu muthmainnah yaitu dorongan untuk berbuat berbagai kebaikan.
Dua macam nafsu ini selalu berkompetisi dalam diri kita. Nah, kita diuji oleh dua macam nafsu ini. Mau memilih yang mana? Kalau yang kita pilih nafsu amarah, perbuatan nista yang akan muncul dalam kelakuan keseharian kita. Namun kalau kita memilih nafsu mutmainnah, yang akan lahir dari diri kita adalah perbuatan yang mulia. Ketiga, sabar dalam beramal saleh. Dalam beramal saleh kita harus mampu menjaga keikhlasan pada saat sebelumnya, saat melakukannya, ataupun setelahnya. Misalnya, ketika berinfak, kita harus mampun menjaga keikhlasan saat sebelum berinfak, saat sedang berinfak, ataupun setelahnya. Begitu juga ibdah-ibadah lainnya. Keempat, sabar dalam menyampaikan kebenaran. Saat kita mengajak orang lain berada di jalan kebenaran, kita harus betul-betul bersabar karena tidak semua orang yang kita ajak akan menerima. Saat kita mengajak shalat pada istri misalnya, ini butuh kesabaran. Istri itu bias saja menerima ajakan kita atau mungkin juga membantahnya. Kelima, sabar menghadapi berbagai karakter orang. Setiap manusia itu unik, tidak ada yang sama persis karakternya. Ada yang ramah, judes, pelit, juga dermawan, Nah, kita harus bersabar menghadapinya. Allah swt. menganjurkan agar kita senantiasa bisa mengendalikan emosi, memiliki jiwa pemaaf, ramah, dermawan, bahkan idealnya kita mampu membalas keburukan orang lain dengan kebaikan. Orang lain pelit, balaslah dengan jiwa pemaaf. Ini mudah dikatakan namun pelaksanaannya tidak semudah yang kita ucapkan. Untuk melaksanakannya, dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Itulah lima ujian yang harus kita lalui dengan bersabar.
Sesungguhnya kita diberi waktu yang sama oleh Allah, 60 detik dalam satu menit, 60 menit dalam satu jam, dan 7 hari dalam seminggu. Persoalannya, mau diisi dengan apa waktu tersebut? Sungguh agung kandungan makna surat Al’Ashr ini. Imam Syafi’I mengatakan, seandainya umat Islam memikirkan kandungan surat ini, niscaya petunjuknya mencukupi mereka. Semoga Allah memberikan kekuatan pada kita untuk bisa mengisi waktu dengan hal-hal yang bermakna. Amin

6 komentar:

  1. salut aja dgn bapa...kerennnnnnnn

    BalasHapus
  2. trmaksh atas referensinya dapat menjadi contoh saya yang sedang belajar khusus sama dibidang keilmuannya yaitu civic education.
    semoga kelak dapat seperti bapak ya....hehe..

    BalasHapus
  3. saya siswa prof. di STKIP Pasundan Cimahi sangat kagum di usia muda sudah banyak sekali yang diperbuat termasuk dosen yg perhatian dan banyak menulis artikel yg sangat berguna, tapi saya bingung kalau mau buat penelitian tesis tolong prof tampilkan tesis prof

    BalasHapus
  4. Alhamdulillaah hingga saat ini saya masih bisa bersilaturrahim dg Bapa melalui berbagai ruang ilmiah ....

    BalasHapus
  5. assalamualaikum bapak.....!
    semoga sehat, mau tanya pak.... S2 Jurusan PKn di SKTIP Pasundan statusnya gimana pak....? perkuliahan bisa sabtu minggu? trmksh. wassalamualaikum

    BalasHapus
  6. As. Prof. saya sangat menunggu buku yang akan digulirkan tentang pedoman tesis itu, mohon segera ya Prof . . . Trims . . .

    BalasHapus