Minggu, 18 Maret 2018

ETIKA PROFESI PENDIDIK

ETIKA PROFESI PENDIDIK


ENDANG KOMARA,
Prof, Drs, Dr, M.Si

Guru Besar Sosiologi Pendidikan Kopertis Wilayah IV Dpk pada STKIP Pasundan,
Ketua STKIP Pasundan, Sekretaris Paguyuban Profesor Kopertis IV,
Ketua Korpri Kopertis Wilayah IV


Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, megarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas dan tanggung jawab guru sangat besar, namun tanggung jawab tersebut sesungguhnya bukan merupakan beban, tetapi kehormatan bagi guru untuk menumbuhkan generasi baru yang tercerdaskan. Pemerintah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk terus meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui kegiatan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan. Peningkatan profesi guru dilakukan terus-menerus, secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru agar kemampuan profesi guru dapat terpelihara sesuai standar atau bahkan melebihi standar yang ditetapkan.
Jabatan guru merupakan sebuah profesi. Namun demikian, profesi ini tidak sama seperti profesi-profesi pada umumnya, bahkan boleh dikatakan bahwa profesi guru khusus dan luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menunjang tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.
Profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini dimaksudkan karena guru merupakan tenaga profesional yang mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan 2025, yaitu menciptakan insan Indonesia cerdas dan kompetitif. Hal tersebut sesuai dengan moto peringatakan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2017 yakni mempercepat pemerataan pendidikan secara berkualitas.
Konsep dasar etika profesi ini merupakan landasan penting bagi pendidik dan/atau tenaga kependidikan dalam memahami peranan guru dalam pembelajaran serta memahami etika profesi. Seperti dijelaskan oleh M. Hosnan (2016:7), bahwa etika profesi meliputi; pertama, memiliki kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri. Kedua, memiliki wawasan kependidikan, psikologi, budaya, dan lingkungan. Ketiga, mampu melaksanakan praktik bimbingan dan konseling secara profesional. Keempat, mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut bimbingan konseling. Kelima, mampu mengembangkan dan mempraktikkan kerjasama bidangnya dengan pihak yang terkait. Keenam, memiliki wawasan psiko-sosial kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar dalam konteks lingkungannya. Ketujuh, memiliki pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.      
Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama agar profesi itu dijalankan tanpa pamrih. Bahkan B. Kieser (1981) menuliskan: ‘’Seluruh ilmu dan usahanya hanya demi kebaikan pasien/klien. Menurut keyakinan orang yang menurut aturan-aturan kelompok (profesi luhur), para profesional wajib mempraktikan keahlian mereka semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari seorang profesional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan klien’’. Kedua, para pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang ditaati dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien tidak disalahgunakan. Selanjutnya, hal ini kita kenal sebagai kode etik. Mengingat fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang untuk menjalankan tugasnya dalam keadaan apa pun tetap menjunjung tinggi tuntutan profesinya.
Seorang guru yang mengajar karena panggilan jiwanya, ada misi untuk mengantarkan mereka (anak didiknya) kepada kehidupan yang lebih baik secara intelektual dan sosial, bukan sekedar karena profesi gurulah pekerjaan yag paling mudah didapatkan, maka ia akan dapat mengalirkan energi kecerdasan, kemanusiaan, dan kemuliaan yang besar dalam dada setiap muridnya, bahkan sesudah ia meninggal. Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah sekaligus pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat upah bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan energi agar tetap lembut menghadapi murid yang membuat keningnya berkeringat.
Guru selalu mendarmabaktikan tenaga dan pikirannya demi kemajuan pendidikan, dan mereka juga ikhlas dalam melakukannya. Guru juga tidak menuntut balas jasa, karena pekerjaan itu bukan bisnis yang harus ada kalkulasi untung dan rugi. Tapi yang dituntut ole guru cuma satu, yakni keadilan akan haknya sebagai warga negara, sebagai pegawai, dan sebagai pemangku profesi yang sangat mulia dan berat sekali tanggung jawabnya. Oleh karena itu, dalam sejarah pendidikan, tentu seorang gurulah yang paling awal muncul, baru kemudian murid dan infrastruktur lain yang terkait dengan paradigma pengelolaannya. Setelah terciptanya pendidikan, baru kemudian berkembang kurikulum yang berkaitan dengan manajemen lembaga pendidikan, seperti bangunan sekolah, kepala sekolah, karyawan, dan sebagainya.
Profesi merupakan panggilan hidup dan di dalamnya terdapat keahlian. Apapun kriteria yang  lainnya diperlukan untuk memperkuat kriteria itu. Kriteria ‘’panggilan hidup’’ sebenarnya mengacu pada pengabdian; atau yang sekarang dikenal dengan ‘dedikasi’. Sementara kriteria ‘keahlian’ mengacu pada mutu layanan, yakni mutu dedikasi tersebut. Kriteria ‘memiliki teori’, ‘kecakapan diagnostik dan aplikatif’, ‘otonomi’, ‘kode etik’ dan ‘pengenalan keahlian’, semuanya dapat dikatakan kriteria untuk memperkuat keahlian; sedangkan kriteria ‘untuk masyarakat dan klien’ merupakan kriteria untuk memperkuat dan memperjelas dedikasi.
Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat dengan meminta anggotanya memiliki kode etik yang diterima dan dibangunnya. Prinsip profesional menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan pada pasal 5 ayat 1, yaitu: ‘’Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut: Pertama, memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme. Kedua, memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya. Ketiga, memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Keempat, memiliki kode etik profesi. Kelima, memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas. Keenam, memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya. Ketujuh, memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan. Kedelapan, memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kesembilan, memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.       
Akhirnya mudah-mudahan dengan memahami profesi pendidik maka prinsip-prinsip etika profesi lebih mengedepankan tanggung jawab, keadilan serta otonomi yang akhirnya akan meningkatkan profesionalitas, kreativitas, produktivitas serta kinerja para pendidik dan tenaga kependidikan. *** Semoga ***.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar