ETIKA PROFESI PENDIDIK
|
ENDANG KOMARA,
Prof, Drs, Dr, M.Si
|
Guru Besar Sosiologi Pendidikan Kopertis Wilayah IV Dpk
pada STKIP Pasundan,
Ketua STKIP Pasundan, Sekretaris Paguyuban Profesor Kopertis IV,
Ketua Korpri Kopertis
Wilayah IV
|
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, megarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Tugas dan tanggung jawab guru sangat besar, namun tanggung jawab
tersebut sesungguhnya bukan merupakan beban, tetapi kehormatan bagi guru untuk
menumbuhkan generasi baru yang tercerdaskan. Pemerintah memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada guru untuk terus meningkatkan kemampuan
profesionalnya melalui kegiatan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan.
Peningkatan profesi guru dilakukan terus-menerus, secara bertahap dan sesuai
dengan kebutuhan masing-masing guru agar kemampuan profesi guru dapat terpelihara
sesuai standar atau bahkan melebihi standar yang ditetapkan.
Jabatan guru merupakan sebuah profesi. Namun demikian, profesi ini tidak
sama seperti profesi-profesi pada umumnya, bahkan boleh dikatakan bahwa profesi
guru khusus dan luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan
menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi
kepada sesama serta menjalankan dan menunjang tinggi kode etik yang telah
diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.
Profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang
bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Hal ini dimaksudkan karena guru merupakan tenaga profesional
yang mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai
visi pendidikan 2025, yaitu menciptakan insan Indonesia cerdas dan kompetitif.
Hal tersebut sesuai dengan moto peringatakan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei
2017 yakni mempercepat pemerataan pendidikan secara berkualitas.
Konsep dasar etika profesi ini merupakan landasan penting bagi pendidik
dan/atau tenaga kependidikan dalam memahami peranan guru dalam pembelajaran
serta memahami etika profesi. Seperti dijelaskan oleh M. Hosnan (2016:7), bahwa
etika profesi meliputi; pertama, memiliki
kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, kreatif, mandiri. Kedua,
memiliki wawasan kependidikan, psikologi, budaya, dan lingkungan. Ketiga, mampu melaksanakan praktik
bimbingan dan konseling secara profesional. Keempat,
mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut bimbingan konseling. Kelima, mampu mengembangkan dan
mempraktikkan kerjasama bidangnya dengan pihak yang terkait. Keenam, memiliki wawasan psiko-sosial
kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar dalam konteks
lingkungannya. Ketujuh, memiliki
pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama agar profesi itu dijalankan tanpa pamrih. Bahkan B. Kieser
(1981) menuliskan: ‘’Seluruh ilmu dan usahanya hanya demi kebaikan
pasien/klien. Menurut keyakinan orang yang menurut aturan-aturan kelompok
(profesi luhur), para profesional wajib mempraktikan keahlian mereka
semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung
ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari
seorang profesional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas
kepentingan klien’’. Kedua, para
pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang ditaati
dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien tidak
disalahgunakan. Selanjutnya, hal ini kita kenal sebagai kode etik. Mengingat
fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang untuk
menjalankan tugasnya dalam keadaan apa pun tetap menjunjung tinggi tuntutan
profesinya.
Seorang guru yang mengajar karena panggilan jiwanya, ada misi untuk
mengantarkan mereka (anak didiknya) kepada kehidupan yang lebih baik secara
intelektual dan sosial, bukan sekedar karena profesi gurulah pekerjaan yag
paling mudah didapatkan, maka ia akan dapat mengalirkan energi kecerdasan,
kemanusiaan, dan kemuliaan yang besar dalam dada setiap muridnya, bahkan
sesudah ia meninggal. Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah
sekaligus pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat upah
bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan energi agar tetap lembut
menghadapi murid yang membuat keningnya berkeringat.
Guru selalu mendarmabaktikan tenaga dan pikirannya demi kemajuan
pendidikan, dan mereka juga ikhlas dalam melakukannya. Guru juga tidak menuntut
balas jasa, karena pekerjaan itu bukan bisnis yang harus ada kalkulasi untung
dan rugi. Tapi yang dituntut ole guru cuma satu, yakni keadilan akan haknya
sebagai warga negara, sebagai pegawai, dan sebagai pemangku profesi yang sangat
mulia dan berat sekali tanggung jawabnya. Oleh karena itu, dalam sejarah
pendidikan, tentu seorang gurulah yang paling awal muncul, baru kemudian murid
dan infrastruktur lain yang terkait dengan paradigma pengelolaannya. Setelah
terciptanya pendidikan, baru kemudian berkembang kurikulum yang berkaitan
dengan manajemen lembaga pendidikan, seperti bangunan sekolah, kepala sekolah,
karyawan, dan sebagainya.
Profesi merupakan panggilan hidup dan di dalamnya terdapat keahlian.
Apapun kriteria yang lainnya diperlukan
untuk memperkuat kriteria itu. Kriteria ‘’panggilan hidup’’ sebenarnya mengacu
pada pengabdian; atau yang sekarang dikenal dengan ‘dedikasi’. Sementara
kriteria ‘keahlian’ mengacu pada mutu layanan, yakni mutu dedikasi tersebut.
Kriteria ‘memiliki teori’, ‘kecakapan diagnostik dan aplikatif’, ‘otonomi’,
‘kode etik’ dan ‘pengenalan keahlian’, semuanya dapat dikatakan kriteria untuk
memperkuat keahlian; sedangkan kriteria ‘untuk masyarakat dan klien’ merupakan
kriteria untuk memperkuat dan memperjelas dedikasi.
Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat dengan meminta
anggotanya memiliki kode etik yang diterima dan dibangunnya. Prinsip profesional
menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan pada
pasal 5 ayat 1, yaitu: ‘’Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan
khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai berikut: Pertama, memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa dan idealisme. Kedua, memiliki
kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugasnya. Ketiga, memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Keempat, memiliki kode etik profesi. Kelima, memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas. Keenam, memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya. Ketujuh,
memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan. Kedelapan, memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kesembilan, memiliki organisasi
profesi yang berbadan hukum.
Akhirnya mudah-mudahan dengan memahami profesi pendidik maka
prinsip-prinsip etika profesi lebih mengedepankan tanggung jawab, keadilan
serta otonomi yang akhirnya akan meningkatkan profesionalitas, kreativitas,
produktivitas serta kinerja para pendidik dan tenaga kependidikan. *** Semoga
***.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar