Sabtu, 26 Juli 2014
REFLEKSI RAMADHAN
ENDANG KOMARA
Guru Besar Sosiologi Pendidikan Kopertis Wilayah IV Dpk Pada STKIP Pasundan dan Sekretaris KORPRI Kopertis IV
Menurut H.R. Ahmad dan Tirmidzi, bahwa ada tiga kelompok orang yang tidak akan ditolak doa’nya, yaitu orang yang berpuasa hingga ia berbuka, imam yang adil, dan orang-orang yang dizalimi. Bulan Ramadhan 1435 H. tinggal beberapa hari lagi akan meninggalkan kita. Betapa utamanya orang yang saum di bulan Ramadhan. Karena golongan ini menjadi salah satu golongan yang doa’nya tidak ditolak, dengan kata lain pasti do’anya dikabulkan oleh Allah swt. Selain ketika berpuasa do’a menjadi ‘’manjur’’, banyak sekali keutamaan lainnya. Tidak hanya dikabulkan do’anya, orang yang berpuasa kelak akan memasuki surga melalui pintu yang khusus disediakan bagi orang-orang yang berpuasa, yakni pintu ar-Rayan.
Puasa melatih diri kita untuk senantiasa bersabar, juga mendidik kita untuk selalu berusaha mengendalikan diri. Ya, mengendalikan diri dari hawa nafsu. Baik itu mengendalikan diri agar jangan marah ketika seseorang membuat kita kesal, bahkan mengendalikan diri untuk tidak berlaku boros dalam mengonsumsi kebutuhan sehari-hari, baik untuk menghadapi berbuka puasa maupun untuk menyiapkan menu makan sahur walaupun sebenarnya kondisi keuangan kita sangat memungkinkan. Puasa juga melatih kita untuk selalu gemar bersyukur atas limpahan nikmat Allah swt, dengan senantiasa gemar berinfak dan bersedekah, dan banyak lagi manfaat yang bisa kita raih dari puasa. Ternyata puasa yang dimaksud tidak hanya terbatas pada puasa di bulan Ramadhan, namun juga puasa-puasa sunah, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Daud yang masing-masing memiliki keutamaan.
Konon puasa itu terbagi ke dalam 3 (tiga) tingkatan, pertama puasa orang biasa, kedua puasa orang khawas (khusus), ketiga puasa orang khawasul khawash (khususnya khusus). Adapun puasa orang biasa itu mencegah perut dan kemaluan dari memenuhi syahwat. Puasa orang khawas itu adalah puasanya orang-orang yang salih, yaitu mencegah seluruh anggota badan dari melakukan segala dosa. Dan hal itu menurut Al Allamah Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy Syakir Al Khaubawi dalam Durratun Nasihin tidak akan terlaksana kecuali dengan selalu melakukan 5 (lima) perkara. Pertama, memicingkan pandangan dari semua yang tercela menurut syarak. Kedua, memelihara lidah dari mengupat, berdusta, mengadu domba dan bersumpah palsu. Kerena sahabat Anas ra. Telah meriwayatkan sebuah hadist Nabi saw, bahwa beliau telah bersabda, yang artinya: ‘’Lima perkara yang menggugurkan pahala puasa atau membatalkan pahalanya, yaitu berdusta, mengupat, mengadu domba, bersumpah palsu dan memandang lawan jenis dengan syahwat”. Ketiga, mencegah telinga dari mendengarkan apa saja yang makruh. Keempat, mencegah seluruh badan dari hal-hal yang makruh, dan mencegah perut dari makan makanan yang syubhat (diragukan halalnya) di waktu berbuka. Karena tidak ada artinya berpuasa dari makanan yang halal lalu berbuka dengan makanan yang haram. Perumpamaannya adalah seperti orang yang membangun sebuah istana dengan menghancurkan sebuah kota. Nabi saw bersabda, yang artinya, ‘’berapa banyak orang yang berpuasa, tidak memperoleh dari puasanya itu selain rasa lapar dan dahaga’’. Kelima, memperbanyak memakan makanan yang halal di kala berbuka sampai kekenyangan. Karena Rasulullah saw telah bersabda yang artinya: ‘’Tidak ada sebuah wadah yang lebih dibenci oleh Allah daripada perut yang dipenuhi oleh makanan yang halal’’.
Adapun puasa orang-orang khawasul khawash adalah puasa hati dari keinginan-keinginan rendah dan pikiran duniawi, serta mencegahnya secara total dari segala sesuatu selain Allah. Apabila orang yang berpuasa seperti itu memikirkan sesuatu selain Allah, maka berarti dia telah berbuka dari puasanya. Puasa seperti ini adalah tingkatan nabi dan siddiqin. Karena penerapan maqam (tingkatan) ini adalah dengan mengharapkan diri secara total kepada Allah Taala dan berpaling dari selainnya.
Puasa itu merupakan ibadat yang tidak dapat diindera oleh panca indera manusia. Artinya, ia tidak dapat diketaui kecuali hanya oleh Allah Taala dan orang yang berpuasa itu sendiri. Dengan demikian, puasa adalah antara Tuhan dan hamba-Nya. Oleh karena puasa itu merupakan ibadat dan ketaatan yang hanya diketahui oleh Allah semata, maka disandarkanlah ia kepada diri-Nya, sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadist Qudsi yang artinya, puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya.
Menurut Miftah Faridl (2007) perbuatan yang dapat menyempurnakan ibadat puasa antara lain: melaksanakan makan sahur mendekati subuh, mempercepat berbuka apabila telah tiba waktunya, memperbanyak membaca Al-Qur’an, memperbanyak sedekah, shalat malam (Tarawih atau Tahajud), melakukan I’tikaf, memperbanyak do’a kepada Allah, banyak berdzikir kepada Allah dan, selalu berusaha mencari malam Lailatul Qa’dar .
Akhirnya, mudah-mudahan berbagai amaliah yang dilakukan di bulan suci yang penuh rahmat dan maghfirah ini Allah swt menerima -Nya sebagai amal shalih dan Allah robul a’lamin mempertemukan kita kembali dengan Ramdhan-Ramadhan berikutnya, amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar