Sabtu, 04 Januari 2014
PEGEMBANGAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI Oleh: ENDANG KOMARA Guru Besar Kopertis Wilayah IV Dpk Pada STKIP Pasundan dan Wakil Ketua Bidang Akademik (Dipublikasikan pada Rubrik Opini Pikiran Rakyat tanggal 16 Desember 2013)
Abstrak
Pembangunan karakter bangsa secara fungsional memiliki tiga fungsi utama yaitu pertama, fungsi pembentukan dan pengembangan potensi, kedua fungsi perbaikan dan penguatan, dan ketiga fungsi penyaringan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat. Bangsa Indonesia harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter. Karena pembangunan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Pendidikan adalah upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran, dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup peserta didik, terutama di perguruan tinggi.
Abstract
Development of a functional national character has three main functions: first, the formation and development of the potential function, the second function of repair and reinforcement, and the third function of filtering the culture of other nations that do not conform to the cultural values and character of the nation's dignity. Indonesian nation must be built to put the character development. Because character development is what will make Indonesia into a great nation, advancing and victorious and dignified. Education is an effort to promote the growth of good character (inner strength, character), mind, and body of the child. The parts that should not be separated so that we can advance the perfection of life of our children, especially in college.
A. Pendahuluan
Permasalahan bangsa yang dihadapi saat ini meliputi: disorientasi dalam implementasi nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa dan melemahnya kemandirian bangsa. Hal tersebut perlu melakukan penguatan dan memperkokoh Empat Pilar Kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dilakukan melalui sosialisasi/penyadaran, pendidikan, pemberdayaan, pembudayaan dan kerjasama.
Faktor-faktor penyebab degradasi karakter bangsa menurut Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum (Staf Ahli menteri Sekretaris Negara RI) yang disampaikan pada Kegiatan Seminar Nasional dalam HUT Korpri ke-42 (29 November 2013) di Aula Kopertis Wilayah IV yakni, pertama, menonjolnya kepentingan kelompok dan golongan sendiri, sehingga kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan bangsa dan negara semakin dikesampingkan bahkan cenderung dikorbankan. Kedua, menguatnya semangat primordialisme dan tumbuhnya gejala separatis. Ketiga, penggunaan kekerasan dan pemaksaan atas dasar mayoritas sehingga menimbulkan konflik antar etnis. Keempat, lunturnya budaya penghormatan kepada simbol-simbol Negara (Bendera, Lambang Negara, Presiden dan lain-lain). Kelima, lunturnya semangat kepahlawanan dan perjuangan bangsa (heroisme). Keenam, munculnya sikap apatis terhadap proses pembangunan nasional. Ketujuh, maraknya euphoria otonomi daerah. Kedelapan, tidak ada rasa hormat dan kebanggaan terhadap Bapak Bangsa.
B. Permasaalahan dan Tujuan
Adapun permasalahan yang akan dipertanyakan adalah: “Bagaimana Pengembangan Karakter di Perguruan Tinggi”. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah ingin mendapatkan gambaran mengenai pengembangan karakter di perguruan tinggi.
C. Pembahasan
1. Isi Pendidikan Karakter
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi menusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari karakter bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Menurut Elkind dan Sweet (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: ‘’Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Maksudnya, pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti. Ketika kita berpikir tentang jenis karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita, jelas bahwa kita ingin mereka bisa menilai apa yang benar, peduli secara mendalam tentang apa yang benar kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam.
Dengan demikian pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru/dosen, yang mampu memepengaruhi karakter peserta didik. Guru/dosen membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara-cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan pendapat diantara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara Barat, seperti pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan krafikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter bisa berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang. Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti atau akhlak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari proses alamiah sebagai hasil yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan sejak lahir.
Menurut Kevin Ryan dan Bohlin (2001) pendidikan karakter adalah sebagai upaya sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Selanjutnya ia menambahkan, ‘’Character to conceived has threeinterrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior’’. Karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah ‘’bawaan, hati, jiwa, kepribadian, karakter dan akhlak mulia, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak’’. Adapun berkarakter adalah kepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Setelah diadakan pengkajian dan rekonseptualisasi terhadap nilai isi pendidikan karakter merujuk kepada nilai-nilai agama, nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945, dan nilai-nilai yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam adatr istiadat masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika. Menurut Pathurrohman, dkk. (2013:17-18), secara kurikuler, isi pendidikan karakter pada dasarnya terdiri atas: 1) nilai-nilai esensial karakter dan, 2) wahana pendidikan karakter yang merupakan substansi dan proses pendidikan mata pelajaran yang relevan. Nilai-nilai esensial karakter adalah sejumlah konsep nilai dan perilaku yang secara substantif dinilai sebagai substansi utama pendidikan karakter, antara lain sebagaimana yang telah dirumuskan dalam ‘’Pedomana Penanaman Karakter’’ sebanyak 56 butir, yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1999.
Selanjutnya, Sedyawati (1997:4) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan karakter merupakan terjemahan dari pengertian moralitas yang mengandung beberapa pengertian, antara lain adat istiadat, sopan santun dan perilaku. Oleh sebab itu pengertian karakter yang paling hakiki adalah perilaku. Sebagai perilaku, karakter meliputi sikap yang dicerminkan oleh perilaku. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:623) yang dimaksud karakter adalah sifat-sifat kejiwaan; akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain: tabiat; watak. Budi merupakan alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk, tabiat, akhlak, watak, perbuatan baik; daya upaya dan akal. Perilaku diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu yang berwujud dalam gerakan (sikap) tidak hanya badan tetapi jug ucapan. Pendidikan karakter berkaitan dengan sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa serta alam sekitar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh akktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia maupun lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Jadi karakter peserta didik merupakan suatu kualitas atau sifat baik menurut norma agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional yang terus menerus dan kekal yang dapat dijadikan identitas individu, sebagai hasil dari pengalaman belajar peserta didik. Menurut Pathurrohman, dkk. (2013:19-20), ada 6 (enam) pilar penting karakter manusia yang dapat digunakan untuk mengukur dan menilai watak/perilakunya, yaitu: respect (penghormatan), responsibility (tanggung jawab), citizenship-civic-duty (kesadaran berwarganegara), fairness (keadilan), caring (kepedulian dan kemauan berbagi) dan tustworthiness (kepercayaan).
Adapun nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa yang diidentifikasi sebagai berikut:
Tabel 1: Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10. Semangat Kebangsan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaana yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat Komunikatif/tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sam dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebisaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadaap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber: Diadaptasi dari Pathurrohman, dkk. (2013:19-20)
Karena terlalu banyak nilai-nilai karakter, maka Menteri Pendidikan Nasional telah memilih nilai-nilai inti (core values) yang akan dikembangkan dalam implementasi pendidikan karaakter di Indonesia. Nilai-nilai inti yang dipilih tersebut adalah:
OTAK HATI
Cerdas Jujur
Tangguh Peduli
Gambar 1: Nilai-Nilai Karakter yang Dipilih sebagai Nilai-Nilai Inti (Core Values)
Gambar tersebut di atas menunjukkan bahwa nilai pada kolom pertama bersifat personal, sedangkan nilai pada kolom kedua bersifat nilai sosial. Juga menunjukkan bahwa karakter seorang peserta didik amat ditentukan oleh perangai (trait) dari otak (head, mind), dan hati (heart). Hal itu bukan berarti aspek olah raga (kinestetika) dan olah rasa dan karsa tidak ikut menentukan tetapi keduanya juga ditentukan bagaimana pikiran dan hati berproses.
2. Pengembangan Karakter di Perguruan Tinggi
Karakter peserta didik adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya, dan adat istiadat. Bahkan Stephen R. Covey (1999) mengemukakan bahwa: “… who planted the thought will reap the word, who plantedwords will reap deeds, who will actreap a habit, who will reap a habit sow a character, who planted a character will reap a destiny’’. Maksudnya siapa yang menanam pikiran akan menuai kata, siapa menabur perkataan akan menuai perbuatan, siapa yang bertindak akan menuai kebiasaan, siapa yang menabur kebiasaan akan menuai karakter, siapa yang menabur karakter akan menuai nasib.
Kalimat bijak tersebut di atas menunjukkan bahwa suatu karakter akan terbentuk atau dapat diberdayakan dengan proses panjang. Proses terbentuknya suatu karakater bukan hanya diawali oleh proses berpikir yang menetap memiliki nalar kecerdasan yang berjalan normal, artinya yang dimaksud memacu pikiran, bukan asal berpikir, atau sembarang pikiran yang muncul dalam otak/nalar seseorang, tetapi telah terbentuknya pengetahuan, daya pikir yang cerdas. Daya nalar berjalan dengan baik, maka akan melahairkan suatu aktivitas atau kegiatan/perbuatan sebagai hasil dari berpikir. Aktivitas dan berbuat ini mamtikan gerakan-gerakan fisik. Semua struktur tubuh fisik bekerja sesuai dengan arahan dari otak pikirannya. Karakter tidak akan tumbuh dengan tiba-tiba dan bersifat instan tetapi justru memerlukan perubahan (change) tubuh, yang terus menerus sebagai perirntah dari pikirannya. Setelah terlatih dan terus menerus berpikir dan berbuat, maka akan muncul habitus atau pembiasaan; orang bisa karena biasa.
Dipastikan apabila pikiran-pikiran yang timbul dilandasi atau diselimuti atau berada dalam koridor musyrik, dipengaruhi setan, perbuatan yang sama dengan setan, perbuatan tidak berakhlak yang ujungnya berkarakter musyrik setaniah dan karakter yang bertentangan dengan akhlak karimah. Secara filosofis, manusia yang pandai bertanya, sebenarnya ia sedang berpikir; murid/peserta didik yang pandai bertanya; pada hakikatnya menempati posisi lebih tinggi derajatnya daripada murid/peserta didik yang pandai menjawab. Murid yang pandai menjawab adalah pasif, sedangkan siswa yang pandai bertanya adalaha dinamis dan daya nalaranya kritis. Tentunya isi pertanyaan bukan hanya sekedar bertanya tanpa isi, tanpa referensi dan fakta. Seperti Bani Israil terhadap Nabi Musa As, pertanyaan-pertanyaannya bukan berdasarkan pikiran dan akal sehat, bukan mencari kebenaran, tetapi menghindari dari jeratan hukum yang akan diberikan, dan itulah contoh pertanyaan berpikir yang diselimputi arahan setan. Manusia bertanya pada hakaikatnya berpikir dan belajar ingin tahu sesuatu. Belajar dan pembelajaran esensinya memiliki tiga makna, yaitu sesuatu aktivitas disebut belajar atau sesuatu itu terjadi pembelajaran, apabila lahirnya pengetahuan baru, lahirnya kemampuan baru dan lahirnya perubahan baru.
Tumbuhnya pikiran yang melahirkan perkataan, perbuatan, kemudian tumbuh dana muncul habitus/kebiasaan yang akhirnya akan terbentuk karakter, memerlukan waktu terus menerus dan kondisi lingkungan yang mendukung, di samping ditunjang dengan keteladan dan motivasi yang tinggi dan cermat.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang komprehensif, di dalamnya memuat ilmu pengetahuan, budi pekerti (akhlak, karakter), kreativitas dan inovatif. Bahkan Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan pertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.
Bangsa berkarakter yakni bangsa yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan Pancasila yang bercirikan tangguh, kempetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi Iptek yang semuanya dijiwai oleh IMTAQ kepada Tuhan yang Maha Esa. Adapun langkah-langkah strategis pengembangan karakter bangsa yakni, pertama membangun sikap, moral, dan etika segenap komponen bangsa sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 agar dapat meredam kepentingan kelompok dan golongan sendiri, dan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Kedua, menggugah kesadaran segenap komponen bangsa untuk menerima, menghormati dan menghargai segala bentuk keragaman bangsa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa dalam naungan Bhineka Tunggal Ika. Ketiga, mensosialisasikan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara secara masif untuk membangun kehidupan nasional yang harmonis sekaligus mengoptimalkan pendidikan karakter yang sejalan dengan proses reformasi dan tidak indoktrinasi. Keempat, meningkatkan rasa hormat kepada simbol-simbol Negara (Bendera, Lambang Negara, Presiden dan lain-lain), kepada para pahlawan dan perjuangan bangsa (heroisme).
Menurut Soemarno Soedarsono (2012), bahwa substansi inti pengembangan karakter bangsa di Perguruan Tinggi untuk mewujudkan Visi Indonesia 2025 yaitu, pertama, National and Character Building yaitu wawasan kebangsaan yang berorientasi masa depan, jati diri yang tangguh di era global serta kemandirian, daya saing dan akhlak mulia. Kedua, Unity and Nation Harmony yaitu persatuan dan harmoni sosial yang makin kokoh, membangun bangsa Indonesia yang bersatu, adil dan makmur dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan yang harmonis dan wawasan kebangsaan yang kukuh. Ketiga, National Stability, yaitu stabilitas nasional yang makin mantap dan dinamis yang mendukung penyelenggaraan pembangunan di segala lini. Keempat, Democracy and Society yaitu demokrasi dan keterbukaan yang makin maju dan makin matang dalam penyelenggaraan kehidupaan berbangsa. Demokrasi yang makin santun dan bermartabat. Demokrasi yang memfasilitasi kokohnya masyarakat madani yang egaliter. Kelima, Law and Order yaitu hokum dan ketertiban yang konsisten dan berkeadilan. Hukum yang ditegakkan tanpa pandang bulu. Keenam, Economy Growth yaitu pertumbuhan ekonomi yang makin tinggi ditopangh oleh kemampuan nasionaal dalam menyelenggarakan aktivitas ekonomi yang makin produktif dan makin mandiri. Ketujuh, People Welfare yaitu kesejahteraan rakyaat yang makin meningkat dengan keberhasilan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memajukan taraf hidup masyarakat. Kedelapan, Good Governance yaitu pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan pemberantasan korupsi yang terus dilanjutkan dan diterapkan secara konsisten. Kesembilan, Intensive Regional Development, yaitu pembangunan daerah di seluruh wilayah tanah air harus berjalan makin intensif. Tidak boleh ada satu pun daerah yang tertinggal terlalu jauh dibandingkan daerah lainnya. Kesepuluh, Global Partnership, yaitu kemitraan dan kerjasama global yang dikembangkan dengan mengedepankan prinsip kerjasama dan kemitraan yang terbuka, saling menguntungkan dan berkeadilan.
D. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan ke dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Membangun sikap, moral dan etika segenap komponen bangsa sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 agar dapat meredam kepentingan kelompok dan golongan sendiri dan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Juga menggugah kesadaran segenap komponen bangsa untuk menerima, menghormati dan menghargai segala bentuk keragaman bangsa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Kuasa dalam naungan Bhineka Tunggal Ika.
2. Mensosialisasikan empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika) secara masif untuk membangun kehidupan Nasional yang harmonis sekaligus mengoptimalkan pendidikan karakter yang sejalan dengan proses refeormasi dan tidak indoktrinasi.
3. Akhirnya mudah-mudahan kunci sukes pengembangan karakter bangsa di masa depan akan melahirkan stabilitas politik yang mantap, integrasi-kerukunan sosial-dan harmoni yang serasi, demokrasi-keadilan dan kesejahteraan yang nyata, kepemimpinan dengan visi ke depan dan kemitraan global (partnership) yang erat.
DAFTAR PUSTAKA
Fathurrohman, Pupu, Aa Suryaman, Fenny Fatriany. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama.
Depdikbud. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Wawasan Wiyatamandala. Jakarta: Direktorat Pembinaan Kepeserta didikan Ditjen Dikdasmen.
Sedyawati, Edi, dkk. 1999. Pedoman Penanaman Karakter Luhur. Jakarta: Balai Pustaka.
Soedarsono, Soemarmo. 2012. Nation & Character Building di Bumi Indonesia: Saatnya Indonesia Bangkit dari Keterpurukan. Jakarta: Kompas Gramedia.
Wildan, Dadan. 2013. Peran PTS dalam Mempersiapkan dan Mengembangkan Karakter Bangsa untuk Mewujudkan Visi Indonesia 2025. Makalah Seminar Nasional HUT KORPRI Ke-42. Bandung: Korpri Kopwil Wilayah IV.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar