Rabu, 05 Januari 2011

REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER

Perlunya pendidikan karakter tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 33 dinyatakan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab’’. Jika dicermati lima dari delapan potensi peserta didik yang perlu dikembangkan dalam Sistem Pendidikan Nasional tersebut sangat signifikan dengan revitalisasi pendidikan karakter di Indonesia.
Dalam instrumentasi dan praksis pendidikan nasional sudah dikembangkan program rintisan, walaupun belum secara sistemik menyeluruh, dengan fokus muatan yang cukup beragam, misalnya pertama pengembangan nilai esensial budi pekerti yang dirinci menjadi 85 butir (Dikdasmen: 1989 s/d 2007). Kedua, pengembangan nilai dan ethos demokratis dalam konteks pengembangan budaya sekolah yang demokratis dan bertanggung jawab (Dikdasmen: 1991 s/d 2007). Ketiga, pengembangan nilai dan karakter bangsa (Dikdasmen: 2001 s/d 20050. Keempat, pengembangan nilai-nilai anti korupsi yang mencakup jujur, adil, berani, tanggung jawab, mandiri, kerja keras, peduli, sederhana dan disiplin (Dikdasmen dan KPK: 2008 s/d 2009) serta pengembangan nilai dan perilaku keimanan dan ketaqwaan dalam konteks tauhidiyah dan religiositas sosial (Dikdasmen: 1998 s/d 2009). Di luar kegiatan tersebut sudah banyak juga sekolah-sekolah unggulan yang mengembangkan karakter secara terpadu dalam pelaksanaan pendidikannya. Banyak juga sekolah yang sederhana, pondok pesantren di daerah perdesaan yang mampu menumbuhkembangkan karakter peserta didik budaya sekolah atau pondok pesantren yang ternyata teladan guru atau ustadz sebagai kunci sukses sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Tantangan ke depan adalah bagaimana berbagi kesuksesan itu untuk membangun pendidikan karakter yang mampu menyentuh semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan di tanah air Indonesi ini.
Secara Akademis, pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan, baik-buruk, memelihara apa yang baik itu dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona, 1991), atau dalam arti utuh sebagai morality yang mencakup moral judgement and moral behaviour baik yang bersifat prohibition oriented morality maupun pro-social morality (Piager, 1967; Kohlberg, 1975; Eisenberg-berg; 1981). Secara pedagogis, pendidikan karakter seyogyanya dikembangkan dengan menerapkan holistic approach, dengan pengertian bahwa: ‘’Effective character education is not adding a program or set programs. Rather it is a transformation of the culture and life of the school’’ (Berkowitz dalam goodcharacter.com: 2010). Sementara itu Lickona (1992) menegaskan bahwa: ‘’In character education, it’s clear we want our children are able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right even in the face or pressure form without and templatation from within. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, nampak jelas bahwa pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen: Pertama, adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses transmisi nilai sebagai proses peradaban. Kedua, peranan sekolah sebagai pendidik moral yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam masyarakat. Ketiga, tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai. Keempat, kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral. Kelima, kenyataan sesungguhnya bahwa tidak ada pendidikan yang bebas nilai. Keenam, persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan adanya landasan yang kuat dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di sekolah.
Semua argumen tersebut tampaknya masih relevan untuk menjadi cermin kebutuhan akan pendidikan nilai/moral di Indonesia saat ini. Proses demokrasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang semakin kuat dan beragam di satu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan tinggi yang lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan gerakan nasional pendidikan karakter. Lebih jauh dari itu adalah Indonesia dengan masyarakatnya yang ber-Bhineka Tunggal Ika dan dengan falsafah negaranya Pancasila yang sarat dengan nilai dan moral, merupakan alasan filosofis-ideologis, dan sosial-kultural tentang pentingnya pendidikan karakter untuk dibangun dan dilaksanakan secara nasional dan berkelanjutan.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa mendatang. Karena itu pengembangan nilai yang bermuara pada pembentukan karakter bangsa (nation character building) yang diperoleh melalui berbagai jalur, jenjang dan jenis pendidikan akan mendorong mereka menjadi anggota masyarakat, anak bangsa dan warga negara yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Sampai saat ini, secara kurikuler telah dilakukan berbagai upaya untuk menjadikan pendidikan lebih mempunyai makna bagi individu yang tidak sekadar memberi pengetahuan pada tataran kognitif, tetapi juga menyentuh tataran afektif dan konatif melalui pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani. Namun demikian, harus diakui karena kondisi zaman yang berubah dengan cepat, maka upaya tersebut belum mampu mewadahi pengembangan karakter secara dinamis dan adaptif terhadap perubahan tersebut. Oleh karena itu pendidikan karakter perlu dirancang-ulang dan dikemas kembali dalam wadah yang lebih komprehensif dan lebih bermakna. Pendidikan karakter perlu direformulasikan dan dioperasionalisasikan melalui transformasi budaya dan kehidupan sekolah. Untuk itu, dirasakan perlunya membangun wacana dan sistem pendidikan karakter yang sesuai dengan konteks sosial kultural Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika dengan nilai-nilai Agama dan Pancasila sebagai sumber nilai dan rujukan utamanya.
Urgensi dari pelaksanaan komitmen nasional pendidikan karakter, telah dinyatakan pada Saresehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa pada Tanggal 14 Januari 2010 yakni, pertama pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh. Kedua, pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh. Ketiga, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orang tua. Oleh karena itu pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut. Keempat, dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budaya karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.
Kebutuhan tersebut bukan hanya dianggap penting tetapi sangat mendesak mengingat berkembangnya godaan-godaan (temptations) dewasa ini marak dengan tayangan dalam media cetak maupun non cetak (televisi dan jaringan maya lainnya) yang memuat fenomena dan kasus perseteruan dalam berbagai kalangan yang memberi kesan seakan-akan bangsa kita sedang mengalami krisis etika dan krisis kepercayaan diri yang berkepanjangan. Pendidikan karakter bangsa diharapkan mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut. Kondisi dan situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan karakter yang perlu ditransformasikan sejak dini, yakni sejak pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik dan berkesinambungan. Semoga!
Penulis: Guru Besar Sosiologi Pendidikan Kopertis Wilayah IV dan Pembantu Ketua Bidang Akademik di STKIP Pasundan Cimahi.

2 komentar:

  1. Assalaamu'alaikum..
    Ditunggu artikel yang lainnya Prof. sungguh suatu pencerahan bagi kami semua...

    BalasHapus
  2. Thanks gan udah share , blog ini sangat bermanfaat .............................



    bisnistiket.co.id

    BalasHapus