Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, megarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tugas dan tanggung jawab guru sangat besar, namun
tanggung jawab tersebut sesungguhnya bukan merupakan beban, tetapi kehormatan
bagi guru untuk menumbuhkan generasi baru yang tercerdaskan. Pemerintah
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru untuk terus meningkatkan
kemampuan profesionalnya melalui kegiatan pengembangan keprofesian secara
berkelanjutan. Peningkatan profesi guru dilakukan terus-menerus, secara
bertahap dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing guru agar kemampuan profesi
guru dapat terpelihara sesuai standar atau bahkan melebihi standar yang
ditetapkan.
Jabatan guru merupakan sebuah profesi. Namun demikian,
profesi ini tidak sama seperti profesi-profesi pada umumnya, bahkan boleh
dikatakan bahwa profesi guru khusus dan luhur. Mereka yang memilih profesi ini
wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan
untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menunjang tinggi kode etik
yang telah diikrarkannya, bukan semata-mata segi materinya belaka.
Profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai
profesi yang bermartabat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini dimaksudkan karena guru merupakan
tenaga profesional yang mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat
penting dalam mencapai visi pendidikan 2025, yaitu menciptakan insan Indonesia
cerdas dan kompetitif. Hal tersebut sesuai dengan moto peringatakan Hari
Pendidikan Nasional, 2 Mei 2017 yakni mempercepat pemerataan pendidikan secara
berkualitas.
Konsep dasar etika profesi ini merupakan landasan
penting bagi pendidik dan/atau tenaga kependidikan dalam memahami peranan guru
dalam pembelajaran serta memahami etika profesi. Seperti dijelaskan oleh M.
Hosnan (2016:7), bahwa etika profesi meliputi; pertama, memiliki kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri. Kedua, memiliki wawasan kependidikan,
psikologi, budaya, dan lingkungan. Ketiga,
mampu melaksanakan praktik bimbingan dan konseling secara profesional. Keempat, mampu memecahkan berbagai
persoalan yang menyangkut bimbingan konseling. Kelima, mampu mengembangkan dan mempraktikkan kerjasama bidangnya
dengan pihak yang terkait. Keenam,
memiliki wawasan psiko-sosial kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga
belajar dalam konteks lingkungannya. Ketujuh,
memiliki pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama agar profesi itu dijalankan
tanpa pamrih. Bahkan B. Kieser (1981) menuliskan: ‘’Seluruh ilmu dan usahanya
hanya demi kebaikan pasien/klien. Menurut keyakinan orang yang menurut
aturan-aturan kelompok (profesi luhur), para profesional wajib mempraktikan
keahlian mereka semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa
menghitung untung ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat
jiwa pokok dari seorang profesional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya
sendiri di atas kepentingan klien’’. Kedua,
para pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang
ditaati dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien
tidak disalahgunakan. Selanjutnya, hal ini kita kenal sebagai kode etik.
Mengingat fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang
untuk menjalankan tugasnya dalam keadaan apa pun tetap menjunjung tinggi
tuntutan profesinya.
Seorang guru yang mengajar karena panggilan jiwanya,
ada misi untuk mengantarkan mereka (anak didiknya) kepada kehidupan yang lebih
baik secara intelektual dan sosial, bukan sekedar karena profesi gurulah
pekerjaan yag paling mudah didapatkan, maka ia akan dapat mengalirkan energi
kecerdasan, kemanusiaan, dan kemuliaan yang besar dalam dada setiap muridnya,
bahkan sesudah ia meninggal. Guru yang mengajar dengan mental seorang pendakwah
sekaligus pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk mendapat upah
bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan energi agar tetap lembut
menghadapi murid yang membuat keningnya berkeringat.
Guru selalu mendarmabaktikan tenaga dan pikirannya
demi kemajuan pendidikan, dan mereka juga ikhlas dalam melakukannya. Guru juga
tidak menuntut balas jasa, karena pekerjaan itu bukan bisnis yang harus ada
kalkulasi untung dan rugi. Tapi yang dituntut ole guru cuma satu, yakni
keadilan akan haknya sebagai warga negara, sebagai pegawai, dan sebagai
pemangku profesi yang sangat mulia dan berat sekali tanggung jawabnya. Oleh
karena itu, dalam sejarah pendidikan, tentu seorang gurulah yang paling awal
muncul, baru kemudian murid dan infrastruktur lain yang terkait dengan paradigma
pengelolaannya. Setelah terciptanya pendidikan, baru kemudian berkembang
kurikulum yang berkaitan dengan manajemen lembaga pendidikan, seperti bangunan
sekolah, kepala sekolah, karyawan, dan sebagainya.
Profesi merupakan panggilan hidup dan di dalamnya
terdapat keahlian. Apapun kriteria yang
lainnya diperlukan untuk memperkuat kriteria itu. Kriteria ‘’panggilan
hidup’’ sebenarnya mengacu pada pengabdian; atau yang sekarang dikenal dengan
‘dedikasi’. Sementara kriteria ‘keahlian’ mengacu pada mutu layanan, yakni mutu
dedikasi tersebut. Kriteria ‘memiliki teori’, ‘kecakapan diagnostik dan
aplikatif’, ‘otonomi’, ‘kode etik’ dan ‘pengenalan keahlian’, semuanya dapat
dikatakan kriteria untuk memperkuat keahlian; sedangkan kriteria ‘untuk
masyarakat dan klien’ merupakan kriteria untuk memperkuat dan memperjelas
dedikasi.
Profesi harus mengakui kewajibannya dalam masyarakat
dengan meminta anggotanya memiliki kode etik yang diterima dan dibangunnya. Prinsip
profesional menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
disebutkan pada pasal 5 ayat 1, yaitu: ‘’Profesi guru dan dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip profesional sebagai
berikut: Pertama, memiliki bakat, minat,
panggilan jiwa dan idealisme. Kedua, memiliki
kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugasnya. Ketiga, memiliki kompetensi
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Keempat, memiliki kode etik profesi. Kelima, memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas. Keenam, memperoleh penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya. Ketujuh,
memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berkelanjutan. Kedelapan, memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Kesembilan, memiliki organisasi
profesi yang berbadan hukum.
Akhirnya mudah-mudahan dengan memahami profesi
pendidik maka prinsip-prinsip etika profesi lebih mengedepankan tanggung jawab,
keadilan serta otonomi yang akhirnya akan meningkatkan profesionalitas,
kreativitas, produktivitas serta kinerja para pendidik dan tenaga kependidikan.
*** Semoga ***.
Terima kasih, Prof. Sangat mengesankan.
BalasHapusterimakasih untuk artikelnya.
BalasHapussangat bermanfaat dan salam sehat selalu,
https://marketing.ruangguru.com/bimbel
konten yang bagus, terimakasih sangat bermanfaat
BalasHapus