Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mampu
melakukan proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan dengan
cara membebaskannya dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan,
ketidakbenaran, ketidakjujuran dan dari buruknya akhlak, moral dan keimanan.
Begitu pula an pendidikan pada institusi perguruan
tinggi, setidaknya memiliki pengertian dan ruang lingkup yang sama yakni
pendidikan tinggi yang bermutu harus mampu mengantarkan out put lulusan memiliki seperangkat pengetahuan, skill, berkarakter atau memiliki
kematangan secara intelektual, emosional dan spiritual serta mampu menguasaI
dan diterima dalam persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif, atau bahkan
mampu menciptakan lapangan kerja secara kreatif dan produktif.
Perguruan tinggi dikatakan berkualitas apabila dapat
mengantarkan peserta didiknya untuk mampu mengembangkan potensi dirinya
sehingga dapat menjadi manusia unggul yang mempunyai wawasan keilmuan yang
luas, terampil dalam menguasai teknologi, etos kerja yang tinggi, mempunyai
kesadaran hidup sosial, berakhlak karimah serta sehat jasmani dan rohani.
Adapun salah satu indikator keberhasilan
pendidikan adalah menghasilkan output
lulusan
yang meningkat kesejahteraan ekonominya, mampu bersaing dengan masyarakat lokal
dan global, serta berdedikasi terhadap moral yang tinggi.
Di sisi lain, mutu pendidikan yang lebih ditekankan
pada aspek kelembagaan dikemukakan oleh Mulyasa (2012) bahwa pendidikan bermutu
tidak hanya dapat dilihat dari kualitas lulusannya, tetapi juga bagaimana
lembaga pendidikan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar
mutu yang berlaku. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Indonesia menegaskan
bahwa perguruan tinggi dikatakan bermutu apabila mampu menetapkan dan
mewujudkan visi melalui misinya (aspek deduktif) dan perguruan tinggi tersebut
mampu memenuhi kebutuhan stakeholders
(aspek induktif), yang berupa kebutuhan kemasyarakatan (societas needs), dunia kerja (industrial
needs), dan profesional (professional
needs).
Dengan demikian mutu pendidikan di sebuah perguruan
tinggi pada hakikatnya berhubungan erat dengan aspek lulusan, program yang
jelas dan SDM perguruan tinggi yang bersangkutan. Lulusan pendidikan tinggi
yang bermutu tampak pada kualitas lulusan yang memiliki wawasan yang luas,
kompetensi secara unggulan, berkarakter, serta dapat menembus persaingan kerja secara global. Sedangkan program perguruan
tinggi seharusnya direncanakan secara matang, dijalankan melalui proses yang
dinamis dan terkontrol dengan tujuan untuk memuaskan setiap pengguna jasa
pendidikan. Adapun SDM perguruan tinggi yang bermutu dimiliki oleh setiap
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dengan memiliki seperangkat hard skill dan soft skill yang mendukung mutu perguruan tinggi.
Untuk menciptakan pendidikan tinggi yang bermutu
tentunya tidak bisa lepas dari aspek manajemen perguruan tinggi yang baik dan
berkualitas yang mencakup aspek perencanaan, proses, output (hasil dari kegiatan pendidikan) serta evaluasi. Sebab untuk
mencapai hasil pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh seperangkat komponen,
baik standar nasional pendidikan, standar nasional penelitian maupun standar
nasional pengabdian kepada masyarakat. Juga perlunya peran lembaga penjaminan
mutu (LPM) pada setiap perguruan tinggi. Karena LPM merupakan penanggungjawab
inti atas terselenggaranya kualitas dan jaminan pendidikan mutu pendidikan pada
sebuah perguruan tinggi.
Dalam konteks tersebut, perubahan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta realita pendidikan yang semakin meningkat
menjadikan setiap perguruan tinggi harus siap mengikuti persaingan secara
ketat. Sebab dalam era persaingan itulah, setiap masyarakat memiliki kehendak
secara otonom untuk memilih perguruan tinggi yang mampu memberikan kualitas dan
jaminan mutu. Melalui tuntutan itulah, perguruan tinggi harus mampu menarik dan
meyakinkan secara kualitas agar lembaganya senantiasa diminati oleh masyarakat
secara luas. Oleh karena itu, mutu perguruan tinggi menjadi satu-satunya
kekuatan dalam menjawab tuntutan tersebut.
Secara teoretik dan praktik, mutu sebuah perguruan
tinggi ditentukan oleh manajemen mutu yang di dalamnya memuat perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan mutu sebagai upaya melakukan perbaikan berkelanjutan
guna meningkatkan kemampuan organisasi perguruan tinggi yang memenuhi standar
mutu serta kepuasan stakeholder dan
pemangku kepentingan pendidikan tinggi, sehingga kapabilitas suatu perguruan
tinggi semakin meningkat serta semakin kuat untuk bertahan dan berkembang dalam
situasi lingkungan yang kompetitif.
Manajemen mutu secara praktis menjadi bagian pokok
dalam Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPMI) yang dilakukan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu (LPM). SPMI merupakan kegiatan sistemik penjaminan mutu
pendidikan tinggi yang dilakukan oleh setiap perguruan tinggi secara
berkelanjutan (continuous improvement).
Adapun sistem penjaminan mutu perguruan tinggi secara prinsipil memiliki peran
tugas menjalankan, mengembangkan dan menjaga proses penjaminan mutu secara
otonomi melalui suatu sistem yang dirancang, dijalankan dan dikendalikan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan. Sehingga melalui sistem penjaminan mutu
internal perguruan tinggi dapat menetapkan dan mewujudkan visi yang telah
dirumuskan, mampu menjawab visinya ke dalam sejumlah standar dan standar
turunan, serta mampu menerapkan, mengendalikan dan mengembangkan sejumlah standar
dan standar turunan guna memenuhi kebutuhan stakeholder.
Pencapaian tujuan penjaminan mutu dilakukan oleh SPMI untuk kemudian
memperoleh akreditasi melalui sistem penjaminan mutu eksternal (SPME) oleh
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) untuk akreditasi institusi
dan Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) untuk akreditasi
program studi.
Menurut Sumardjoko (2010) bahwa prinsip kendali mutu
berbasis PDCA (Plan, Do, Check, and
Action) mencakup beberapa unsur diantaranya: pertama quality first yakni
semua pikiran dan pola tindakan pengelola pendidikan tinggi harus
memprioritaskan mutu. Kedua, stakeholder-in yakni semua pikiran dan
tindakan pengelola pendidikan harus ditujukan pada kepuasan stakeholders. Ketiga, the next process our
is stakeholders yaitu setiap orang yang melaksanakan tugas dalam proses
pendidikan tinggi harus menganggap orang lain yang menggunakan hasil
pelaksanaan tugasnya sebagai stakeholder-nya
yang harus dipuaskan. Keempat, speak with data yaitu setiap pelaksana
pendidikan tinggi harus melakukan tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan
analisis data yang telah diperolehnya bukan berdasarkan rekayasa, dan kelima, upstream management, yaitu semua
pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif bukan otoritatif.
Dengan demikian diharapkan perguruan tinggi dapat
menghasilkan jasa akademik (kurikulum, silabus, bimbingan & praktikum),
jasa administrasi (akademis dan keuangan), jasa ekstrakurikuler (olahraga,
kesenian dan pengembangan karir), serta jasa penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat yang berupa konsep, ide, teori dan pengetahuan baru yang dapat
berguna bagi lingkungan perguruan tinggi maupun masyarakat global. *** Semoga
***.