Minggu, 15 Agustus 2010

KEMERDEKAAN DAN NILAI NASIONALISME Oleh: H. Endang Komara

Upacara Bendera 17 Agustus berjalan dengan hidmat, berkumandangnya lagu Indonesia Raya, detik-detik Proklamasi, gelora salam merdeka, derap langkah nasionalisme, renungan jasa para pahlawan, tabur bunga di makam pahlawan, berkobarnya semangat persatuan, panjat pinang, lomba makan kerupuk, perlombaan olah raga, serta berbagai kegiatan dalam mengisi hari kemerdekaan Indonesia yang ke-65.
Makna kemerdekaan adalah terwujudnya mimpi membangun bersama NKRI untuk kesejahteraan rakyat. Menjaga keamanan seluruh warga dalam lindungan sistem hukum yang adil dan kokoh. Bukan personifikasi kekuasaan individual ke dalam sistem seperti terjadi di wilayah yudikatif dan eksekutif, atau rancangan sikut-menyikut di legislatif. Diperlukan keinsyafan massal tentang pentingnya kesadaran bersama dalam mengelola seluruh potensi bangsa.
Makna kemerdekaan dalam kerangka demokrasi masih bisa menerima segala hiruk pikuk persaingan para elit untuk menjadi pengelola negara, namun semua itu dalam kepatuhan terhadap aturan main. Yang lebih penting lagi adalah keseriusan serta keberanian dalam menempuh jalan pembangunan yang akan berdampak luas dan positif bagi bangsa Indonesia. Segala perdebatan harus dilaksanakan dalam semangat persatuan dan pada saatnya harus berhenti, para pihak harus mengerti dan mampu menerima secara legowo. Meskipun dendam dan sakit hati itu adalah sifat manusiawi, namun bila kebenaran sedang membimbing Indonesia Raya, kita patut mendukungnya. Sebaliknya bila kegelapan sedang berkuasa kita juga wajib menempuh langkah nyata untuk meneranginya.
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris ‘’nation’’) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa ‘’kebenaran politik’’ (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu ‘’identitas budaya’’, debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasananya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Beberapa bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai bagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang popular berdasarkan pendapat warganya, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagiaan atau semua elemen tersebut. Pertama, nasionalisme kewarganegaraan (nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, kehendak rakyat dan perwakilan politik. Kedua, nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal etnis sebuah masyarakat. Ketiga, nasionalisme romantik (nasionalisme organik/nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis di mana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi (organik) hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung pada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Keempat, nasioalisme budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya sifat keturunan seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Kelima, nasionalisme kenegaraan, ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggraan sebuah ‘nasional state’ adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Keenam, nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.
Berdasarkan penjelasan di atas maka nilai-nilai nasionalisme yang perlu dikembangkan pasca memperingati Kemerdekaannya yang Ke-65 yaitu, pertama menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri. Kedua, menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik-baiknya. Ketiga, menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya. Keempat, mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Kelima, selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi dan sosial budaya bangsa.
Dirgahayu Republik Indonesia Ke-65, mudah-mudahan Negara tercita ini lebih maju dalam berbagai aspek kehidupan yang pada akhirnya dapat berdiri di atas kaki sendiri dan sejajar dengan bangsa dan negara lain. Semoga!
Penulis: Guru Besar Kopertis Wilayah IV dan Dosen Pascasarjana STKIP Pasundan

Kamis, 12 Agustus 2010

RAMADHAN MEMBENTUK BERBUDI LUHUR Oleh: H. Endang Komara

Bulan Ramadhan 1431 H. yang tengah kita hadapi bersama merupakan bulan penekan hawa nafsu yakni dengan melakukan ibadah puasa dengan semua ketentuannya merupakan latihan jasmani dan rohani yang menghendaki kesadaran dan ketaatan kaum muslimin; sadar akan hikmat yang terkandung di dalamnya serta taat akan semua ketentuannya meskipun dengan penderitaan/cobaan yang sangat berat.
Sebab kenyataan yang kita jumpai dalam melakukan ibadah puasa banyak penderitaan yang kita rasakan, baik jasmani maupun rohani; penderitaan jasmani yang kita rasakan ialah lemahnya tenaga karena lapar dan haus, yang semua itu dapat menyebabkan kurangnya gairah kerja. Begitu pula rohani kita melaksanakan penderitaan karena terpaksa harus menekan syahwat yang tiba-tiba menyelinap dalam hati disaat berhadapan dengan istri pada saat kita perpuasa, yakni pada waktu siang. Padahal yang demikian adalah tuntutan jiwa yang wajar bagi setiap makhluk hidup serta normal. Akan tetapi penderitaan-penderitaan itu bukanlah beban yang berat manakala seseorang telah benar-benar tumbuh kesadaran serta ketaatannya. Jika sudah demikian keadaan seseorang maka termasuklah ia dalam golongan orang-orang yang bertqwa. Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Albaqarah: 183 yang artinya: ‘’Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertqwa.’’ (Al Baqarah: 183).
Allah swt adalah Maha Bijaksana, sehingga betapapun beratnya suatu kewajiban atas hamba-Nya sudah barang tentu Allah memberikan keringanan atau rukhshah bagi orang-orang tertentu seperti musafir (orang yang sedang bepergian), orang-orang tua yang sudah tidak kuat melakukannya, orang-orang yang sakit dan membahayakan terhadap keselamatan dirinya dan lain-lainnya yang telah ditetapkan oleh syara. Rukhshah itupun berlaku bagi orang-orang yang melakukan puasa, yakni bagi mereka yang tidak sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang dapat membatalkan puasa. Rasulullah bersabda, yang artinya: ‘’Barangsiapa berbuka (makan/minum) padahal itu puasa Ramadhan, karena lupa, maka tiada qadla dan kifarat baginya.’’ Yang demikian menunjukkan bahwa ibadah puasa merupakan ibadah sirri yang hanya Allah-lah yang berhak menilai kebenaran puasa seseorang.
Kesitimewaan lain bagi orang yang berpuasa sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw dari Riawayat Abu Hurairah, yang artinya: ‘’Barangsiapa yang melakukan puasa pada bulan Ramdhan penuh keutamaan bagi mereka yang melakukannya, terutama pahala yang diperoleh. Oleh sebab itu berbahagialah kita saat ini berada di dalam bulan Ramadhan dan mengerjakan puasa. Marilah kita laksanakan kewajiban puasa Ramadhan ini, karena iman dan mengharap ridha Allah semata; kita tingkatkan ibadah, shadaqah dan amal-amal shaleh, agar kita termasuk golongan orang-orang beruntung di dunia dan di akhirat.
Keuntungan pahala seorang hamba yang melakukan ibadah puasa Ramadhan sangat besar, melebihi pahala amal kebajikan yang lain. Dalam hadist Qudsi Allah swt berfirman, yang artinya: ‘’Semua kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipat gandakan pahalanya antara sepuluh sampai tujuh ratus kali kecuali puasa; maka sesungguhnya puasa itu adalah hak-Ku dan Aku akan memberinya pahala menurut kehendak-Ku.’’ Maka lebih dari itu, puasa oleh Rasulullah saw dianggap sebagai perisai yang dapat membentengi seseorang dari api neraka selama puasa itu tidak dirusak dengan perkataan dusta dan menggunjing. Rasulullah saw bersabda yang artinya: ‘’Berapa banyak orang-orang yang berpuasa, akan tetapi tiadalah ia menerima pahala dari puasanya melainkan hanya lapar dan dahaga.’’
Adapun hal-hal yang merusak puasa antara lain Rasulullah saw bersabda yang artinya: ‘’Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan palsu, maka Allah tidak membutuhkan puasanya, yakni meninggalkan makan dan minumnya.’’ Akhirya marilah kita isi bulan Ramadhan ini dengan ibadah dan amal-amal shaleh, sebagai pembuktian iman dan taqwa kepada Allah swt. Semoga dengan iman dan taqwa Allah memberikan pahala sebagai balasan yag dijanjikan kepada para hamba-Nya, baik yang dapat kira rasakan di dunia maupun kelak di akhirat. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Al-Ar’raf:96 yag artinya: ‘’ Apabila penduduk kota-kota beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, naka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.’’
Mudah-mudahan pada bulan Ramadhan ini senantiasa kita dapat mempergunakan waktu sebaik mungkin seperti memperbanyak membaca Al Qur’an, shalat tarawih, berzakat baik firah maupun maal, shadaqoh, berbuat kebaikan serta menjaga puasa kita dengan tidak melakukan perkataan yang bukan-bukan, ucapan dusta dan celaan pada kehormatan orang lain. Sehingga akhirnya kita tergolong orang-orang yang mutaqin serta kita diberikan kesempatan pada Ramadhan-Ramadhan berikutnya, Amin ya Robala’lamin.
(Penulis, Guru Besar Kopertis Wilayah IV dan Pembantu Ketua Bidang Akademik di STKIP Pasundan)