Minggu, 30 September 2018

PERAN ADMINSITRASI PENDIDIKAN DALAM ILMU-ILMU SOSIAL Oleh Endang Komara, Prof., Drs., Dr., M.Si Email: endang_komara@yahoo.co.id

I.             PENDAHULUAN
Adminsitrasi pendidikan adalah sebuah kerjasama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan melihat hubungan antar komponen pendidikan sehingga dapat memperbaiki system pendidikan dengan menggunakan perangkat yang mendukung kegiatan pembelajaran.
Menurut M. Ngalim Purwanto (1985) administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu baik personal, spiritual dan material yang bersangkut paut dengan tercapainya tujuan pendidikan.
Dengan demikian, bahwa seluruh administrasi pendidikan itu merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang ada sangkut pautnya dengan tugas-tugas pendidikan.
Bahwa administrasi pendidikan itu mencakup kegiatan-kegiatan yang luas, meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, khususnya dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. Dengan demikian, administrasi pendidikan itu bukan hanya sekedar kegiatan tata usaha seperti dilakukan di kantor-kantor, inspeksi pendidikan lainnya.
Dasar adminsitrasi meliputi, pertama, efisiensi, seorang administrasi akan berhasil dalam tugasnya bilamana dia efisien dalam menggunakan sumber tenaga dan dana dan fasilitas yang ada. Kedua, prinsip pengelolaan, administrator akan memperoleh yang paling efektif dan efisien melalui orang lain dengan jalan melakukan pekerjaan manajemen yakni merencanakan, megorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol. Ketiga, prinsip mengutamakan tugas pengelolaan, maksudnya adalah sebagai pretugas seorang administrator harus mengutamakan tugas pokoknya ketimbang tugas lain yang sifatnya penunjang. Keempat, prinsip pememimpinan yang efektif yakni memperhatikan dimensi-dimensi hubungan antar manusia (human relationship), dimensi pelaksanaan tugas dan dimensi situasi (sikon) yang ada. Kelima,prinsip kerjasama, seorang administrator akan berhasil baik dalam tugasnya bila ia mampu mengemban kerjasama di antara orang-orang yang terlibat, baik secara horizontal maupun secara vertikal.
Tujuan administrasi pendidikan adalah agar semua kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Kemudian  menurut Sergeovani dan Carver (1987) adalah efektivitas produksi, efisiensi, kemampuan menyesuaikan diri, dan kepuasan kerja.
Ilmu-ilmu social merupakan ilmu yang mempelajari tindakan-tindakan yang berlangsung dalam proses kehidupan dalam upaya menjelaskan mengapa manusia berperilaku seperti apa yang mereka lakukan. Setiap ilmu social merupakan suatu disiplin ilmu yang merupakan suatu batang tubuh atau struktur ilmu pengetahuan (body of knowledgeatau structure of knowledge) tentang suatu bidang ilmu.
Ilmu-ilmu social terdiri dari cabang-cabang ilmu yang lain seperti ilmu antropologi, ilmu sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu geografi, ilmu psikologi social dan ilmu politik.

II.           PEMBAHASAN
A.   Administrasi Pendidikan
Adminsitrasi pendidikan menurut  Syarif (1978:7), segala usaha untuk mendayagunakan sumber-sumber (personil maupun materil secara efektif dan efisien untuk menunjang tercapainya pendidikan. Jika dihubungkan dengan administrasi pendidikan maka bisa diartikan bahwa hal ini merupakan upaya peningkatan efektifitas unsur-unsur pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.
Fungsi administrasi pendidikan itu meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan penilaian. Fungsi perencanaan pendidikan merupakan fungsi yang sangat penting dari administrasi karena fungsi ini memang berperan banyak dalam hal memberi  petunjuk pada pelaksanaan pendidikan, acuan untuk memonitor kemajuan dan pelaksanaan program pendidikan kriteria dalam pendidikan dan dapat menjadi inovasi.
Dalam perencanaan itu sendiri akan menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan bagaimana melakukannya, dimana dan siapa. Dalam fungsi terkandung kegiatan menetapkan tujuan, emngambil keputusan, mengadakan peramalan atau perkiraan, dan memprakarsai strategi pelaksanaan, lalu dapat dinyatakan perencanaan adalah menetapkan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai dan alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Fungsi administrasi yang kedua adalah pengorganisasian, yang berarti upaya membina dan memmapankan hubungan antar kegiatan dan factor fisik yang harus dilakukan dan diperlukan, mengkoordinasikan sumber yang ada, pimpinan mendesain struktur formal berbagi tugas dan hubungan kewenangan yang akan menjamin efektifitas  dalam pencapaian tujuan.
Pengorganisasian berurusan  dengan pembagian jabatan yang harus dikerjakan, penetapan kelompok, pekerjaan, dan pemerataan tanggung jawab dalam pekerjaan. Prinsip yang dianut dalam pengoragnisasian adalah pembagian kerja, rintangan, departemensasi dan otoritas atau wewenang.
Untuk perencanaan gambaran yang jelas tentang fungsi administrasi pendidikan adalah:
1.    Perencanaan
Setiap program maupun konsepsi memerlukan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan. Perencanaan adalah  cara menghampiri masalah. Dalam penghampiran masalah itu si perencana berbuat merumuskan apa saja yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Perencanaan merupakan sarat mutlak bagi kegiatan administrasi, tanpa perencanaan  atau kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Di dalam kegiatan perencanaan  ada dua factor yang harus diperhatikan, yaitu  factor tujuan dan faktor sarana, baik saran personal maupun sarana material.
Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi: Pertama, perumusan tujuan yang hendak dicapai. Kedua, penetuan bidang/fungsi unit sebagai bagian-bagian yang akan melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Ketiga, menetapkan jangka waktu yang diperlukan. Keempat, menetapkan metode atau cara mencapai tujuan. Kelima,menatapkan alat yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi pencapaian tujuan. Keenam, merumuskan rencana evaluasi atau penilaian untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan. Ketujuh, menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan.
Dengan demikian rancangan kegiatan administrasi pendidikan yang harus dirumuskan mencakup 7 (tujuh) faktor yakni; tujuan, bidang/bentu kegiatan, waktu, metode, alat, penilaian dan factor dana.
2.     Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah aktivitas penyusunan, pembentukan hubungan kerja antara orang-orang, organ-organ sehingga terwujud suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau penyusunan bagian-bagian yang terpisah sehingga terjadi suatu kesatuan dan tindakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam hal pengorganisasian ini, ada dua hal pokok yang menjadi perhatian yaitu: a) penciptaan mekanisme atau tata kerja, seirama dengan pola struktur organisasi yahg dibuat ditetapkan; b) penentuan dan pendistribusian kerja, yaitu penyebaran dan pembagian tugas/pekerjaan sekaligus pelaksanaan beserta kewenangan dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh masing-masing anggota/staf pengurus oragnisasi.
Fungsi pengerakan atau aktualisasi, artinya menggerakkan orang-orang dalam organisasi agar mau bekerja dengan penuh kesadaran secara bersama-sama mencapai tujuan yang diharapkan.
Pengawasan merupakan kegiatan-kegiatan dan tindakan-tindakan untuk mengamankan rencana dan keputusan yang telah dibuat atau yabg sedang dilaksanakan.
Menurut Ahmad Sabri (2005) dijelaskan dalam bagian supervisi, bahwa setiap pelaksanaan daripada program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi.  Selanjutnya ditambahkan fungsi administrasi pendidikan adalah pengarahan, koordinasi, dan evaluasi. Pengarahan maksudnya memberi bimbingan dan petunjuk yang diberikan sebelum kegiatan pelaksanaan dilakukan, untuk memelihara, menjaga dan mengajukan organisasi melalui orang-orang yang terlibat,  baik secara structural maupun fungsional agar setiap kegiatanyang dilakukan nati tidak terlepas dari usaha pencapaian tujuan pendidikan. 
Koordinasi  adalah mengsingkronkan dan meluruskan semua kegiatan unit departemen/satuan organisasi menuju tercapainya tujuan/hasil akhir yang sama, koordinasi menyangkut semua orang, kelompok unit orgnisasi dan semua kegiatan dalam setiap organisasi dimana orang bekerjasama. Tanpa koordinasi terjadi pemborosan uang, tenaga dan waktu yang sangat banyak.
Evaluasi adalah untuk mengetaaui berhasil atau tidaknya suatu program. Jadi, evaluasi sebagai fungsi administrasi pendidikan. Pendidikan adalah aktivitas-aktivitas untuk menentukan sampai dimana hasil dan tujuan pendidikan itu telah tercapai.  
3.    Perkembangan Teori Administrasi 
a.    Teori Tradisional
1)   Teori Administrasi Ilmiah
Teori ini dikembangkan oleh Frederick  Taylor (1856-1915 M) dikenaln sebagai bapak manajemen ilmiah, yang  mendasarkan teorinya pada hasil eksperimen yang ia lakukan yang dituangkan dalam karya tulisnya yang berjudul the principles of scientific management sekitar tahun 1911, yang dipopulerkan oleh Louis Brandeis yang meliputi beberapa prinsip: studi waktu, hasil upah, pemisah antara perencanaan dan pelaksanaan, metode kerja ilmiah, kontrol manajeral dan prinsip manajemen fungsional.
Berdasarkan prinsip di atas,  administrasi pendidikan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: menggunakan disiplin yang keras, pemusatan pada tugas yang harus dikerjakan oleh bawahan, kurangnya hubungan interpersonal antara pekerja, aplikasi yang kaku dari sistem yang intensif dalam pemahaman administrasi. 
2)   Teori Birokrasi
Ada lima ciri dari teori birokrasi yaitu: Pertama,adanya pembagian tugas dan spesialisasi dari setiap individu dalam organisasi mempunyai wewenang dan jurudiksi yang diatur oleh berbagai peraturan. Kedua, bersifat impresional. Ketiga, dalam organisasi ada hirarki kewenangan. Keempat, didasarkan atas dokumentertulis. Kelima, pembinaan pegawai berorientasi pada pengembangan karir.
Birokrasi jadi tidak berfungsi apabila orang dalam organisasi terkurung dalam bidang spesialisasi tertentu. Setiap orang hanya berorientasi untuk memegang jabatan yang lebih tinggi sehingga anggota kehilangan kebebasan pribadinya. Orientasi pertumbuhan karir menyebabkan orang mengejarnya dan melupakan unsur pelayanan organisasi.
3)   Teori Klasik
Teori ilmiah dari teori birokrasi biasanya digolongkan kepada teori klasik. Filley (1963) mengemukakan beberapa kelemahan dari teori klasik yaitu teori yang terkait waktu, bersifat deterministik dan tidak memperhitungkan berbagai dimensi dan  dalam administrasi lebih banyak menggunakan asumsi yang lemah.
b.     Periode Transisional
1)   teori hubungan antar manusia (human relation theory), teori ini ditandai dengan timbulnya hubungan antara manusia. Factor manusia merupakan factor yang sangat penting dalam menentukan tingkat produktifitas kerja, hingga konsep moral dinamika kelompok dan hubungan interpersonal menjadi popular di kalangan administrator serta dalam teori administrasi.
2)   Teori Tingkah Laku
Teori tingkah laku dipelopori oleh Chester I Banard, konsep Banard tentang administrasi menggunakan pendekatan interdisipliner dengan memakai berbagai pendekatan tingkah laku seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi dan psikologi social. Di samping itu Herbert Simon (1947) mengemukakan teori administrasi behavior, yakni dari sudut proses pengambilan keputusan yang terus menerus dalam suatu organisasi. Teorinya meliputi proses administrasi.
3)   Periode Teori Pendekatan Sistem
Teori ini dikemukakan oleh Ludwig Von Bertalenfy (1968) mengemukakan sistem adalah susunan elemen yang berinteraksi satu dengan yang lain. Suatu system menghasilkan output yang mempunyai aktifitas, menjaga integrasi serta kesatuan dari elemen-elemennya.
Dalam teori sistem dikenal istilah homestatis dan umpan balik. Homestatis merupakan aplikasi dari prinsip umpan balik atau sebab akibat yang menyediakan mekanisme untuk tingkah laku mencari tujuan dan kontrol terhadap diri sendiri.   

B. Ilmu-ilmu Sosial
Ilmu sosial lahir tidak jelas kapan waktunya, seiring dengan adanya manusia bermasyarakat tentu analisis dan penelaahan tentang terus berlangsung. Artinya ilmu sosial adalah ilmu yang cukup tua usianya. Sejak manusiua membentuk kelompok yang dinamakan masyarakat maka di saat itu ilmu sosial tumbuh. Dalam perkembangan, sistematika ilmu serta metodologinya mengalami penambahan dan penyempurnaan sehingga ilmu sosial mantap berdiri di samping ilmu pengetahuan lain. Perkembangan zaman yang terus bergulis diyakini membawa manusia sampai pada perdaban berpikir kritis dan menggunakan kemampuan panca ideranya. Revolusi industri membawa akibat berubahnya tatanan sosial masyarakat dunia (Eropa) saat itu. Ilmu social kemudian lebih berfokus pada perubahan-perubahan interaksi, struktur social, dan system masyarakat yang terjadi akibat revolusi industri. Hal ini menandai lahirnya sosiologi.
Di sisi lain, dari pusat peradaban besar dunia (Eropa dan Timur Tengah) muncul semangat ekpansi ke luar daerah tersebut. Penemuan-penemuan daerah baru yang memiliki cara hidup yang berbeda dengan standar Eropa dan Timur Tengah menjadi bahan kajian yang menarik. Catatan para pengelana seperti Ibnu Batuta, Marcopolo, dan Colombus tentang cara hidup masyarakat ‘’dunia baru’’ mendorong lahirnya ilmu antropologi.
Tekanan demografi akibat bertambahnya penduduk dunia berhadapan dengan keterbatasan lahan pangan membuat masyarakat perlu melakukan strategi menanggulangi kekurangan pangan. Kekurangan pangan akan berdampak pada rentannya daya hidup suatu masyarakat. Alokasi  dan distribusi pangan inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya ilmu ekonomi.
Revolusi industry membuat struktur masyarakat berubah secara drastic. Asset-aset seperti lahan atau perusahaan yang pada masa sebelumnya menjadi milik raja dan bangsawan, dikuasi oleh pengusaha/swasta. Untuk menggerakkan asset tersebut para pengusaha atau pemilik modal memerlukan tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan manusia yang bergerak menjalankan system yang ditentukan oleh pengusaha. Agar sistem dapat berjalan dengan baik maka pengusaha harus mampu mengatur tenaga kerjanya untuk dapat menjalankan usaha sesuai dengan keinginan pengusaha. Pengaturan tenaga kerja tersebut melahirkan ilmu manajemen. Kekuasaan negara (raja dan kaum bangsawan) sebagai regulator kehidupan sosial meluntur akibat revolusi industri. Golongan ini perlu melakukan tata aturan bagi masyarakat untuk melindungsi kepentingan golongan dan kepentingan masyarakat sehingga kehidupan negara antara pemimpin dengan yang dipimpin dapat sinergis. Hubungan dengan negara-negara lain juga perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan negara yang bersangkutan. Hubungan tersebut dapat berupa kerjasama atau konflik. Proses tersebut mendorong terbentuknya ilmu politik modern yang berkaitan dengan ilmu hukum tata negara dan hubungan internasional.
Sejarah ilmu-ilmu sosial memiliki berbagai macam kronologi cerita. Berikut ini kronologi  sejarah ilmu-ilmu sosial dimulai pada akar filsafat kuno. Dalam sejarah kuno, tidak ada perbedaan antara matermatika dan studi sejarah, puisi atau politik. Ilmu sosial datang dari filosofi moral waktu dan dipengaruhi oleh Zaman Revolutions, seperti revolusi industri dan revolusi Perancis ilmu-ilmu sosial dikembangkan dari ilmu-ilmu (eksperimental dan diterapkan), atau pengetahuan sistemstis. Awal dari ilmu-ilmu sosial di abad ke-18 yang tercantum dalam berbagai ensiklopedia Didero besar, dengan artikel Rousseau dan pelopor lainnya. Pertumbuhan ilmu-ilmu social juga tercermin dalam ensiklopedia khusus lainnya. Periode modern melihat ‘’ilmu sosial’’ pertama kali digunakan bidang konseptual yang berbeda. Ilmu sosial dipengaruhi oleh positivism, berfokus pada pengetahuan berdasarkan pengalaman arti sebenarnya positif dan menghindari yang negatif.
Auguste Comte menggunakan istilah ‘’ilmu sosial’’ untuk menggambarkan lapangan, diambil dari ide-ide Charles Fourier. Comte juga disebut lapangan sebagai fisika sosial. Setelah periode ini, ada lima jalan pembangunan yang muncul  tercantum dalam ilmu sosial, dipengaruhi oleh Comte atau bidang lain. Salah satu rute yang diambil adalah munculnya penelitian social. Survei statistik besar yang dilakukan adalah Emile Durkheim diprakarsai oleh, mempelajari ‘’fakta sosial’’, dan Vilfredo Pareto membuka ide-ide dan teori metatheoretical individu. Yang ketiga berarti berkembang yang timbul dari dikotomi ini metodologis, di mana fenomena social diidentifikasi dan dipahami, ini diperjuangkan oleh tokoh-tokoh seperti Max Weber. Rute keempat diambil, yang berbasisi ekonomi, dikembangkan dan dilanjutkan pengetahuan ekonomi sebagai ilmu keras, jalan terakhir adalah korelasi nilai-nilai n pengetahuan dan social yang antiposiivisme dan verstehen sosiologi. Max Weber tegas menuntut perbedaan ini. Dalam rute ini, teori (deskripsi) dan resep tidak tumpeng tindih diskusi formal subjek.
Sekitar pergantian abad ke-20, filsafat pencerahan ditantang di berbagai tempat. Setelah penggunaan teori kalsik sejak akhir dari revolusi ilmiah, berbagai bidang studi matematika diganti untuk studi eksperimental dan persamaan memerikasa untuk membangun struktur teoretis. Perkembangan subbidang ilmu social menjadi sangat kuantitatif dalam metodologi. Sebaliknya, sifat interdisipliner dan lintas disiplin penyelidikan ilmiah ke perilaku manusia dan faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhi itu membuat banyak dari ilmu alam tertarik pada beberapa metodologi ilmu social, contoh mengaburkan batas antara disiplin yang muncul seperti penelitian social. Kedokteran, sosiobiologi, neuropsikologi, bioeconomics dan sejarah dan sosiologi ilmu pengetahuan. Semakin kuantitatif dan kualitatif metode penelitian yang terintegrasi dalam studi tindakan manusia dan implikasi dan konsekuensi. Pada paruh pertama abd ke-20, statistik menjadi sebuah disiplin yang berdiri bebas matematika diterapkan. Metode statistik yang digunakan percaya diri. Pada periode kontemporer, Karl Popper dan Talcott Parsons dipenagruhi kelanjutan ilmu-llmu sosial. Para peneliti terus mencari konsesnsus terpadu pada apa metodologi yang mungkin memiliki kekuatan dan perbaikan untuk menghubungkan ‘’teori besar’’ yang diusulkan dengan berbagai midrange teori-teori yang dengan cukup sukses, terus memberikan kerangka dapat digunakan untuk besar, terutama ilmu-ilmu sosial mendatang yang dipengaruhi oleh pemikir seperti Comte, Durkheim, Marx, dan Weber.
Menurut Muhammad Numan Somantri (2001), bahwa pendirian ilmuwan sosial dan ahli pendidikan tentang Pendidikan IPS pada tingkat sekolah sebagai berikut: Pertama, para ilmuwan social seperti ekonomi, antropologi, ilmu politik dan geografi harus diajarkan menurut struktur dan metode berpikir ilmuwan social. Golongan ini tidak setuju apabila nilai-nilai untuk menumbuhkan sikap dan moral warga negara yang baik (good citizens) dimasukkan ke dalam pendidikan ilmu sosial. Menurut mereka, nilai-nilai warga negara yang baik itu merupakan ‘’hasil sampingan’’ (nurturant effectI) saja dan akan datang dengan sendirinya dari pengalaman mempelajari ilmu-ilmu sosial. Karena itu, organisasi penyelenggaranya harus terpisah-pisah di bawah nama “Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial’’. Penggabungan beberapa disiplin ilmu sosial dengan nilai-nilai warga negara yang baik itu hanya akan membingungkan saja (Keler, 1961).
Kedua, sebaliknya ada golongan pakar pendidikan yang ekstrim beranggapan bahwa pelajaran IPS pada tingkat sekolah tidak harus mirip organisasi disiplin ilmu di universitas. Hal yang penting di tingkat sekolah itu bukannya memahami konsep dan metode berpikir ilmuwan social, melainkan yang penting adalah menumbuhkan warga negara yang baik, sebab sebagian besar siswa sekolah tidak melanjutkan ke universitas. Karena itu, hendaknya bahan pelajaran ilmu-ilmu social diintegrasikan dan membentuk disiplin baru yang di dalamnya berisikan seleksi bahan pelajaran dari berbagai cabang ilmu pengethuan dan bahan dari masyarakat yang siap untuk disajikan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Pendapat inilah yang kemudian menganggap Pendidikan IPS sebagaiCivic Education  dan Citizendhip Education. Pendapat ini didukung oleh organisasi-organisasi patriotik (Smith, 1970).
Ketiga, untuk menjembatani dua pendirian yang ektrem di atas, maka pada tahun 1958. Edgar Wesley merumuskan pelajaran-pelajaran ilmu-ilmu social untuk tingkat sekolah ini sebagai ‘’penyederhanaan dari disiplin ilmu-ilmu social untuk tujuan pendidikan’’. Rumusan yang sederhana ini sampai sekarang masih dianggap yang paling bisa diterima oleh semua pihak, karena memungkinkan para pengemban kurikulum untuk menyusun berbagai alternative program pendidikan untuk sekolah dasar, sekolah menengah maupun untuk program pendidikan tingkat perguruan tinggi keguruan (teacher college).

III.        PENUTUP
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
A.  Administrasi adalah semua kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian dalam administrasi terkandung beberapa hal pokok seperti merupakan suatu proses, adanya dua orang manusia atau lebih yang terlibat, adanya pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu, adanya pembagian tugas, serta adanya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya untuk dicapai.
B.    Administrasi pendidikan merupakan tindakan mengkoordinasikan perilaku manusia dalam pendidikan, agar sumber daya yang ada dapat ditata sebaik mungkin, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara produktif atau dengan kata lain dapat disimpulkna bahwa administrasi pendidikan secara bersama-sama untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. 
C.   Tujuan administrasi pendidikan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan kegiatan operasional pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Adapaun yang menjadi tujuan utama pendidikan adalah untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik agar menjadi warga negara yang memiliki kualitas, sesuai dengan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.
D.  Ilmu sosial adalah ilmu yang cukup tua usianya sejak manusia membentuk kelompok yang dinamakan masyarakat, maka saat itu ilmu sosial tumbuh. Ilmu sosial tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman sesuai dengan kebutuhan manusia.
E.   Ilmu-ilmu sosial memiliki cabang ilmu dan masing-masing cabang ilmu memiliki hakikat. Dengan adanya hakikat masing-masing ilmu sosial tersebut, pengunaan ilmu sosial sesuai dengan apa yang sudah menjadi hakikatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bertalanffy, Ludwig Von. 1968. General System Theory. New York:  Books Google Com.

Filley. 1963. Principles of Management. Amazon: Alexander Hamilton Institute.

Keller, C.R. 1961. ‘’Needed: Revolution in the Social Studies’’. Saturday Review, 3, 44 : 60-61.

Purwanto, M. Ngalim. 1985. Ilmu Pendidikan, Teoretis dan Praktis. Bandung: Remadja Karya.

Sabri, Ahmad. 2005. Strategi Belajar Mengajar: Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching.

Sergiovanni, Thomas J. 1987. The Principalship a reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Simon, Herbert. 1947. Administrative Behavior: A  Study of Decision Making Processes in Administrative Organization. United States of America: Macmillan Publishers.

Smith, F. 1970. New Social Studies. New York: Macmillan.

Somantri, Muhammad Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya.



-->

Tidak ada komentar:

Posting Komentar