Minggu, 24 Mei 2015

PERAN LPTK DALAM ERA GLOBALISASI

Pendidikan berperan sebagai penghubung dua sisi pendidikan, yakni pendidikan formal dan informal. Juga diartikan sebagai proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dengan demikian pendidikan merupakan usaha sadar yang ditujukan untuk menamkan kepekaan individu terhadap nilai sosial, pengetahuan, keterampilan dan nilai moral yang ada dalam masyarakat. Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) ditugaskan untuk menyiapkan calon guru Indonesia. Guru yang dapat mendidik dan mengajar dengan baik, untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang terus berubah. Masyarakat menginginkan pendidikan yang bermutu dan menghasilkan lulusan yang siap kerja maupun siap melakukan studi lanjutan. Persekolahan kita harus mampu berdiri sejajar dengan sekolah di negara manapun. Para orangtua ingin menyekolahkan anak mereka di sekolah yang dapat dipercaya dan berkualitas baik. Sekolah yang baik yakni sekolah yang diasuh oleh para guru yang berkualitas dan didukung dengan sarana dan prasarana yang baik serta lingkungan pendidikan yang menyenangkan. Penyediaan guru sekolah adalah menjadi tugas utama dari LPTK. Untuk menghasilkan guru yang berkualitas, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi agar proses pendidikan calon guru berjalan dengan baik sesuai dengan standar yang dipersyaratkan (Permendikbud No. 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi). Seleksi terhadap calon guru dilakukan secara selektif untuk menghasilkan calon guru yang kualitasnya baik. Sarana dan prasarana belajar di LPTK harus memenuhi standar minimal pendidikan calon guru. Didukung dengan kecukupan dosen yang bermutu, yang mampu menerjemahkan dan melaksanakan kurikulum perkuliahan dengan baik, serta dukungan masyarakat dan semua unsur yang terkait dengan proses penyiapan guru. Di masa lalu sebenarnya kita pernah memiliki lembaga pendidikaan guru yang sangat memadai yakni pendidikan guru berasrama (sekarang sedang dirintis pula melalui Pendidikan Profesi Guru Prajabatan). Semua calon guru diasramakan. Pembelajaran calon guru tidak hanya di kelas, tetapi juga di luar kelas. Selama di asrama, calon guru belajar penguatan soft skill, seperti budi pekerti, sopan santun, cara bersikap, cara berbicara, cara saling menghormati, latihan mengajar intensif antar teman, melatih cara hidup mandiri, cara mengelola dan mengatur organisasi, latihan kepemimpinan, dan masih banyak lagi yang dilatihkan di asrama. Jadi pendidikan guru yang diharapkan menghasilkan guru yang baik, membutuhkan biaya yang besar. Di sinilah dibutuhkan perhatian serius dari pemerintah(Menristek dan Pendidikan Tinggi/Mendikbud) dan masyarakat, karena membutuhkan biaya yang besar. Lulusan LPTK yang akan menjadi guru harus menguasai ketiga komponen trilogi profesi yang menurut Prayitno (2007), komponen dasar keilmuan, komponen substansi profesi, dan komponen praktek profesi. Komponen dasar keilmuan yaitu substansi bidang ilmu yang akan menjadi mata ajar yang dibina selama menjadi guru mata pelajaran. Keilmuan tersebut harus dikuasai dengan baik oleh setiap calon guru. Tidak ada tawar menawar. Calon guru yang tidak menguasai bidang keilmuannya secara baik, seharusnya tidak lolos menjadi calon guru, karena hal ini hanya akan merugikan LPTK tersebut. Komponen kedua yakni substansi profesi yaitu ilmu keguruan yang antara lain berisi pedagogi, didaktik dan metodik khususnya mengajar, psikologi perkembangan dan sebagainya. Setiap calon guru harus menguasai keilmuan ini, agar dapat memberikan pelayanan mengajar dengan baik. Komponen praktik profesi yaitu berkaitan dengan performan mengajar di depan kelas. Para calon guru harus mengalami banyak praktik mengajar di kelas sebelum benar-benar menjadi guru di kelas. Kemampuan seperti ini dapat dilatihkan secara optimal apabila pendidikan guru ini dapat diasramakan. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2005, guru harus memenuhi empat kompetensi untuk memenuhi syarat sebagai guru profesional, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional atau penguasaan bidang ajar. Tantangan utama era globalisasi adalah daya saing dan keunggulan yang kompetitif di semua sektor, baik pendidikan, industri maupun jasa yang muaranya adalah mengandalkan kemampuan SDM, teknologi dan manajemen. Dari ketiga hal tersebut kemampuan SDM sangat menentukan. Oleh karenanya pendidikan mempunyai posisi strategis dalam pengembangan SDM, termasuk di dalamnya adalah keberadaan LPTK yang unggul dan berkualitas. Berdasarkan hasil Survei OECD tahun 2014 menunjukkan Asia peringkat tertinggi sekolah global, Indonesia nomor 69 dari 76 negara yang disurvei. Bahkan organisasi kerjasama dan pembangunan OECD mengatakan perbandingan itu diambil berdasarkan hasil tes di 76 negara serta menunjukkan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi menempatkan peringkat pertama Singapura, Hongkong , Korea Selatan, Jepang, Taiwan. Usaha untuk meningkatkan mutu LPTK dalam era globalisasi, minimal ada tiga hal yang perlu dilaksanakan, yaitu: Pertama program LPTK harus menghasilkan guru sebagai seorang sintis plus. Kedua, antara teori dan praktek terdapat simbiose. Ketiga, guru adalah seorang profesional yang harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. *** Semoga ***.

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU DI INDONESIA

Di era profesionalisme guru, kapabilitas guru menjadi ranah yang harus berkembang secara kontinyu. Butuh kesadaran, kemauan dan tekad setiap insan pendidik untuk senantiasa mengembangkan profesionalismenya. Tanpa ada upaya pengembangan diri secara kontinyu maka pentasbihan sebagai guru profesional tidak memberi value added (nilai tambah) bagi dirinya, organisasi profesinya, dan tentu berakhir pada kualitas pendidikan nasional Indonesia. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan pembaruan secara sadar akan pengetahuan dan peningkatan kompetensi guru sepanjang kehidupan kerjanya. PKB dilaksanakan dalam upaya mewujudkan guru yang profesional, bermartabat dan sejahtera; sehingga guru dapat berpartisipasi aktif untuk membentuk insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, unggul dalam ilmu pengetahuan daan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian. Secara umum keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuan PKB seperti dijelaskan oleh Dian Mahsunah, dkk. (2012) adalah, pertama meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Kedua, memutakhirkan komptensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di masa mendatang. Ketiga, mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. Keempat, menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru, dan kelima, meningkatkan citra, harkat dan martabat profesi guru di masyarakat. Untuk melaksanakan PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) dapat ditempuh dengan banyak cara, antara lain melalui mentoring guru, peer teaching, meningkatkan keterampilan menulis, dan mengikuti seminar atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara khusus teknik dan kita pengembangan keprofesian berkelanjutan dapat dilakukan dengan cara pengembangan diri (diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru), publikasi ilmiah (presentasi pada forum ilmiah, publikasi ilmiah, publikasi buku) dan menciptakan karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna, menciptakan karya seni, membuat alat pelajaran, mengikuti pengembangan soal dan sejenisnya). Sesuai dengan amanat Konstitusi Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Alinea IV bahwa, kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, … Keterkaitan dengan hal tersebut, maka kebijakan umum pembinaan dan pengembangan guru di Indonesia diawali dengan pascalahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan. Di dalam UU ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Profesionalisme guru sudah menjadi tuntutan masyarakat dunia. Pekerjaan guru tidak lagi dipandang sebagai pekerjaan biasa tetapi sudah menjadi pekerjaan profesional. Maka profesionalisme diharapkan dapat menjadi bagian dari kepribadian guru sehingga ia dapat mengembangkan diri sendiri secara otonom. Adapaun motivasinya bukan dari orang lain tetapi berasal dari dalam jiwa seorang guru. Pembinaan dan Pengembangan profesi guru dapat dilakukan melalui 4 (empat) tahap untuk mewujudkan guru profesional yaitu, pertama penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Kedua, induksi guru pemula berbasis sekolah. Ketiga, profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan keempat, profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani. Arah dan pengembangan profesi dan karir daripada lingkup profesi guru meliputi: Guru (guru mata pelajaran, guru kelas dan guru BK/BP), guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah, dan guru dalam jabatan pengawas satuan pendidikan. Kebijakan pembinaan dan pengembangan guru (profesional, bermartabat, dan sejahtera) meliputi langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, kualifikasi, kompetensi, kinerja, kenaikan pangkat, karir, PKBG, harlindungan dan tunjangan. Kedua, rekruitmen, distribusi jumlah dan kualitas. Ketiga, rekonstruksi pendidikan akademik dan profesi guru. Keempat, standar dan pola rekruitmen mahasiswa calon guru (demand driven), intelektual, minat bakat dan sikap.