Minggu, 30 September 2018

KETELADANAN GURU ZAMAN NOW

Keteladanan adalah making something as an example, providing a model, yang artinya menjadikan sesuatu sebagai teladan, menyediakan suatu model (Kamus Landak, 2010). Istilah keteladanan banyak diadopsi dari bahasa Arab uswah yang terbentuk dari huruf hamzah, as-sin, dan al-waw. Secara etimologi, setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki persamaan arti, yaitu pengobatan dan perbaikan. Ibn Zakaria (Arief, 2002) menjelaskan bahwa uswah dapat diartikan  dengan qudwah yang merujuk pada makna mengikuti atau yang diikuti.
Dengan demikian keteladanan adalah segala sesuatu yang terkait dengan perkataan, perbuatan, sikap, dan perilaku seseorang yang dapat ditiru dan diteladani oleh pihak lain. Adapaun guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana, pencetak para tokoh dan pemimpin umat (Isa, 1994). Jadi, keteladanan guru zaman nowadalah contoh yang baik dari guru, baik yang berhubungan dengan sikap, perilaku, tutur kata, mental maupun yang terkait dengan akhlak dan moral yang patut dijadikan contoh bagi peserta didik.
Hal ini penting dimiliki oleh tenaga pendidik untuk dijadikan dasar dalam membangun kembali etika, moral, dan akhlak yang sudah sampai pada tataran yang menyedihkan. Azrah (2008) menyebutkan, bahwa sejak tahun 1990-an nilai-nilai moralitas sudah terasa merosot tajam. Penyebabnya adalah arus globalisasi yang begitu deras sehingga memunculkan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang lebih permissiveness (bebas). Nilai-nilai global dengan mudah meresap dalam kehidupan masyarakat tanpa adanya sensor yang lebih ketat. Dengan kata lain, sejak itu pula telah terjadi proses pelonggaran terhadap nilai-nilai etika dan moral. Di tengah-tengah proses degradasi tersebut, justru negara ini mengalami kesulitan untuk membendung karena kesulitan untuk menemukan keteladanan yang bisa dijadikan panutan bersama. Pada sisi yang lain, rasanya sulit untuk membendung arus globalisasi yang demikian pesat. Oleh karena itu, perlu hadirnya tenaga pendidik yang mumpuni yang dapat menjalankan fungsinya untuk mengeliminasi arus globalisasi.
Dalam teori difusi inovasi, peranan opinion leader (pemimpin opini) memegang posisi sentral dalam mempengaruhi keberterimaan suatu hasil inovasi dalam suatu kelompok masyarakat tertentu (Roger, 2004). Hal ini terjadi karena pemimpin opini memiiliki keteladanan yang dapat ditiru dan diikuti oleh kebanyakan pihak lain. Tenaga pendidik sebagai opinion leader dalam lingkungan institusi pendidikan juga memiliki posisi sentral dalam membentuk karakter atau kepribadian peserta didik. Keteladanan dalam diri seorang pendidik berpengaruh pada lingkungan sekitarnya dan dapat memberi warna yang cukup besar pada masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Bahkan, keteladanan itu akan mampu mengubah perilaku masyarakat di lingkungannya. Sosok tenaga pendidik seperti guru atau dosen dengan profesinya melekat di mana saja mereka berada, sehingga kata ‘’guru’’ selalu digunakan sebagai identitas, baik ketika melakukan aktivitas yang berkaitan dengan dunia pendidikan maupun kegiatan di luar ranah pendidikan. Sekalipun demikian, karakteristik dan indikator guru teladan itu masih menjadi sangat dilematis mengingat belum adanya standar baku yang dapat dijadikan landasan dasar untuk membangun keteladan itu sendiri.
Salah satu karakteristik yang perlu dimiliki oleh guru agar dapat diteladani oleh muridnya adalah kerendahan hati (Santoso, 2008). Guru akan memiliki kepribadian yang diidolakan apabila berani mengakui kesalahan sebagai perwujudan kerendahan hati. Sering terjadi seorang guru dengan dalil menjaga kewibawaan berperilaku tidak rendah hati di hadapan siswa, padahal guru tidak menyadari bahwa setiap langkah, tutur kata, cara pandang, dan berbagai respons yang ditampilkan menjadi bahan penilaian dan pembicaraan bagi para siswa.  Tentu saja keteladan buruk mengacaukan pemahaman mereka, yang berujung pada pencitraan konsep diri menjadi kurang baik. Pada prinsipnya, terdapat korelasi posistif antara keteladan guru dan kepribadian siswa yang oleh Johnson digambarkan sebagai‘’no matter how brilliant your plan, it won’t work if you don’t set an example’’ (bagaimana pun briliannya perencanaan Anda, itu tidak akan berjalan jika tidak dibarengi dengan keteladanan). Dengan demikian guru dipandang sebagai sumber keteladanan, karena sikap dan perilaku guru mempunyai implikasi yang luar biasa terhadap siswa (Nuh, 2009).
Lebih jauh, Abdullah Nashih Ulwan (Dwiastuti, 2006) memberikan resep untuk membentuk keteladanan guru dan orang tua dalam membentuk kepribadian anak. Keteladanan orang tua meliputi kejujuran, amanah, iffah (menjaga diri dari perbuatan  yang tidak diridhai), pemberian kasih sayang, perhatian, menyediakan sekolah yang cocok, dan memilihkan teman bagi anaknya. Sebagai pendidik, orangtua harus menampilkan sifat-sifat tersebut anak dapat memiliki pondasi nilai-nilai yang kukuh sebagai bekal untuk menapaki kehidupan selanjutnya. Adapaun keteladanan yang perlu dicontohkan guru kepada siswanya mencakup ketakwaan, keikhlasan, keluasan ilmu, sopan santun,  dan tanggung jawab.
Berdasarkan pandangan tersebut di atas, keteladanan tenaga pendidik yang harus ditanamkan kepada peserta didik mencakup integritas, profesionalitas, dan keikhlasan. Juga mudah-mudahan guru dan dosen di Indonesia  mencontoh keteladanan Nabi Muhammad Saw yakni: sidiq, tablig, amanahdan pathonah. *** Semoga ***.  











1 komentar: