Senin, 18 Februari 2013

RSBI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si

RSBI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si Abstrak Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sebagai sekolah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya keunggulan mutu tertentu dari negara-negara OECD (Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) atau negara maju lainnya. Salah satu pertimbangan hakim konstitusi menghilangkan Pasal 50 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar hukum penyelenggaraan RSBI yang mengandung faham komersialisasi, diskriminasi, dan liberalisasi pendidikan. Tiga hal ini dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Kata kunci: Rintisan Sekolah bersatandar Internasional, Standar Nasional Pendidikan dan Mahkamah Konstitusi. Abstract International Standard School (SBI) as the school meets all the National Education Standards enriched certain quality advantages of the OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) or other developed countries. One consideration constitutional judges eliminate Article 50 Paragraph (3) of Law No. 20 Year 2003 on National Education System - the legal basis for the implementation of RSBI contains schools commercialization, discrimination, and the liberalization of education. Three are considered contrary to the 1945 Constitution. Key Words: Internasional Standard School, National Educational Standards and Constitutional Judges. I. Pendahuluan Kemendikbud mengumpulkan 33 kepala dinas pendidikan provinsi guna membahas nasib 1.300-an RSBI/SBI di seluruh Indonesia. Pertemuan ini membahas bagaimana kelembagaan dan kegiatan pembelajaran sekolah eks RSBI pasca putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 8 Januari 2013. Pertemuan tersebut tampaknya berupaya mengonsolidasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar mempertahankan penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI/SBI) meski kelembagaan dan nama akan berubah. Hal ini terlihat dari pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Mohammad Nuh pasca pertemuan. Ia tetap memandang penyelenggaraan mutu masih didasarkan pada sekolah unggulan. Selain itu, Prof. Dr. Mohammad Nuh juga masih membolehkan sekolah eks RSBI tetap bisa menarik pungutan dari masyarakat. Ke depan sekolah eks RSBI diprediksi hanya ganti nama dan kelembagaan. Prinsip dan semangat penyelenggaraannya masih tetap sama. Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan mengajukan gugatan ke MK sejak 2012 tentang UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 50 Ayat (3). Putusan MK, Nomor 5/PUU-X/2012 mengabulkan permohonan pada pemohon untuk seluruhnya. Salah satu pertimbangan hakim konstitusi menghilangkan Pasal 50 Ayat (3) penyelenggaraan RSBI mengandung faham komersialisasi, diskriminasi dan liberalisasi pendidikan. Hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, terutama Pasal 31. Pertimbangan kedua adalah strategi pencapaian pendidikan bermutu. Pemerintah mengklaim RSBI/SBI merupakan strategi tepat untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Asumsinya, sekolah RSBI/SBI akan menjadi contoh bagi sekolah lain dalam peningkatan mutu. Jadi mutu pendidikan meningkat manakala semakin banyak RSBI/SBI di Indonesia. Adapun rumusan masalahnya adalah: ‘’Bagaimana Dampak RSBI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah pertama, mendapatkan gambaran mengenai tujuan diselenggarakannya RSBI, dan kedua mendapatkan gambaran mengenai karakteristik RSBI. II. Pembahasan 2.1 Dampak RSBI Sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945 pada pasal 31 dinyatakan bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan tiga rencana strategis dalam jangka menengah, yaitu: (1) peningkatan akses dan pemerataan dalam rangka penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, (2) peningkatan mutu, efisiensi, relevansi, dan peningkatan daya saing, dan (3) peningkatan manajemen, akuntabilitas dan pencitraan publik. (http://alenmarlinlissmpn 1 gresik.wordpress.com2011/02/24). Dalam upaya peningkatan mutu, efisiensi, relevansi dan peningkatan daya saing secara nasional dan sekaligus internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, maka telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Berkaitan dengan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional, maka: (1) pendidikan bertaraf internasional yang bermutu (berkualitas) adalah pendidikan yang mampu mencapai standar mutu nasional dan internasional, (2) pendidikan bertaraf internasional yang efisien adalah pendidikan yang menghasilkan standar mutu lulusan optimal (berstandar nasional dan internasional) dengan pembiayaan yang minimal, (3) pendidikan bertaraf internasional juga harus relevan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampuan pemerintah daerahnya (kabupaten/kota dan provinsi); dan (4) pendidikan bertaraf internasional harus memiliki daya saing yang tinggi dalam hal hasil-hasil pendidikan (output dan outcomes), proses, dan input sekolah baik nasional maupun internasional. Untuk menuju kepada satuan pendidikan bertaraf internasional (SBI) tersebut, maka pemerintah sejak tahun 2007 telah melaksanakan pembinaan kepada sekolah atau satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional atau RSBI, yang berasal dari sekolah-sekolah yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai sekolah standar nasional. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa untuk menjadi SBI memerlukan biaya yang sangat mahal, sehingga ditempuh dengan tidak mendirikan baru, akan tetapi diawali dari SSN tersebut. Sedangkan secara yuridis, pembinaan RSBI ini dilakukan sesuai dengan Permendiknas N0. 78 Tahun 2009 pasal 25 bahwa “Pemerintah dapat mendirikan satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional”. Secara umum, setiap satuan pendidikan yang sedang menuju SBI harus memenuhi beberapa kriteria dari Sekolah Bertaraf Internasional sebagai berikut: Tabel 1: Kriteria SBI No Parameter Persyaratan 1 Standar Nasional Pendidikan (SNP) Harus sudah terpenuhi 2 Guru Minimal S2/S3: 10% (SD), 20% SMP, dan 30% (SMA) 3 Kepala Sekolah Minimal S2 dan mampu berbahasa asing secara aktif 4 Akreditasi A (95) 5 Sarana dan Prasarana Berbasis TIK 6 Kurikulum KTSP diperkaya dengan kurikulum dari Negara maju, penerapan SKS pada SMA/SMK 7 Pembelajaran Berbasis TIK, dan bilingual 9mulai dari kelas 4 SD), sister school dengan sekolah dengan Negara anggota OECD atau negara maju lainnya 8 Manajemen Berbasis TIK; ISO 9001 dan ISO 14.000 9 Evaluasi Menerapkan model UN dan diperkaya dengan sistem ujian internasional (negara maju atau negara-negara lain yang memiliki keunggulan tertentu) 10 Lulusan Memiliki daya saing internasional dalam melanjutkan pendidikan dan bekerja (SMK) 11 Kultur Sekolah Terjaminnya pendidikan karakter, berbasis bullying, demokrasi, partisipatif. 12 Pembiayaan APBN, APBD dan boleh memungut biaya dari masyarakat atas dasar RAPBS Sumber: Ditjen Man. Pend. Dasar dan Menengah Kemendiknas: 2009) Penyelenggaraan satuan pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang selanjutnya disebut dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dilatarbelakangi oleh alasan-alasan sebagai berikut: 1) Era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk. Keunggulan manajemen dapat mempengaruhi dan menentukan bagus tidaknya kinerja sekolah, dan keunggulan sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi pada tingkat internasional, akan menjadi daya tawar tersendiri dalam era globalisasi. 2) Dalam upaya peningkatan mutu, efisien, relevan dan memiliki daya saing kuat, maka dalam penyelenggaraan SBI pemerintah memberikan beberapa landasan di antaranya: (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 ayat (3) dinyatakan bahwa “pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan bertaraf internasional”; (b) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP); (c) UU Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menetapkan tahapan skala prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Ke-1 tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat terhadap pelayanan pendidikan. Demikian pula dalam Renstra 2010-2014 bahwa pemerintah mentargetkan pada tahun 2014 minimal 50% kabupaten/kota di Indonesia telah ada SBI. 3) Penyelenggaraan RSBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro perubahan (kreatif, inovatif dan eksperimentatif), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Jadi peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualisasikan potensi intelektual, emosional, dan spiritualnya. Para peserta didik tersebut merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional. 4) Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar-mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilaiannya. Maksudnya adalah pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (learning to know), tetapi juga harus bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong menerapkan nilai-nilai tersebut (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be). Berdasarkan berbagai peraturan perundangan dan beberapa pertimbangan di atas, maka kiranya pemerintah berkewajiban untuk memberikan arahan, bimbingan dan pengaturan sekolah-sekolah yang telah ditetapkan sebagai satuan pendidikan yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional, terlebih setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menghilangkan Pasal 50 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan diselenggarakan RSBI adalah: a) Untuk membina sekolah yang secara bertahap ditingkatkan dan dikembangkan komponen, aspek, dan indikator SNP dan sekaligus ke-internasionalannya; b) Untuk menghasilkan suatu sekolah yang memenuhi IKKM (SNP) dan memenuhi IKKT sekaligus, sehingga dapat menjadi SBI; c) Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD atau negara maju lainnya; d) Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan menampilkan unggulan lokal di tingkat internasional; e) Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibutikan dengan perolehan medali emas, perunggu dan bentuk penghargaan internasional lainnya; f) Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan menengah kejuruan; g) Sekolah merintis dan menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup; h) Sekolah merintis dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara profesional. Pada umumnya sekolah disebut sekolah internasional memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Sebagai anggota atau termasuk dalam komunitas sekolah dari negara-negara/lembaga pendidikan internasional yang ada di negara-negara OECD dan/atau negara maju lainnya; (2) Terdapat guru-guru dari negara tersebut; (3) Dapat menerima peserta didik dari negara asing; dan (4) Terdapat kegiatan-kegiatan kultur sekolah atau pengembangan karakter peserta didik yang menghargai atau menghormati negara/bangsa lain di dunia, toleransi beragama, menghormati dan saling menghargai budaya tiap bangsa, menghormati keragaman etnis/ras/suku, mampu berkomunikasi berbasis TIK dan berbahasa Inggris/asing lainnya, dan sebagainya. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sekolah yang menyelenggarakan pendidikan berdasarkan atau telah memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) sebagai indikator kinerja minimal (IKKM) dan mutu internasional sebagai indikator kinerja kunci tambahan (IKKT), sehingga lulusannya memiliki mutu/kualitas bertaraf nasional dan internasional sekaligus. Kualitas bertaraf nasional diukur dengan SNP dan kualitas bertaraf internasional diukur dengan kriteria-kriteria internasional, yang dikaji secara seksama melalui: (a) persandingan SNP dengan standar / kriteria mutu internasional, (b) pertukaran informasi, studi banding, dan atau (c) mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development dan / atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Jadi kualitas internasional merupakan kelebihan dari kualitas nasional (SNP), baik berupa pungutan, pendanaan, pengayaan, perluasan maupun penambahan terhadap SNP. Sebelum menuju kepada Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), terlebih dahulu harus ada tahapan dari Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), dan setiap tahap harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: Tabel 2: Persyaratan SSN, RSBI dan SBI No Sekolah Standar Nasional (SSN) RSBI SBI 1 Memiliki rata-rata UN 6,5 Sudah Sekolah Standar Nasional (SSN) SNP dan diperkaya Standar Kualitas pendidikan negara maju 2 Tidak double shift Berakreditasi A dari BAN Sekolah/Madrasah Berakreditasi A dari BAN Sekolah/Madrasah 3 Berakreditasi B dan BAN Sekolah/Madrasah Pembelajaran Matematika, IPA dan Kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau dalam bahasa Internasional (bilingual) Pembelajaran Matematika, IPA dan Kejuruan (SMK) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa internasional (bilingual) 4 Nilai rata-rata UN 7,0 Nilai rata-rata UN 8,0 2.2 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusin Salah satu pertimbangan hakim konstitusi menghilangkan Pasal 50 ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa penyelenggaraan RSBI/SBI adalah konsep dan penyelenggaraan RSBI mengandung faham komersialisme, diskriminasi, dan liberalisasi pendidikan. Tiga hal ini bertentangan dengan UUD 1945. Dalam Permendiknas No. 78/2008 tentang Penyelenggaraan SBI di Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa SBI didefinisikan sebagai sekolah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya keunggulan mutu tertentu dari negara anggota OECD (Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) atau negara maju lainnya. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, pendidikan bermutu yang dimaksud adalah pendidikan yang diselenggarakan bangsa lain, pendidikan bangsa Indonesia belum bermutu dan harus mencontoh bangsa lain. Pertanyaannya apakah pendidikan bermutu bangsa ini harus menggunakan ukuran bangsa lain? Sebagai bangsa yang berdaulat, apakah kita tak mampu mendefinisikan dan menetapkan ukuran pendidikan bermutu tersebut? Pertimbangan kedua adalah strategi mencapai pendidikaan bermutu. Pemerintah mengklaim RSBI/SBI merupakan strategi tepat untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Asumsinya, sekolah RSBI/SBI akan menjadi contoh bagi sekolah lain dalam peningkatan mutu. Jadi mutu pendidikan meningkat, manakala semakin banyak RSBI/SBI di Indonesia. Ternyata asumsi ini ternyata keliru. RSBI justru mempertajam diskriminasi antar sekolah di Indonesia, RSBI menjadi eksklusif karena mendapat berbagai keistimewaan dalam berbagai kebijakan, fasilitas, anggaran dan sumber daya pendidikan lainnya. Sekolah eks RSBI dibolehkan menarik pungutan, sedangkan hal tersebut justru dilarang dilakukan oleh sekolah non-RSBI. Tidak hanya mempertajam diskriminasi antarsekolah, sekolah eks RSBI hanya bias diakses warga negara cerdas dan dari keluarga dengan pendapatan menengah ke atas. Sementara warga negara usia sekolah yang kurang cerdas dan memiliki kemampuan ekonomi menengah ke bawah kesulitan mengakses sekolah ini. Pemerintah seharusnya mengurangi kesenjangan sosial antarwarga negara, tetapi justru menjadi aktor utama penyebab kesenjangan melalui penyelenggaraan RSBI. Memang banyak sekolah mencontoh sekolah RSBI, tetapi sayangnya bukan mencontoh perbaikan mutu sekolah. Banyak sekolah tersebut status RSBI karena hanya ingin mendapatkan keistimewaan RSBI, sementara mutunya tetap sama. Hal ini dipertegas oleh Mendikbud (Febri Hendri AA dalam Kompas 5 Februari 2013, hal. 7) bahwa, sekolah eks RSBI memasuki masa transisi sejak putusan MK sampai akhir tahun ajaran 2012/2013. Kegiatan pembelajaran berlangsung biasa, sekolah dibolehkan menarik pungutan yang ditetapkan. Bahkan Mendikbud akan mengeluarkan edaran terkait hal ini. III. Kesimpulan Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 3.1 Pasca Putusan MK semua kebijakan, peraturan perundangan, program dan kegiatan terkait RSBI berhenti. Semua hal ini tidak memiliki dasar hukum lagi. Begitu juga dengan transisi eks RSBI juga tak punya dasar hukum karena harus menunggu surat edaran dari Kemendikbud. 3.2 Penghentian seluruh program RSBI tidak akan mengganggu mutu sekolah. Karena RSBI hanyalah program tambahan di sekolah juga kurikulum internasional dihapuskan, maka RSBI/SBI kembali pada kurikulum SSN. 3.3 RSBI memasuki masa transisi maka kegiatan pembelajaran berlangsung biasa, sekolah dibolehkan manarik pungutan yang ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA AA, Febri Hendri. 2013. RSBI dan Virus Konstitusi. Dalam Kompas, 5 Februari 2013, halaman 7. Alenmarlis. 2011. Pengertian tentang Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) [Online]. Tersedia:http://alenmarlissmpn 1 gresik.wordpress.com/2011/02/24. Sativani, Riza. 2011. Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) [Online]. Tersedia: http://oryza-satival 135rsh.blogspot.com/2011/01/sekolah-bertaraf-internasional-sbi-dan.htm1 [2 Mei 2012). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permendiknas No. 78 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan SBi Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.